KEBAJIKAN ( De 德 ) - Alergi sedang berkembang di seluruh dunia yang maju. Kasus demam dan eksim telah meningkat tiga kali lipat dalam 30 tahun terakhir. Namun alergi masih merupakan hal yang sangat membingungkan dan mengkhawatirkan.
Meskipun satu penelitian menemukan 38 persen orang berpikir mereka menderita alergi makanan, sebenarnya hanya 1-5 persen orang yang benar-benar menderita alergi makanan, dan ahli alergi sering melaporkan bahwa mereka memberi penjelasan mengenai mitos alergi yang tidak dapat dibuktikan secara ilmiah kepada penderita alergi.
Beberapa penelitian medis dan beberapa dari gaya hidup , mengenai teori alergi telah memicu informasi yang saling bertentangan, sehingga membingungkan.
Sense About Science bekerjasama dengan saya dan sejumlah ahli alergi, ahli imunologi, ahli paru, dan apoteker untuk menghasilkan “Memahami Alergi yang Terbukti secara Ilmiah,” panduan ini mengatasi banyak mitos dan kesalahpahaman mengenai alergi. Satu satu mitos yang umum- yang sering saya jelaskan kepada pasien-adalah hubungan antara alergi dan paparan mikroba.
Inilah fakta mengenai higienis dan alergi.
Higienis adalah tindakan yang memelihara Anda dan lingkungan Anda tetap bersih untuk mencegah penyakit.
1. Apakah jarang menderita infeksi pada masa kanak-kanak berarti cenderung akan menderita alergi?
Tidak. Meskipun hubungan antara alergi dan mikroba telah diterima secara luas, adalah ide yang salah bahwa sering menderita infeksi pada masa kanak-kanak mengurangi kemungkinan terjadinya alergi pada saat dewasa .
Ide ini berasal dari hipotesis higienis yang diusulkan pada tahun 1989, yang berteori bahwa peningkatan kasus alergi pada abad ke-20 disebabkan oleh penurunan kasus infeksi pada anak usia dini. Hipotesis ini berdasarkan pada pengamatan di mana keluarga yang banyak anggotanya melindungi diri terhadap pilek akibat alergi, sementara keluarga yang anggotanya sedikit dianggap kurang terpapar infeksi karena sedikit terjadi penularan infeksi di antara mereka.
Paparan kisaran normal mikroba selama bulan-bulan pertama setelah bayi lahir adalah sangat penting untuk mengembangkan sistem kekebalan tubuh, tetapi tidak ada bukti bahwa infeksi “rutin” adalah penting untuk meningkatkan kekebalan tubuh terhadap infeksi atau mencegah alergi.
2. Apakah kasus alergi meningkat karena kita terlalu bersih ?
Tidak. Populasi mikroba yang hidup di dalam tubuh dan di kulit kita, telah berubah dari generasi sebelumnya. Hal ini bukan disebabkan oleh kita terlalu bersih, tetapi karena kita berinteraksi dengan lingkungan mikroba yang kurang beragam daripada nenek moyang kita yang hidup di pedesaan.
Ide bahwa bersih yang berlebihan telah menciptakan rumah yang “steril” adalah tidak masuk akal: Mikroba cepat digantikan oleh organisme yang lepas dari tubuh kita, hewan peliharaan kita, makanan mentah, dan debu.
Pemahaman ini berasal dari mekanisme “mikroba baik yang hidup dalam tubuh kita”, penyempurnaan hipotesis higienis yang menawarkan penjelasan yang lebih masuk akal untuk hubungan antara paparan mikroba dan alergi.
Hal ini mengusulkan bahwa paparan terhadap beragam mikroba atau parasit yang tidak berbahaya yang menghuni dunia kita adalah penting untuk membangun beragam populasi mikroba yang hidup di dalam tubuh kita, yang sangat penting untuk mempertahankan sistem kekebalan tubuh yang teratur yang tidak bereaksi berlebihan terhadap alergen seperti serbuk sari.
