Di dalam budaya Tiongkok kuno, ketat mematut diri dan toleran pada orang
lain merupakan salah satu prinsip seorang pria yang sejati, digunakan
untuk mendisiplinkan diri sendiri dan memperlakukan orang lain di
masyarakat.
Ini merupakan manifestasi kebaikan dari seorang manusia sejati.
Dengan ketat mematut diri adalah karakter yang mulia, mencakup perilaku yang benar dan peningkatan diri. Toleran pada orang lain berarti memiliki hati yang belas kasih dan pemaaf. Maka seorang manusia sejati tahu dengan pasti kapan ia bersimpuh dan kapan ia berdiri dengan tegak. Ketika ia berdiri, kakinya tidak gemetaran dan ketika ia bersimpuh, ia tidak merasa malu dengan wajah yang memerah.
Dalam sebuah rumah makan seorang pelayan menumpahkan kopi pada sepatu kulit seorang pelanggan tanpa sengaja. Pelayan itu terus menerus meminta maaf pada pelanggannya dengan kaki gemetaran.
Ini merupakan manifestasi kebaikan dari seorang manusia sejati.
Dengan ketat mematut diri adalah karakter yang mulia, mencakup perilaku yang benar dan peningkatan diri. Toleran pada orang lain berarti memiliki hati yang belas kasih dan pemaaf. Maka seorang manusia sejati tahu dengan pasti kapan ia bersimpuh dan kapan ia berdiri dengan tegak. Ketika ia berdiri, kakinya tidak gemetaran dan ketika ia bersimpuh, ia tidak merasa malu dengan wajah yang memerah.
Dalam sebuah rumah makan seorang pelayan menumpahkan kopi pada sepatu kulit seorang pelanggan tanpa sengaja. Pelayan itu terus menerus meminta maaf pada pelanggannya dengan kaki gemetaran.
Tanpa
sepatah kata omelan, si pemilik rumah makan itu mengambil sapu tangannya
dan membungkuk untuk membersihkan tumpahan kopi diatas sepatu
pelanggannya itu. Ia melakukannya tanpa rasa canggung dan begitu tenang,
seperti melayani diri sendiri ataupun keluarganya. Perlakuan itu tidak
membuat si pelanggan merasa kikuk maupun si pelayan itu merasa malu.
Selang
beberapa tahun kemudian, si pelayan yang menumpahkan kopi itu akhirnya
berhasil memiliki rumah makan sendiri. Ia merasa berhutang budi kepada
mantan majikan itu atas keberhasilan yang telah dicapainya, melalui
insiden yang menimpanya pada waktu itu. Setiap kali teringat akan
kejadian tersebut, dengan jelas tergambar di dalam ingatannya bagaimana
si majikan itu langsung membungkukkan badannya.
Apabila Anda menyimpulkan dari kejadian itu sebagai siapa yang lebih unggul dan siapa yang pecundang, maka anda keliru.
Tidak ada komentar:
Write komentar