Dahulu seorang sastrawan yang bernama Wang Xiaoyuan menceritakan sebuah
kisah nyata. Dikisahkan ada seorang bhiksu yang melewati sebuah rumah
jagal, tiba-tiba dia menangis, perasaannya sangat sedih. Orang sekitar
yang melihatnya merasa heran, lalu menanyakan kenapa dirinya begitu
sedih?
Biksu tua ini berkata, “Cerita ini sangat panjang, saya bisa mengingat 2
kali kehidupan masa lalu saya. Yang pertama adalah ketika itu saya
dilahirkan menjadi seorang penjagal binatang, ketika berusia sekitar 30
tahun saya meninggal. Ketika saya meninggal arwah saya ditangkap oleh
pengawal neraka dan dibawa bertemu dengan raja neraka. Raja neraka
memutuskan, karma membunuh binatang saya terlalu banyak, lalu saya
dihukum dengan karma besar”.
“Pada saat itu saya hanya merasa terombang-ambing, seperti mabuk,
kepala saya sangat sakit dan panas, tiba-tiba terasa ada angin sejuk,
rupanya saya telah dilahirkan kembali disebuah kandang babi menjadi
babi,” kata bhiksu itu.
Sembari mengingat masa lalu biksu itu berujar, “Pada saat itu ketika
saya tidak menyusu lagi, saya menyadari makanan babi itu sangat kotor,
tetapi karena saya sangat lapar, terpaksa saya memakan makanan tersebut.
Lama kelamaan, saya sudah mengerti bahasa babi, selalu mengobrol dengan
para babi. Diantara mereka yang bisa mengingat masa lalunya juga sangat
banyak, hanya mereka tidak bisa mengatakannya kepada manusia, kami tahu
pada suatu hari pasti akan dijagal, oleh sebab itu kami selalu
mengeluarkan suara erangan karena memikirkan masa depan yang
menyedihkan”.
Mengenai kehidupan babi biksu itu berkata, “Di mata dan bulu mata kami
selalu tergantung air mata, karena kami tahu hidup kami sangat
menyedihkan. Kami terlihat bodoh dan lamban, kulit kami tipis, ketika
musim panas, seluruh badan seperti terbakar, oleh sebab itu kami hanya
dapat memendamkan tubuh di dalam lumpur, sehingga terasa agak nyaman,
bulu kami sangat jarang dan keras, ketika musim dingin kami kedinginan,
ketika sudah dewasa, hanya menunggu waktu dijagal.”
Tidak hanya itu, dia menceritakan tentang penderitaan yang dialaminya,
“Ketika ditangkap orang, didalam hati sudah tahu pasti sudah akan mati,
tetapi masih berusaha lari menghindar, nadi berdenyut dengan kencang,
perut keram. Terkadang keempat kaki kami diikat di bambu tubuh terbalik
diangkat pergi, rasanya lebih sakit daripada hukuman cambuk narapidana,
setelah tiba dirumah jagal, penjagal meletakkan kami dilantai, hati
sangat takut, ada yang langsung dijagal, dan ada yang menunggu beberapa
hari. Penderitaan psikologis ini bahkan lebih tak tertahan lagi.”
Biksu itu juga menceritakan saat-saat dirinya dijagal, “Ketika saya
dijagal, melihat pisau penjagal, karena ketakutan kepala terasa
berkunang-kunang akan pingsan, seluruh badan lemas, hanya dapat
memejamkan mata menunggu ajal tiba. Pertama-tama penjagal terlebih
dahulu mengambil pisau menggorok leher saya, kemudian menampung darah
saya, penderitaan pada saat itu tak dapat dikatakan dengan perkataan,
meminta segera mati tetapi tida bisa, ketika darah sudah habis menetes,
penjagal dengan pisaunya menusuk ke jantung saya, sakitnya tidak
terhingga, pada saat ini saya tidak bisa berteriak lagi.”
Menjelang kematiannya saat reinkarnasi menjadi babi ia berujar, “Pada
saat itu arwah saya meninggalkan tubuh babi, ketika saya siuman, saya
telah reinkarnasi menjadi manusia. Karena raja neraka mengetahui saya
melakukan beberapa kebaikan, saya diberi kesempatan menjadi manusia
lagi, ini adalah kehidupan sekarang.”
Biksu itupun berkata, “Tadi ketika saya melewati rumah jagal tersebut,
melihat babi tersebut dijagal, saya teringat kepada penderitaan saya
yang dahulu, dan saya tahu penjagal tersebut juga akan menderita
penderitaan tersebut, oleh sebab itu saya menangis dan merasa sangat
sedih.” Mendengar kisah dari biksu itu, penjagal tersebut segera berhenti dari pekerjaannya, berganti menjadi penjual sayur.
Tidak ada komentar:
Write komentar