Nasib manusia secara tidak terlihat sudah diatur oleh
Tuhan dengan sangat teliti, jika bukan demikian maka siapa pun tidak
akan bisa meramal nasib.
Tetapi nasib manusia jelas bukan tidak ada perubahan sama sekali, tepatnya dapat dikatakan di dalam kekaburan terdapat kepastian, di dalam kekaburan juga terdapat perubahan.
Pada saat manusia memilih demi kebaikan ataupun demi kejahatan, hal ini dapat menyebabkan nasib kita terjadi perubahan yang sepadan terutama pada saat memilih untuk berkultivasi maka nasib akan mengalami perubahan total. Pada Dinasti Ching ada seorang yang bernama Li Heng, alias Yuen Wen, berasal dari negara Qiao ( Kabupaten Bo, Provinsi An Hui ).
Tetapi nasib manusia jelas bukan tidak ada perubahan sama sekali, tepatnya dapat dikatakan di dalam kekaburan terdapat kepastian, di dalam kekaburan juga terdapat perubahan.
Pada saat manusia memilih demi kebaikan ataupun demi kejahatan, hal ini dapat menyebabkan nasib kita terjadi perubahan yang sepadan terutama pada saat memilih untuk berkultivasi maka nasib akan mengalami perubahan total. Pada Dinasti Ching ada seorang yang bernama Li Heng, alias Yuen Wen, berasal dari negara Qiao ( Kabupaten Bo, Provinsi An Hui ).
Pada
waktu muda, ada seorang biksu datang ke rumahnya dan bicara padanya,
“Anda memiliki keberuntungan dan musuh yang datang bersamaan, setelah
menerima keberuntungan, musuh dan musibah juga ikut datang. Kalau Anda
rela miskin dan konsentrasi belajar darma Buddha, tidak menuju ke jalur
menjadi pejabat negara, maka keberuntungan Anda akan bertambah, musibah
Anda akan musnah dengan sendirinya. Anda harus melakukan apa yang
terbaik!” Sifat Li Heng sangat terburu nafsu, ditambah lagi ia
dilahirkan dari keluarga yang miskin, hanya memperhatikan menjadi
pejabat negara bisa mencapai kedudukan seberapa tinggi, sama sekali
tidak tertarik untuk belajar Dharma Buddha.
Biksu
itu menghadiahinya sebuah kitab suci, Li Heng tidak bersedia
menerimanya. Ia tetap ingin bertanya apakah dengan menjadi pejabat ia
bisa mendapatkan jabatan yang lebih tinggi. Biksu berkata, “Bisa menjadi
pejabat tinggi, paling tinggi bisa menjabat kepala daerah tiga
kabupaten. Kalau sudah menjadi bupati lalu berhenti, maka ini masih
boleh dilakukan.” Li Heng berujar, “Asalkan saat ini saya bisa kaya dan
berkedudukan tinggi, siapa yang masih mengkhawatirkan bencana di
kemudian hari?”
Malam itu biksu tinggal di
rumahnya. Saat Li Heng bangun di malam hari, ia melihat seorang biksu
seorang diri tidur memenuhi seluruh ranjangnya, pada saat ia masuk ke
dalam mengajak keluarganya melihat, biksu itu berubah menjadi burung
besar berada di balok atap, saat pagi hari ia kembali ke wujud semula.
Li Heng baru mengantarnya keluar pintu, dalam sekejap ia sudah tidak
terlihat lagi, sampai di sini Li Heng baru menyadari bahwa dia adalah
seorang Dewa.
Setelah itu Li Heng menyembah Buddha
dan membaca kitab suci, tetapi tidak bisa mencurahkan segenap
perhatiannya untuk menjalankan Dharma. Kemudian ia menjadi kepala daerah
tiga kabupaten yaitu Xi Yang, Jiang Xia, Lu Jiang, juga menjadi
jenderal di Long Xiang. Pada tahun Tai Xing karena ia terlibat dalam
peristiwa Qian Feng, ia dibunuh.
Takdir kesempatan
kultivasi Li Heng sebenarnya sudah tiba, tetapi ia menyia-nyiakan
kesempatan itu, sungguh sayang sekali. Pada saat Falun Dafa disebarkan
di dunia, diharapkan semua orang yang memiliki takdir pertemuan
berkultivasi jangan lagi mengalami penyesalan yang serupa.
Tidak ada komentar:
Write komentar