|
Welcome To My Website Kebajikan (De 德)......KEBAJIKAN ( De 德 ) Mengucapkan Xin Nian Kuai Le (新年快乐) 2571 / 2020...Xīnnián kuàilè, zhù nǐ jiànkāng chángshòu, zhù nǐ hǎo yùn..Mohon Maaf Blog ini masih dalam perbaikan....Dalam era kebebasan informasi sekarang, hendaknya kita dapat lebih bijak memilah, mencerna dan memilih informasi yang akurat. Kami menempatkan kepentingan pembaca sebagai prioritas utama. Semangat kami adalah memberikan kontribusi bagi pembaca agar dapat meningkatkan Etika dan Moral dalam kehidupan serta meningkatkan Cinta kasih tanpa pamrih pada sesama baik dalam lingkup lingkungan sekitar maupun lingkup dunia dan menyajikan keberagaman pandangan kehidupan demi meningkatkan pemahaman dan penghargaan terhadap kehidupan. Tanpa dukungan Anda kami bukan siapa-siapa, Terima Kasih atas kunjungan Anda

Jumat, 16 September 2016

Keluarga Adalah Segalanya

 


KEBAJIKAN ( De 德 ) -  Pada suatu hari, seorang pria muda bernama Kikuk berjalan-jalan menghabiskan waktu di sebuah pusat perbelanjaan. Karena merasa haus, Kikuk membeli segelas minuman yang dapat ditenteng, dari sebuah gerai minuman terkenal.

Suatu ketika, seseorang yang tidak dikenal, menyenggol gelas minuman yang tepat berada di depan mulutnya. Akibatnya gelas plastik tersebut terhempas jatuh ke lantai, sedangkan isi minuman terpercik dan mengotori sebagian pakaiannya.

Secara spontan, pengunjung tadi berkata : "Maafkan atas kekhilafanku..."

Kikuk membalasnya : "Oh... Tidak apa-apa... Tidak masalah...."

Berbasa-basi sebentar dan akhirnya mereka berpisah dalam suasana keakraban seperti tidak terjadi apa-apa sebelumnya.

Sesampainya di rumah, Kikuk teringat janji untuk menghubungi salah satu rekan bisnis. Saat sedang asyik berdiskusi, tiba-tiba puteri Kikuk memukul-mukul punggung ayahnya dan berteriak : "Papa jahat... Pulang ke rumah tidak bilang-bilang, padahal saya lapar ingin dibelikan burger..."

Pukulan yang tiba-tiba membuat Kikuk terlonjak dari tempat duduknya. Seketika nada suara Kikuk berubah menjadi keras dan kasar : "Pergi sana...!!! Jangan ganggu papa yang sedang berbicara..."

Puteri Kikuk masih berupaya bergayut di lengan kiri sang ayah, namun ditepis dengan sekali hentakan yang membuat tubuh mungil ini terjerambab ke lantai. Terdengar tangis kesakitan dari si kecil, namun belum juga memudarkan emosi Kikuk yang sempat tersulut sebelumnya.

Kikuk berteriak kembali : "Anak bandel... Pergi sana... Jangan ganggu Papa, atau nanti papa rotan kakimu..."

Mendengar ancaman dari ayahnya, puteri Kikuk segera berlalu dari ruangan ayahnya, masuk ke dalam kamar, sambil menahan rasa sakit di dahinya.

Setelah selesai berteleponan ria dengan koleganya, Kikuk bergegas ke kamar puteri tunggalnya, namun tidak mendapat sahutan. Kikuk menyadari bahwa puterinya sedang merajuk dan tidak ingin berkomunikasi dengan dirinya.

Saat malam tiba, Kikuk membaringkan tubuhnya di atas springbed empuk. Pikirannya masih melayang ke peristiwa tadi siang, yang menyebabkan puterinya marah dan sedikit benjol di keningnya.

Tiba-tiba terdengar suara halus berbisik : "Kamu telah melakukan kesalahan fatal. Terhadap anak isterimu kamu berulang kali melakukan kekerasan dan penganiayaan, sedangkan terhadap orang lain, kamu justru berperilaku begitu baik dan santun. Kamu sungguh tidak adil. Oleh karena itu, Aku akan menyuruh malaikat untuk mencabut nyawamu...."

Kikuk berteriak : "Maafkan diriku... Saya menyesal telah melakukan kesalahan. Tidak sepantasnyao

saya melakukan kekerasan terhadap buah hatiku..."

Suara halus itu berkata : "Sungguh disayangkan, waktumu tidak ada lagi. Semuanya sudah terlambat... Sebelum Aku mengambil hidupmu, akan Kutunjukkan lorong waktu setelah kematianmu..."

Kikuk merasa ketakutan setengah mati. Dia tidak menyangka perbuatan kasar tadi siang akan berakibat fatal. Tidak berapa lama lagi, sukma Kikuk akan berpisah dari tubuhnya, seiring dengan berhentinya nafas kehidupannya.

