|
Welcome To My Website Kebajikan (De 德)......KEBAJIKAN ( De 德 ) Mengucapkan Xin Nian Kuai Le (新年快乐) 2571 / 2020...Xīnnián kuàilè, zhù nǐ jiànkāng chángshòu, zhù nǐ hǎo yùn..Mohon Maaf Blog ini masih dalam perbaikan....Dalam era kebebasan informasi sekarang, hendaknya kita dapat lebih bijak memilah, mencerna dan memilih informasi yang akurat. Kami menempatkan kepentingan pembaca sebagai prioritas utama. Semangat kami adalah memberikan kontribusi bagi pembaca agar dapat meningkatkan Etika dan Moral dalam kehidupan serta meningkatkan Cinta kasih tanpa pamrih pada sesama baik dalam lingkup lingkungan sekitar maupun lingkup dunia dan menyajikan keberagaman pandangan kehidupan demi meningkatkan pemahaman dan penghargaan terhadap kehidupan. Tanpa dukungan Anda kami bukan siapa-siapa, Terima Kasih atas kunjungan Anda

Minggu, 25 Januari 2015

Kita Membesarkan Anak-anak, Bukan Memelihara Bunga

 


KEBAJIKAN ( De 德 )Dalam mendiidik anak, hendaknya kita bisa lebih bijaksana, karena membesarkan anak-anak, bukan seperti memelihara bunga, jendela kaca, piring ataupun botol susu dan sebagainya, seperti dilansir dari Secretchina.

Ada seorang anak laki-laki, berusia tiga tahun lebih melakukan “hal yang buruk”, ia menuangkan semangkuk sup panas ke dalam pot bunga yang mahal harganya, yang baru dibawa pulang oleh ayahnya dari kota bunga dengan susah payah.

Ayahnya sangat marah, anak ini terlalu nakal, melihat ayahnya sibuk mencari sapu, bocah yang baru berusia 3 tahun itu pun menangis histeris saking takutnya. Tepat di saat itu, ibunya bergegas menahan ayahnya sambil berkata : “Kamu jangan lupa, kita sedang memelihara anak, bukan memelihara bunga!”

Mendengar kata-kata istrinya itu, sang ayah sadar : antara anak dan bunga, sebenarnya mana yang lebih penting, apalagi sebelum tahu jelas alasannya kenapa anak berbuat begitu, lantas naik pitam dan hendak memukulnya, apakah kebahagiaan dan harga diri anak itu tidak lebih penting daripada bunga itu sendiri.

Ibu si bocah kemudian berjongkok membantu menyeka air mata anaknya, dan dengan lembut bertanya padanya : “Sayang, kenapa menuangkan sup itu ke dalam pot?” 

Sambil menangis terisak si anak berkata : “Nenek bilang…..sup yang panas itu sangat bergizi….saya ingin bunga itu tumbuh tinggi ......” 

Mendengar itu, giliran ibu yang meneteskan air mata, sekeping hati anak yang suka dengan bunga itu hampir saja celaka sia-sia di bawah pukulan sapu ayahnya sendiri!

Banyak orangtua yang tak terhitung jumlahnya mungkin pernah mengalami kemurkaan seperti ini : Jendela kaca yang baru diganti kembali pecah oleh bola yang ditendang anak-anak ; Peralatan dapur dari Bone Tiongkok (porselen/keramik Tiongkok) yang tidak beberapa lama dipakai itu hancur separoh akibat ulah anak-anak ; Tisu gulung di toilet menjadi “pita”(menggulung-gulung) anak-anak dan memenuhi segenap rumah ; Barang-barang yang diletakkan di samping meja, semuanya dijadikan mainan oleh anak-anak dan menjadi berantakan memenuhi seisi rumah : Asbak, bunga, surat kabar, gunting kuku, gelas / cangkir, buku dan sebagainya......semuanya tak luput menjadi mainannya.

Diharap kepada para orangtua agar jangan marah dan tetap tenang, sama seperti bunga yang mati oleh siraman sup panas seperti ulasan di atas. Semua benda-benda itu sudah mati, rusak, hancur, dan musnah, jadi, jangan lagi kita ayunkan tongkat sehingga ikut menghancurkan jiwa anak-anak yang masih murni dan polos itu, bukan !

