Di wilayah pedalaman Tiongkok bagian selatan, banyak sekali anak di bawah umur yang sudah menikah. Dilansir dari dailymail.co.uk, fotografer Muyi Xiao mencoba untuk mendokumentasikan kehidupan anak-anak yang menikah dini.
Di wilayah tersebut, Jie yang baru berusia 13 tahun pun sudah menikah dengan Wen yang usianya masih 18 tahun. Menikah di usia yang sangat belia, mereka tak paham betul soal kontrasepsi dan tak lama kemudian Jie hamil. Wah, tak terbayangkan ya masih usia 13 tahun tapi sudah hamil.
Di wilayah tersebut, Jie yang baru berusia 13 tahun pun sudah menikah dengan Wen yang usianya masih 18 tahun. Menikah di usia yang sangat belia, mereka tak paham betul soal kontrasepsi dan tak lama kemudian Jie hamil. Wah, tak terbayangkan ya masih usia 13 tahun tapi sudah hamil.
Cai (16 tahun) berpacaran dengan Ming (17 tahun) selama tiga bulan sebelum akhirnya menikah tahun 2013. Mereka sekarang tinggal di rumah orang tuanya |
Di Tiongkok, menurut hukum, usia sah pernikahan bagi wanita adalah 20 tahun dan bagi pria 22 tahun. Meski begitu banyak anak di bawah umur yang pernikahannya "disahkan" dengan sebuah jamuan makan. Baru nanti ketika usia mereka sudah mencapai batasan sah yang ditetapkan pemerintah, status pernikahan mereka baru didaftarkan sesuai dengan aturan hukum.
Dalam kasus Jie dan Wen, karena masih sangat belia mereka pun hidupnya masih bergantung pada orang tua mereka. Mereka tinggal di rumah orang tua mereka di pucuk gunung di sebuah desa bernama Tangzibian. Orang tua Wen bekerja di Anhui yang letaknya 1000 mil jauh dari Tangzibian. Sebulan sekali, orang tuanya mengirimkan uang untuk Jie dan Wen.
Jie dan Wen |
Liu Neng, profesor sosiologi dari Peking University mengatakan menikah di usia masih belasan tahun merupakan norma budaya di kalangan anak-anak di daerah pedalaman yang tak punya pilihan lagi akan melakukan apa saat mencapai pubertas.
Menikah di usia 13 tahun, Jie mulai merasa bosan. Dia tinggal di rumah sambil bantu-bantu bercocok tani, memasak, dan menyulam. Kehidupan sosialnya sangat terbatas, terlebih karena suaminya sangat cemburuan. Ia pun mengaku tak punya rencana masa depan apa-apa.
Menurut Muyi Xiao, para gadis sendiri di daerah tersebut mau-mau saja menikah secepatnya. Karena mereka khawatir kalau menunggu terlalu lama mereka akan dijodohkan dan menikah dengan pria yang tak mereka cintai. Hanya saja mereka juga belum paham betul atas konsekuensi menikah dini.
(Kiri) Xiao Jie (13 tahun) menikah dengan suaminya yang baru berusia 18 tahun setelah berkenalans selama tiga hari. (Kanan) Xiao Le yang melakukan video call dengan orang tuanya yang bekerja di luar kota |
Biasanya setelah punya anak, pasangan muda ini harus mencari uang dan bekerja jauh dari tempat tinggal mereka. Sehingga mereka pun harus meninggalkan anak-anaknya di rumah bersama kakek neneknya. Hal ini tentu saja akan berdampak pada tumbuh kembang anak yang tak optimal dan kurang kasih sayang dari keluarga.
Cai (16 tahun) dan Ming (17 tahun) juga punya kisahnya sendiri. Mereka bertemu tahun lalu, berpacaran tiga bulan lalu menikah. Setelah menikah, tak lama kemudian mereka punya anak. Kini, yang jadi tulang punggung keluarga adalah ayah Ming. Sementara Cai (yang putus sekolah di kelas 5) dan Ming masih sering menghabiskan waktunya untuk menonton kartun kesayangan mereka.
Dalam karya fotografinya, Muyi Xiao menampilkan foto-foto yang membuka mata kita tentang kehidupan para remaja yang menjalani pernikahan dini. Pastinya ada banyak aspek dan faktor yang membuat fenomena pernikahan dini ini masih sangat marak di sejumlah daerah. Menyelesaikannya atau mengatasi persoalan ini pun tak bisa dilakukan dalam waktu singkat.
Sobat, kalau menurutmu langkah pertama apa yang harus dilakukan untuk menangani fenomena pernikahan dini ini? Apakah harus dimulai dari pendidikan atau yang lain? Salam kebajikan (Sumber)
Tidak ada komentar:
Write komentar