Tanggal 30 bulan 7 penanggalan
Imlek adalah hari ulang tahun Ksitigarbha Bodhisattva ( Di Zang Wang Pu Sa, 地 藏 王 普 薩 ), yang tahun ini jatuh pada tanggal 15 September 2012.
10 raja neraka beserta para malaikat dan pembantu-pembantunya berbondong-bondong datang memberi salam dan menyampaikan selamat kepada penguasa tertinggi di akhirat ini.
Dengan suaranya yang lantang merdu penuh kasih sayang, Bodhisattva Ksitigarbha berkata :
Coba kalian pikirkan adakah cara yang baik supaya manusia sadar adanya hukum sebab dan akibat. supaya mereka tahu bertobat dan menyesali dosa-dosa yang pernah mereka lakukan, selanjutnya cenderung lebih banyak melakukan kebajikan, hal ini perlu ditingkatkan demi tercapainya harapan itu."
Sumpah Agungnya yang penuh rasa welas asih berbunyi : “Kalau bukan aku
yang pergi ke Neraka untuk menolong roh-roh yang tersiksa di sana,
siapakah yang akan pergi? …… Kalau Neraka belum kosong dari roh-roh yang
menderita, aku tidak akan menjadi Buddha.” ( 我不入地獄,誰入地獄 ).
Sebenarnya kalau kita pahami dan bisa mengerti betapa beratnya janji dan sumpah Beliau, di
mana orang lain satu demi satu akan menghindar dari hal tersebut. Sehingga di dalam hati orang Tionghoa, Te Cong Ong Pho Sat adalah Dewa Pelindung
bagi arwah-arwah yang mengalami siksaan di Neraka, agar mereka dapat
terbebas dan terlahir kembali ( tumimbal lahir ).
Beliau sering dikaitkan dengan 10 Raja Akhirat (Shi Tian Yan Wang). Ke sepuluh Raja Akhirat adalah bawahan langsung dari beliau, sehingga beliau bergelar You Ming Jiao Zhu (Pemuka Agama di Akhirat).
Beliau menjadi pelindung para arwah, membimbing mereka agar insyaf dari perbuatan buruknya di masa yang lalu dan tak akan mengulangnya lagi, agar dapat terbebas dari karma buruk pada penitisan yang akan datang.
Zaman dulu setiap bulan 7 tanggal 30 Imlek, para umat banyak yang berbondong-bondong ke Kelenteng Hua Cheng Si untuk merayakan ulang tahun Di Zang Wang. Bangunan Kelenteng ini sangat indah, penuh ukiran kayu dan batu yang bermutu tinggi sehingga para pengunjung dapat menikmati suatu karya seni Tiongkok Kuno yang amat bernilai.
Selain itu patut dinikmati pula peninggalan sejarah berupa tulisan dan prasasti yang ditulis oleh para Kaisar zaman dulu yang berkunjung ke Kelenteng ini. Ruang utama kelenteng ini disebut Yue Shen Bao Dian, adalah tempat wafatnya Te Cong Ong Pho Sat. Dalam ruangan ini juga terdapat batu yang tercatat telapak kakinya. Para pengunjung yang memasuki ruangan ini selalu berdoa sambil membakar dupa.
Pemujaan Te Cong Ong Pho Sat amat populer, tidak hanya di kalangan Buddhis saja. Selain dipuja di kelenteng yang bercorak Buddha, Te Cong Ong banyak terdapat di kelenteng-kelenteng keluarga, rumah-rumah abu atau tempat pembakaran mayat. Tujuannya agar roh leluhur mereka memperoleh perlindungan dari Te Cong Ong Pho Sat sehingga dapat lebih cepat terbebas dari siksaan di Neraka dan terlahir kembali.
Kadang kala upacara di tempat itu dilakukan secara Taoisme, tapi bagi masyarakat umum hal ini tidak penting. Yang penting bagi mereka adalah sembahyang itu sendiri, tanpa perduli apakah itu dari Taois atau Buddhis.
Biasanya pada malam peringatan hari lahir Te Cong Ong Pho Sat, diadakan sembahyang dan pembacaan paritta di kelenteng-kelenteng. Dipersiapkan juga sebuah perahu dari kertas dari bambu, yang di dalamnya ditempatkan arca Te Cong Ong dan 10 Raja Akhirat yang juga terbuat dari kertas.
Tengah malam setelah selesai upacara sembahyang, lilin di tengah perahu itu dinyalakan dan perahu itu diturunkan ke air dan dibiarkan mengalir ke mana saja. Masyarakat yang menunggu di tepi sungai juga melepaskan lilin kecil yang diapungkan di atas piring kertas dan mengalir mengikuti perahu tersebut.