Jika memang anak-anak melakukan kesalahan, itu karena mereka belum memiliki pengalaman hidup, sementara itu, mereka juga dipenuhi dengan daya hidup yang tak terbatas! Dan sekadar catatan, siapa yang bukan belajar dari berbagai pelajaran melalui “pengalaman hidup” seseorang ?

Sampai disini, saya teringat ketika suatu hari menunggu teman di restoran. Di sebelah meja saya ada seorang ibu bersama putrinya sedang makan, gadis kecil itu kira-kira berusia sekitar 5 – 6 tahun. Anak itu tampak sangat tertarik dengan gelas jus setengah lingkaran di atas meja yang dilihatnya, ia terus menatapi gelas itu dan menyentuhnya, hingga terdengar suara gelas terjatuh “praaaang”, gelasitu pecah berantakan di lantai, sementara lengan si anak dipenuhi dengan cairan jus.

“Kamu ini kenapa sih tidak bisa diam! Ibu kan sudah bilang jangan main-main saat sedang makan, dasar kamunya bandel, kalau kamu begini lagi, lain kali ibu tidak akan mengajak kamu makan lagi di luar! Ayo cepat ikut ibu untuk membersihkan tanganmu !” Si ibu mengomel terus menyalahi putrinya.

Adegan yang dramatis itu pun akhirnya terjadi pada saat ini, ibu itu terlalu tergesa-gesa saat berdiri dari kursinya, sehingga tidak melihat serbet yang masih nyangkut di kakinya, dan baru saja ia membalikkan badan, serbet itu pun ikut menarik piring, garpu, gelas, botol air dan terdengar suara “traaaaang” semua benda yang ditariknya itu pun jatuh di atas lantai! Karena suara yang terdengar itu cukup keras, sehingga menarik perhatian tamu lainnya, ibu itu tampak sangat malu dan salah tingkah, lalu dengan marah ia memelototi putrinya sambil berkata : “Semua ini gara-gara kamu! Senang ya melihat ibu seperti ini !Apa lagi yang mau dimakan, semua piring sudah pecah !” Semula bocah itu menutup rapat-rapat mulutnya tak berani bersuara, hingga akhirnya ia pun tak tahan dan menangis kencang !

Makan malam yang awalnya menyenangkan itu akhirnya berubah menjadi tangisan sang bocah, selera makan sang ibu pun menjadi hambar di bawah amarahnya yang meluap-meluap.

Sebenarnya, ketika anak-anak memecahkan gelas, ia sendiri juga terkejut….jika ia tahu akibat memainkan gelas itu sampai jus pun tidak bisa dinikmatinya lagi olehnya, maka dipastikan ia juga tidak akan berbuat seperti itu. Sayangnya, anak itu baru berusia 5 – 6 tahun, ia tidak punya cukup “pengalaman hidup” untuk menuntun tindakannya sendiri.

Sebagai seorang ibu, jika saja ketika itu berkata dengan suara lembut : Tidak apa-apa, pesan saja satu gelas jus lagi, gelas kaca memang sangat rapuh dan mudah pecah, sebaiknya jangan dijadikan mainan ya ?

Jika demikian, apa yang akan terjadi, dari lubuk hatinya si anak akan berterima kasih atau merasa bersyukur karena ibu tidak memarahinnya, dan ia akan lebih berhati-hati lagi dengan gelas kaca berikutnya ; sementara si ibu sendiri juga tidak akan begitu murka, dan tentu saja tidak akan tergesa-gesa, sehingga tumpukan piring dan gelas itu juga tidak akan jatuh pecah.

Saat menunggu si ibu dan bocah kecil itu kembali dari kamar cuci, pelayan restoran telah menyiapkan dan mengganti dengan satu set piring baru, tapi bisa dipastikan, suasana hati ibu dan putrinya itu juga ikut hancur bersama dengan gelas dan piring yang pecah.

Saat ke kamar mandi, saya sengaja berbelok ke hadapan ibu itu, dan sambil tersenyum saya berkata : “Jangan sedih lagi, saya juga sama seperti Anda, sering merusak dan menghancurkan barang-barang, tapi itu bukan masalah besar.”

