|
Welcome To My Website Kebajikan (De 德)......KEBAJIKAN ( De 德 ) Mengucapkan Xin Nian Kuai Le (新年快乐) 2571 / 2020...Xīnnián kuàilè, zhù nǐ jiànkāng chángshòu, zhù nǐ hǎo yùn..Mohon Maaf Blog ini masih dalam perbaikan....Dalam era kebebasan informasi sekarang, hendaknya kita dapat lebih bijak memilah, mencerna dan memilih informasi yang akurat. Kami menempatkan kepentingan pembaca sebagai prioritas utama. Semangat kami adalah memberikan kontribusi bagi pembaca agar dapat meningkatkan Etika dan Moral dalam kehidupan serta meningkatkan Cinta kasih tanpa pamrih pada sesama baik dalam lingkup lingkungan sekitar maupun lingkup dunia dan menyajikan keberagaman pandangan kehidupan demi meningkatkan pemahaman dan penghargaan terhadap kehidupan. Tanpa dukungan Anda kami bukan siapa-siapa, Terima Kasih atas kunjungan Anda

Senin, 22 Agustus 2016

Tiga Jenis Pedang yang Digunakan oleh Raja

 


KEBAJIKAN ( De 德 ) Zhuang Zi berkata, “Tapi hamba memiliki 3 jenis pedang, yang hanya bisa digunakan oleh seorang raja, yakni Pedang Putra Langit (kaisar), Pedang Bangsawan dan Pedang Jelata.”

Zhuang Zi Nasihati Raja Hui Wen

Di masa Negara Berperang (Abad ke 5 SM – 221 SM), Raja Hui Wen dari Negeri Zhao sangat menyukai pertunjukan tanding pedang. Ia memelihara lebih dari 3000 orang pesilat yang mahir ilmu pedang untuk terus saling duel siang dan malam. Setiap tahun lebih dari 100 orang mati atau cedera. Karena tenggelam dalam hobinya terhadap pedang, pemerintahan Negeri Zhao pun tidak digubris lagi dan negara pun menjadi kacau, maka sejumlah bangsawan mulai berkasak-kusuk hendak menyerang Negeri Zhao.

Putra mahkota Li sangat mengkhawatirkan kondisi ini, maka ia pun memutuskan untuk menasihati sang ayah. Pangeran Li berkata pada bawahannya, “Siapa yang mampu menghimbau Sri Baginda Raja agar berhenti mempertandingkan para ahli pedang, membubarkan mereka, maka aku akan menghadiahkan seribu tail emas padanya.”

Salah seorang bawahan berkata, “Zhuang Zi mampu menasihati Sri Baginda Raja.”

Akhirnya, pangeran pun memerintahkan seorang kurir agar mengundang Zhuang Zi (dibaca: Cuang Ce, ahli falsafat terpopuler pada pertengahan Zaman Negara Berperang serta tokoh yang amat penting dalam Taoisme selepas Laozi) datang ke istana dan memberinya 1000 tail emas. Zhuang Zi berkata dirinya tidak mau menerima apa pun, ia beserta kurir itu datang ke istana untuk menemui pangeran, dan berkata pada pangeran, “Paduka memberi hamba 1000 tail emas, apakah Paduka ingin hamba melakukan sesuatu?”

Pangeran berkata dengan sopan /rendah hati, “Aku mendengar kau sangat mumpuni, maka menghadiahkan sedikit emas sebagai biaya sehari-hari bagi para pengikutmu, tapi kau tidak mau menerimanya, mana berani aku berkata-kata lagi?”

Zhuang Zi berkata, “Hamba mendengar paduka berniat meminta hamba agar menasihati Sri Baginda Raja Zhao menghentikan kesukaannya, ini masalah sangat sulit! Salah sedikit nyawa taruhannya, tapi hamba tetap ingin mencobanya.”

Mendengar penuturannya pangeran sangat senang, dan berkata, “Kau berniat membantu, aku sangat berterima kasih, akan tetapi, ayahku hanya bersedia menemui ahli pedang, dan enggan bertemu dengan orang awam.”

Zhuang Zi berkata, “Tidak apa-apa, hamba juga sangat mahir bermain pedang.”

Pangeran berkata, “Para ahli pedang yang ditemui ayahku semuanya berambut gondrong awut-awutan, berjenggot dan ber-godek, mengenakan topi berwibawa, kedua mata melotot, berekspresi marah sampai tidak bisa berbicara dengan jelas. Semakin bengis, ayahku semakin suka. Sedangkan engkau mengenakan pakaian cendekiawan untuk menemuinya, pasti akan menabrak tembok.”

Zhuang Zi berkata, “Kalau begitu, mohon Paduka buatkan hamba satu stel busana pesilat pedang!”

Tiga hari kemudian, busana pesilat pedang selesai dibuat. Zhuang Zi mengenakannya, dan lewat perkenalan oleh pangeran, Zhuang Zi menemui Raja Hui Wen. Dengan tangan membawa pedang tajam Raja Hui Wen berkata pada Zhuang Zi, “Apa yang hendak kau katakan padaku?”