Upacara ini disebut Liu Hua Deng (Mengalirkan Lentera Bunga). Propinsi-propinsi lain di Tiongkok seperti Jiang Su, Zhe Jiang juga mempunyai kebiasaan seperti ini, walaupun dengan variasi yang berbeda.
10 raja neraka beserta para malaikat dan pembantu-pembantunya berbondong-bondong datang memberi salam dan menyampaikan selamat kepada penguasa tertinggi di akhirat ini.
Dengan suaranya yang lantang merdu penuh kasih sayang, Bodhisattva Ksitigarbha berkata :
"Aku
bercita-cita dengan kasih sayang berusaha menolong dan membebaskan
manusia yang hidup di dunia fana berbuat kedosaan, tapi kenyataan
manusia di dunia fana banyak yang berbuat kejahatan dibanding
mereka yang berbuat kebajikan. begitulah gilir bergilir pulang
pergi, sejauh hal ini masih terus berputar, pasti takkan ada
akhirnya.
Coba kalian pikirkan adakah cara yang baik supaya manusia sadar adanya hukum sebab dan akibat. supaya mereka tahu bertobat dan menyesali dosa-dosa yang pernah mereka lakukan, selanjutnya cenderung lebih banyak melakukan kebajikan, hal ini perlu ditingkatkan demi tercapainya harapan itu."
Beliau sering dikaitkan dengan 10 Raja Akhirat (Shi Tian Yan Wang). Ke sepuluh Raja Akhirat adalah bawahan langsung dari beliau, sehingga beliau bergelar You Ming Jiao Zhu (Pemuka Agama di Akhirat).
Beliau menjadi pelindung para arwah, membimbing mereka agar insyaf dari perbuatan buruknya di masa yang lalu dan tak akan mengulangnya lagi, agar dapat terbebas dari karma buruk pada penitisan yang akan datang.
Zaman dulu setiap bulan 7 tanggal 30 Imlek, para umat banyak yang berbondong-bondong ke Kelenteng Hua Cheng Si untuk merayakan ulang tahun Di Zang Wang. Bangunan Kelenteng ini sangat indah, penuh ukiran kayu dan batu yang bermutu tinggi sehingga para pengunjung dapat menikmati suatu karya seni Tiongkok Kuno yang amat bernilai.
Selain itu patut dinikmati pula peninggalan sejarah berupa tulisan dan prasasti yang ditulis oleh para Kaisar zaman dulu yang berkunjung ke Kelenteng ini. Ruang utama kelenteng ini disebut Yue Shen Bao Dian, adalah tempat wafatnya Te Cong Ong Pho Sat. Dalam ruangan ini juga terdapat batu yang tercatat telapak kakinya. Para pengunjung yang memasuki ruangan ini selalu berdoa sambil membakar dupa.
Pemujaan Te Cong Ong Pho Sat amat populer, tidak hanya di kalangan Buddhis saja. Selain dipuja di kelenteng yang bercorak Buddha, Te Cong Ong banyak terdapat di kelenteng-kelenteng keluarga, rumah-rumah abu atau tempat pembakaran mayat. Tujuannya agar roh leluhur mereka memperoleh perlindungan dari Te Cong Ong Pho Sat sehingga dapat lebih cepat terbebas dari siksaan di Neraka dan terlahir kembali.
Kadang kala upacara di tempat itu dilakukan secara Taoisme, tapi bagi masyarakat umum hal ini tidak penting. Yang penting bagi mereka adalah sembahyang itu sendiri, tanpa perduli apakah itu dari Taois atau Buddhis.
Biasanya pada malam peringatan hari lahir Te Cong Ong Pho Sat, diadakan sembahyang dan pembacaan paritta di kelenteng-kelenteng. Dipersiapkan juga sebuah perahu dari kertas dari bambu, yang di dalamnya ditempatkan arca Te Cong Ong dan 10 Raja Akhirat yang juga terbuat dari kertas.
Tengah malam setelah selesai upacara sembahyang, lilin di tengah perahu itu dinyalakan dan perahu itu diturunkan ke air dan dibiarkan mengalir ke mana saja. Masyarakat yang menunggu di tepi sungai juga melepaskan lilin kecil yang diapungkan di atas piring kertas dan mengalir mengikuti perahu tersebut.
Upacara ini disebut Liu Hua Deng (Mengalirkan Lentera Bunga). Propinsi-propinsi lain di Tiongkok seperti Jiang Su, Zhe Jiang juga mempunyai kebiasaan seperti ini, walaupun dengan variasi yang berbeda.
Tidak ada komentar:
Write komentar