” Mikroba baik yang hidup dalam tubuh kita ” ini telah berevolusi bersama manusia selama jutaan tahun. Sebaliknya, sebagian besar penyakit infeksi baru muncul 10.000 tahun terakhir ketika kita beralih hidup dalam masyarakat perkotaan.
Mikroba baik yang hidup dalam tubuh kita tetap masih ada, tapi kita telah kehilangan kontak dengan mereka karena gaya hidup dan perubahan kesehatan masyarakat selama dua abad terakhir. Peningkatan kualitas air, sanitasi, dan kebersihan perkotaan secara massal telah mengurangi penyakit menular, tetapi secara tidak sengaja telah merampas kita dari paparan mikroba tersebut.
Perubahan kandungan mikroba dalam makanan, ibu yang semakin jarang memberikan ASI kepada bayinya, lebih banyak dilakukan operasi caesar daripada lahir normal, hidup di perkotaan daripada hidup di pedesaan, dan peningkatan penggunaan antibiotik juga telah mengurangi interaksi kehidupan awal dengan mikroba baik yang hidup dalam tubuh kita.
3. Akankah Kurang higienis akan cenderung terjadi Alergi?
Tidak. Kami sekarang tahu bahwa kurang higienis tidak akan mempersatukan kita kembali dengan mikroba baik yang hidup dalam tubuh kita, tetapi membawa risiko peningkatan paparan mikroba lain yang dapat menyebabkan penyakit lama dan baru. Karena awalnya disebut “hipotesis higienis,” dan karena syarat higienis dan kebersihan digunakan secara bergantian, orang sering menganggap bahwa “menjadi kurang bersih” berarti menjadi kurang higienis.
Pada saat yang sama bahwa alergi telah meningkat, ancaman pandemi global dan resistensi antibiotik telah meningkat, dan higienis adalah kunci untuk menghadapi ancaman ini. Perlindungan terhadap infeksi bukan berarti seberapa bersih rumah kita atau seberapa sering kita mandi; tetapi apa yang kita lakukan untuk menghentikan penyebaran kuman.
Kita melakukan praktek higienis yang bertujuan untuk menjaga kebersihan seperti mencuci tangan, makan makanan yang aman, dan toilet yang higienis, di lain pihak setiap hari kita berinteraksi dengan dunia mikroba, berarti kita memaksimalkan perlindungan terhadap infeksi, sambil mempertahankan kita tetap terpapar dengan mikroba baik yang hidup dalam tubuh kita.
4. Apakah pemakaian bahan kimia sintetis meningkatkan kasus alergi?
Tidak. Penggunaan yang berlebihan dari produk perawatan diri pribadi dan antibakteri kadang dikaitkan dengan alergi karena hal ini menghalangi kita dari paparan mikroba. Produk antibakteri dianggap memperburuk hal ini.
Namun, karena bukti menunjukkan bahwa secara umum membersihkan rumah sehari-hari tidak berdampak pada peningkatan mikroba, maka tampaknya tidak berdampak pada mikroba baik yang hidup dalam tubuh manusia. Sebaliknya, penggunaan disinfektan, misalnya untuk menyiapkan makanan, dapat mengurangi risiko infeksi.
Banyak orang percaya bahwa bahan kimia “buatan manusia” yang lebih cenderung menyebabkan reaksi alergi, oleh karena itu banyak zat sintetis dalam produk digantikan oleh “alternatif alami.”
Namun, reaksi alergi yang paling umum ditujukan pada alergen yang alami, dalam makanan seperti telur, susu, dan kacang-kacangan; pada tanaman kebun yang umum seperti bunga mawar dan krisan; dan di lingkungan seperti serbuk sari, tungau debu, dan bulu hewan peliharaan. Beberapa zat alami yang diganti dengan zat sintetis terbukti meningkatkan risiko reaksi alergi. Salam kebajikan (Sumber)
Sally Bloomfield adalah profesor kehormatan di London School of Hygiene & Tropical Medicine, Inggris.
Tidak ada komentar:
Write komentar