Zhuang Zi menjawab, “Hamba dengar Sri Baginda sangat suka mengadu pedang, jadi hamba menemui Sri Baginda untuk urusan adu pedang.”

Raja Zhao bertanya, “Keahlian istimewa apa yang engkau miliki?”

“Jurus pedang hamba dalam sepuluh langkah bisa membunuh satu orang, kemana pun hamba pergi, tiada menemui lawan”, kata Zhuang Zi,

“Berarti tak terkalahkan di seluruh kolong jagad! Engkau istirahatlah dulu, tunggu perintahku, akan kusuruh orang untuk melawanmu,” sahut raja Zhao dengan amat senang.

Lalu, Raja Zhaou pun mengumpulkan 3000 orang pesilat pedangnya, dan menyuruh mereka untuk bertanding, tujuh hari kemudian terpilihlah enam orang ahli pedang, mereka pun disuruh untuk bertanding dengan Zhuang Zi.

Hari ke-8, Raja Zhao memanggil Zhuang Zi dan berkata padanya, “Hari ini aku ingin melihat bagaimana kau mainkan jurus pedangmu.”

“Bagus! Hamba sudah menunggu berhari-hari.”

Raja Zhao bertanya, “Pedang jenis apa yang kau gunakan?”

“Pedang apapun hamba bisa menggunakannya. Tapi hamba memiliki tiga jenis pedang, yang hanya bisa digunakan oleh seorang raja, mohon perkenan Sri Baginda agar hamba menyelesaikan penjelasan hamba lalu baru bertanding?” Jawab Zhuang Zi tanpa rasa takut.

“Baiklah! Coba engkau jelaskan ketiga jenis pedang itu,” pinta sang Raja.

Zhuang Zi memandang sekeliling, dan dengan santai ia menjawab, “Ada pedang putra langit, pedang bangsawan, dan pedang jelata.”

“Apa yang dimaksud dengan Pedang Putra Langit…?” tanya Raja Zhao dengan penasaran.

Pedang Putra Langit adalah kota Shicheng di Negeri Yan sebagai ujungnya yang runcing, gunung Taishan di Negeri Qi sebagai mata pisau, dan (negeri-negeri) Han dan Wei sebagai gagang pedang. Ia menggunakan prinsip lima elemen untuk membentuk langit dan bumi; mengikuti perubahan Yin dan Yang (unsur negatif dan positif), kemana pun diarahkan tiada yang mamu menghadang, sangat berkuasa, mampu menggerakkan langit menggeser bumi. Hanya dengan pedang ini, sudah cukup untuk meredam para bangsawan, dan menyatukan seluruh negeri, itulah Pedang Putra Langit.

Pedang Bangsawan adalah pedang dengan para ksatria sebagai ujung pedang, para pejabat bersih sebagai mata pisaunya, para orang bijak sebagai punggung pedangnya, kaum cendikia setia sebagai lingkar gagangnya, dan para pendekar sebagai gagang pedang. Pedang ini juga tak terkalahkan, fleksible terhadap berbagai situasi dan perubahan, seusai dengan kehendak rakyat, hanya dengan pedang ini, para bangsawan akan tunduk, seluruh negeri pun damai. Inilah pedang bangsawan.” Demikian penjelasan Zhuang Zi dengan panjang lebar.

“Lalu, apa yang dimaksud pedang (rakyat) jelata?” tanya Raja Zhao.

Zhuang Zi berkata, “Pedang jelata adalah berambut acak-acakan, berkumis dan berjenggot lebat, mata melotot, dan saling membabat, ini tidak ada bedanya dengan adu ayam, sama sekali tidak berguna bagi negara.”

Sampai disini, Zhuang Zi berhenti sejenak sambil memandang Raja Zhao, lalu melanjutkan, “Sri Baginda sekarang memegang kekuasaan sebagai Putra Langit (kaisar/raja), tapi masih menyukai pedang rakyat jelata, menurut hamba Sri Baginda terlalu dangkal.”

Mendengar kata-kata Zhuang Zi, Raja Zhao sangat malu, tangan Zhuang Zi ditariknya dan diajak masuk ke aula istana, para pelayan pun diperintahkan untuk menggelar pesta, Raja Zhao berkali-kali mengitari aula tempat pesta itu sambil berkata pada Zhuang Zi, “Untung engkau telah menyadarkan diriku!”

“Silahkan Sri Baginda Raja duduk dengan tenang, ketiga jenis pedang sudah hamba jelaskan semuanya,” kata Zhuang Zi.

Akhirnya, Raja Zhao bertekad untuk berubah, selama tiga bulan berturut-turut sang Raja tidak keluar istana, dan ternyata mulai berkonsentrasi penuh menata pemerintahan negerinya. Salam kebajikan (Sumber)

Tidak ada komentar:
Write komentar