Ibu itu bengong sambil menatap saya, mungkin sedang berpikir, Apa maksud kata-kata itu ?

Tak lama kemudian, ibu si anak akhirnya tersenyum mengerti, dan mengucapkan terima kasih.

Ada sebuah kisah tentang ilmuwan yang layak saya ceritakan sejenak di sini. Ini adalah kisah tentang seorang ilmuwan yang pernah memiliki penemuan dan terobosan yang sangat penting dalam bidang medis. Suatu hari, ketika diwawancarai seorang reporter dan bertanya kepadanya mengapa ia bisa lebih kreatif dibanding orang-orang pada umumnya. Sebenarnya apa kiatnya yang membuatnya begitu luar biasa, dan jawabannya sangat mengejutkan. Hal ini ada hubungannya dengan cara penanganan ibu saya terhadap sesuatu yang terjadi pada saya saat saya baru berusia 2 tahun, kata sang ilmuwan.

Suatu hari, saya ingin mengambil sendiri sebotol susu di kulkas, tapi botol susu itu terlalu licin, saya tidak bisa memegangnya dengan erat, hingga akhirnya jatuh, cairan susu pun tumpah ruah di seluruh lantai, dan sekilas tampak seperti lautan susu. Ibu saya melihatnya, tapi dia tidak mencak-mencak dan berteriak marah pada saya, ia juga tidak menghukum saya, dia hanya bilang : “Wah! Robert, masalah yang kamu buat hebat juga ya! Belum pernah ibu saksikan setumpuk cairan susu yang begitu luas lho! Yaach, bagaimanapun botol susu sudah hancur, jadi sebelum kita membersihkannya, apakah kamu ingin bermain sebentar di tengah lautan susu itu ?”

Bukan main senangnya saya mendengar ibu berkata seperti itu, kemudian saya pun bermain-main dalam tumpahan susu tu.

Beberapa menit kemudian, ibu berkata kepada saya : “Robert, kamu tahu, mulai sekarang dan selanjutnya, tidak peduli kapan pun, kamu harus membersihkannya, dan meletakkan dengan rapi setiap benda apa pun ke tempatnya semula. Jadi, bagaimana kamu akan menata dan merapikannya, kita bisa menggunakan karet busa, handuk atau kain pel untuk membersihkannya. Kamu mau pakai yang mana ?

Saya memilih karet busa, saya dan ibu bersama-sama membersihkan cairan susu yang tumpah ruah di segenap lantai itu.

Sampai disitu mendengar cerita sang ilmuwan, membuat wartawan itu merasa iri, karena ia memiliki seorang ibu yang begitu toleran dan menyenangkan.

Ilmuwan itu melanjutkan ceritanya : “Ini belum selesai, setelah membersihkan lantai yang kotor itu, ibu saya berkata, Robert, percobaan yang kamu lakukan tadi saat mengambil botol susu besar dengan kedua tanganmu itu sudah gagal, sekarang kita pergi ke halaman belakang, isi penuh botol itu dengan air, dan coba apakah kamu bisa mengambil isi botol itu tanpa menjatuhkannya. Dengan cepat saya belajar bahwa jika mengambilnya dengan kedua tangan di bagian atas dekat mulut botol itu, maka botol itu tidak akan jatuh tergelincir dari genggaman!”

”Itu adalah pelajaran yang hebat !” Seru sang reporter.

“Ya, sejak saat itu, saya tahu saya tidak perlu takut untuk melakukan kesalahan apa pun. Karena kesalahan acapkali merupakan kesempatan yang baik untuk belajar dan mempelajari pengetahuan yang baru. Demikian juga halnya dengan percobaan ilmiah, bahkan meski percobaan itu gagal sekali pun, saya masih bisa belajar banyak hal dari kegagalan itu.” Ungkap sang ilmuwan.
 
Banyak yang tersentuh oleh kisah sang ilmuwan ini, karena ia memberitahu kepada kita tentang sebuah kebenaran yang sangat sederhana : Kita membesarkan anak-anak, bukan memelihara bunga, jendela kaca, piring ataupun botol susu dan sebagainya. Semoga para kepala keluarga yang bijaksana dapat memetik hikmahnya. Salam kebajikan

Tidak ada komentar:
Write komentar