Ketika kita mendengar perkataan desa tanpa suara, didalam benak kita
akan membayangkan sebuah desa yang sepi dan tenteram, tetapi ketika
Susan sampai di desa tersebut, dia mendengar berbagai suara keributan,
seperti pandai besi yang sedang memukul besi.
Di desa itu suara tukang perabot yang menggergaji papan juga terdengar,
suara lonceng sado, suara dengkur orang tua, anak-anak yang membaca
dengan suara keras, tukang sayur yang meneriaki dagangannya, suara
tersebut sangat membisingkan telinga.
Keanehan dari seluruh penduduk adalah kelihatannya sangat tenang,
mereka seolah-olah tidak mendengar semua suara tersebut. “Apakah kalian
semua tuli,?” Susan bertanya kepada seorang pemuda. “Jika kami memang tuli, mana mungkin bisa mendengar perkataanmu?” jawab
pemuda itu. “Kami semua memiliki pendengaran yang khusus, semua orang
mengatakan ini adalah pendengaran khusus yang dimiliki terpidana hukuman
mati,” kata pemuda itu.
“Pendengaran khusus yang dimiliki terpidana hukuman mati? Apa
artinya?,” Susan sangat penasaran mengejar pemuda tersebut bercerita
terus, pemuda ini kemudian menceritakan sebuah cerita yang aneh. Pemuda
itu mengatakan pada awalnya 20 orang yang tinggal didesa tanpa suara,
mereka adalah terpidana hukuman mati beserta keluarga mereka. Cerita ini
terjadi sudah lama sekali.
Dahulu ada seorang raja yang sangat percaya kepada Buddha, selalu
mengundang biksu berceramah. Pada suatu hari setelah selesai berceramah
biksu tiba-tiba meminta raja memilih 20 orang terpidana hukuman mati
kehadapannya, dia membagikan kepada mereka masing-masing segelas air,
meminta mereka meletakkan gelas tersebut diatas kepala mereka, berjalan
mengelilingi taman dan kembali kehadapannya.
Biksu berkata kepada mereka, “Jika setelah kalian mengelilingi taman
dapat pulang dengan air yang tidak tumpah dari gelas ini, saya akan
meminta raja menghapus hukuman mati kalian.”
Demi membuat suasana tidak begitu tegang, biksu memanggil kelompok
orchestra memainkan musik untuk mereka. Setelah beberapa waktu,
terpidana mati ini satu persatu sampai ke tempat semula, air yang
terdapat digelas diatas kepala mereka setetespun tidak meluap keluar.
Biksu bertanya kepada mereka, “Apakah kalian tadi mendengar suara
musik?." Semua terpidana mati menjawab, “Tidak mendengar.”
Biksu lalu berkata kepada raja, “Terpidana mati ini memiliki kemauan
dan tekad yang besar demi mempertahankan hidup mereka. Seluruh perhatian
mereka hanya terkonsentrasi kepada segelas air dikepala mereka, oleh
sebab itu mereka tidak mendengar suara musik disebelah mereka.”
“Paduka, jika kelak paduka dapat memiliki kemauan yang besar dan hati
yang teguh ini terhadapan ajaran Buddha alangkah baiknya!,” kata biksu
itu. Raja setelah mendengar perkataan biksu segera tersadar, dia lalu
melepaskan semua terpidana mati ini, dia juga bertekad akan belajar
dengan baik semua ajaran Budha.
Kedua puluh orang terpidana ini datang ke desa ini, memulai hidup baru
mereka. Mereka sekarang juga sudah bertobat dan percaya kepada Buddha,
dan menyadari perbuatan mereka dahulu yang membunuh dan merampas
kekayaan orang lain ada perbuat salah besar.
Oleh sebab itu mereka selalu mengajarkan kepada keturunan mereka
“kehendak yang kuat dapat merubah indera, pikiran dan kehidupan
seseorang. Kalian sendiri harus mempunyai tekad yang kuat, jadilah tuan
untuk diri sendiri, jangan membiarkan kehidupan duniawi mengotori hidup
Anda.”
Tidak ada komentar:
Write komentar