Di kaki gunung Hefu terdapat sebuah temple yang didedikasikan untuk nenek Wang Po. Orang tidak mengetahui kapan nenek Wang itu hidup, tetapi orang mengatakan bahwa beliau hidup berjualan arak yang dibuatnya sendiri.
Para pedagang yang berjalan jauh mampir untuk menghilangkan capeknya sambil menikmati arak dan makanan kecil.
Para pedagang yang berjalan jauh mampir untuk menghilangkan capeknya sambil menikmati arak dan makanan kecil.
Sambil berbicara pendeta taoist itu mengunakan kepandaiannya membuat suatu sumur dan ternyata sumur itu berisi arak yang paling enak rasanya. Pendeta itu berkata sambil (menyembah) :”Inilah bayaranku pada ibu, banyak terima kasih atas kebaikan ibu.” Lalu dia pun pergi dengan bersenyum.
Ibu Wang tidak perlu lagi membuat arak lagi, beliau setiap hari mengambil sebanyak-banyaknya arak itu dari sumur itu dan tidak pernah kehabisan. Banyak orang berbondong-bondong untuk membeli araknya yang terkenal enak sampai diluar daerahnya. Dalam jangka waktu tiga tahun ibu Wang menjadi kaya.
Pada suatu hari pendeta itu datang ke toko arak ibu Wang dan beliau mengucapkan banyak trima kasih atas budi kebaikan pendeta taoist ini. Pendeta itu bertanya :” bagaimana penjualan arak ibu?” Ibu Wang menjawab dengan ketawa :”sangat baik, hanya aku kekurangan endapan arak untuk makanan babiku.”
Pendeta itu ketawa dan menulis sebuah kalimat didinding yang dibaca sebagai berikut :
Langit itu tinggi
Tetapi tidak setinggi keinginan manusia
Air sumur dijual sebagi arak
Tokh masih kekurangan endapan buat makanan babinya!
Tetapi tidak setinggi keinginan manusia
Air sumur dijual sebagi arak
Tokh masih kekurangan endapan buat makanan babinya!
Pendeta itu lalu pergi dan sumur itu tidak lagi menghasilkan arak. Ini adalah sebuah legenda Tiongkok mengenai ambisi dan kematerialan manusia. Karangan ini asalnya ditulis oleh Jiang Yingke dalam abad ke limabelas dari buku Äncient Chinese Fables.
Tidak ada komentar:
Write komentar