Suara halus itu berujar lagi : "Saat engkau berurusan dengan orang yang tidak kamu kenal, maka kamu terlihat begitu ramah walaupun mereka telah melakukan tindakan yang merugikan dirimu. Saat itu kamu mengedepankan etika sopan santun. Namun, saat berhadapan dengan puteri yang engkau kasihi, seketika dirimu berubah bagaikan seekor binatang buas yang akan menerkam mangsanya. Kamu sungguh tidak adil dan tidak berguna sama sekali..."

Hening, sunyi dan tenang. Begitulah gambaran situasi yang terjadi dalam kamar tidur Kikuk.

Suara halus : "Lihatlah apa yang terjadi setelah dirimu meninggal dunia... Cermati apa yang dilakukan teman-teman, rekan bisnis, para sahabat, tetangga serta sanak saudara, anak dan isterimu, saat engkau telah menghembuskan nafas terakhir."

Dalam sekejap, waktu kematian Kikuk pun tiba. Tubuhnya tidak dapat digerak-gerakkan lagi. Terbujur kaku. Rohnya telah melayang meninggalkan tubuhnya.

Beberapa jam kemudian, Kikuk melihat beberapa orang teman dunia maya menjenguk jasadnya. Memanjatkan doa dengan penuh ketulusan seraya menitikkan air mata.

Namun sebagian besar dari mereka hanya mengucapkan kalimat bela sungkawa turut berdukacita di halaman komen di akun medsos milik Kikuk dengan menuliskan tiga huruf singkat RIP. Bahkan ada yang hanya melihat pemberitahuan ini dan berpindah ke halaman lain, tanpa mengucapkan sepatah katapun.

Rekan-rekan sejawat, teman bisnis dan para sahabat Kikuk, hampir semua datang menjenguk, sekilas menatap tubuh Kikuk yang sudah kaku membiru. Tidak berapa lama kemudian, mereka mulai membentuk kelompok-kelompok kecil untuk mengobrol bercengkerama di halaman rumah, tertawa cekakak cekikik dalam suasana tanpa kesedihan, bahkan ada yang berbisik-bisik membicarakan aib Kikuk sambil tersenyum-senyum.

Tetangga dan sanak saudara, datang ke rumah duka, ikut meringankan tangan membantu apa saja yang perlu dibantu. Ada yang ikhlas namun tidak sedikit yang terpaksa karena sungkan jika hanya berpangku tangan. Setelah waktunya pulang, maka mereka akan pulang meninggalkan rumah duka.

Setelah para tamu pulang, tinggallah suara isak tangis yang tiada henti dari anak-anak dan isteri Kikuk. Anak-anak Kikuk yang masih belum dewasa menangis di pangkuan ibunya. Puteri kesayangan Kikuk mulai meningkat emosi kedukaannya, meraung-raung histeris, berupaya menggapai jasad ayahnya, namun selalu dihalangi oleh sang ibu.

Tidak berapa lama kemudian, isteri Kikuk jatuh pingsan kembali, untuk ke sekian kali, dan terpaksa dipapah oleh saudara-saudaranya yang masih setia menemani keluarga Kikuk.

Melihat kejadian ini, Kikuk merasa sangat bersalah dan bersedih hati, ingin segera mendekap anak isterinya dengan penuh kehangatan. Namun apa daya, Kikuk tidak mampu melakukan apa-apa selain hanya melihat saja.

Kikuk teringat betapa sering dia menolak ajakan bermain dari anak-anaknya yang mulai bertumbuh, mengacuhkan panggilan mereka dan mengabaikan perhatian kepada mereka, bahkan tidak jarang membentak kasar atau memukul dengan keras hanya karena sedang asyik berselancar di dunia maya, berteleponan hingga berjam-jam dan selalu sibuk dengan aplikasi smartphonenya.

Tujuh hari sejak kematian Kikuk...

Teman-teman Kikuk sudah mulai melupakan dirinya. Mereka tidak pernah lagi membicarakan Kikuk dan tiada lagi doa yang disampaikan oleh mereka agar Kikuk tenang di alam baka.

Tetangga, sahabat dekat dan sanak saudara masih menyampaikan doa untuk Kikuk di hari ketujuh ini. Sementara itu, isteri Kikuk tetap diselimuti kesedihan yang begitu dalam. Anak-anak Kikuk masih sering memimpikan kehadiran ayah tercinta dan kerapkali terbangun di tengah malam memanggil-manggil ayahnya. Si kecil selalu melihat-lihat ke jendela atau berdiri mematung di pintu menunggu kepulangan sang ayah.

Empat puluh hari setelah kematian Kikuk...

Teman-teman, tetangga dan saudara sudah melupakan keberadaan Kikuk. Tiada lagi topik pembicaraan mengenai dirinya. Semua sudah kembali normal. Tidak ada lagi doa yang disampaikan untuknya.

Sementara itu, isteri dan anak-anak Kikuk sudah tidak lagi meneteskan air mata, sudah dapat tersenyum, walaupun raut kesedihan akan kehilangan orang yang mereka kasihi masih nyata terlihat. Sesekali mereka masih sering melamun dan terus menerus memanjatkan doa agar Kikuk tenang di alam surgawi.

10 tahun telah berlalu...

Anak-anak Kikuk sudah tumbuh menjadi anak remaja yang cantik dan ganteng. Di dapur, Kikuk melihat betapa repotnya isteri tercintanya menyiapkan makanan untuk seluruh keluarga. Nampak gurat-gurat keriput akibat termakan usia. Dan mungkin terlalu lelah saat menjadi seorang single parent.

Hari ini, tepat tanggal 24 yang merupakan tanggal kelahiran Kikuk, mereka semua bersiap-siap mengadakan ziarah kubur ke pusara Kikuk.

Saat melihat ketulusan dan keikhlasan dari seluruh anggota keluarga kecilnya dalam memanjatkan doa dengan khusyuk, seakan-akan Kikuk baru saja meninggalkan mereka semua, tidak terasa Kikuk meneteskan air mata kepiluan. Dirinya sangat menyesal telah melakukan kesalahan yang berakibat dirinya harus berpisah selama-lamanya dengan mereka yang dia kasihi. Dia ingin kembali ke dunia nyata...

Sampai bertahun-tahun, anak-anak dan isteri Kikuk masih terus mengirimkan rangkaian bait doa agar Kikuk selalu berbahagia di akhirat.

Masih terngiang permohonan doa puterinya beberapa waktu lalu : "Seandainya saja papa masih ada, pasti tidak akan ada laki-laki yang berani berbuat tidak sopan kepadaku. Ayah, kembalilah ke pangkuan kami... Kami sangat merindukan dirimu..."

Tiba-tiba.... Brukkkk...

Kikuk merasakan tubuhnya sakit dan kepalanya nyut-nyutan karena terbentur lantai. Kikuk berusaha bangun dan ternyata dia dapat melakukannya. Dengan perlahan, dia bangkit dari atas lantai.

Kikuk mengucap syukur : "Terima kasih Tuhan, ternyata saya cuma bermimpi. Namun mimpi itu terasa begitu nyata. Saya mau berubah, tidak akan berbuat kasar lagi kepada keluargaku. Saya tidak mau berpisah dengan mereka..."

Dengan langkah perlahan, Kikuk pergi ke kamar puterinya yang tidak terkunci. Kikuk mendekap erat tubuh mungil itu, membelai lembut rambutnya. Di sudut matanya masih terlihat air mata yang belum mengering. Kikuk merasa kasihan sekali.

Kikuk berbisik : "Anakku, papa minta maaf telah berlaku kasar terhadapmu. Papa berjanji tidak akan mengulanginya lagi..."

Tubuh mungil itu berbalik, melihat wajah sang ayah sambil tersenyum : "Papa, sejak awal saya sudah memaafkan perbuatan Papa. Saya tadi berdoa meminta petunjuk dari Tuhan, memohon agar papa mau memeluk diriku. Makanya pintu kamar tidak saya kunci. Saya juga mohon maaf karena bermanja-manja tidak pada tempatnya...."

Isteri Kikuk dan anaknya yang lain, melihat kejadian mengharukan ini dari balik pintu. Mereka mendengar semua percakapan dengan jelas. Akhirnya mereka ikut nimbrung memeluk tubuh Kikuk.

Kikuk : "Papa benar-benar mencintai kalian semua... Mari kita saling mengingatkan jika ada perbuatan yang kurang pantas terjadi di rumah ini..."

Mereka serentak menjawab : "Kami juga mencintai dirimu, Papaaaa...."

Sobatku yang budiman...

Apakah kita menyadari bahwa seandainya ajal kita datang secara tiba-tiba, maka orang yang paling bersedih adalah keluarga kita, anak-anak, isteri atau suami kita. Mereka akan larut dalam suasana duka sepanjang hidup mereka. Keluarga kitalah kelak yang paling rajin mengirimkan doa agar kita tenang dan bahagia di surga.

Sementara itu...

Perusahaan tempat kita bekerja, dengan mudah mencari pengganti kita dalam hitungan hari. Jasa kita tidak akan diingat-ingat lagi, sirna seiring dengan berjalannya waktu.

Teman-teman dan kerabat kita akan melupakan kita. Menghapus segala kenangan tentang kita. Menutup buku kehidupan kita dan menggantinya dengan buku kehidupan baru dengan tokoh cerita yang baru juga.

Marilah kita berlaku adil dan seimbang dalam perbuatan. Kita boleh dan wajib berlaku baik kepada orang lain, namun kita harus berbuat lebih baik lagi kepada keluarga tercinta kita. Sebab bersama merekalah, kita dapat mereguk nikmat-nikmat kebahagiaan seutuhnya baik di dunia maupun di akhirat. Salam kebajikan #firmanbossini

Tidak ada komentar:
Write komentar