Menurut Buddhisme, lahir, tua, sakit, mati maupun
panjang pendeknya usia manusia semua berhubungan dengan karma
sebab-akibat, hutang-piutang kehidupan masa lampau dan takdir masa kini.
Setiap orang memiliki takdir hidup sendiri-sendiri, jadi tidak mungkin dipaksakan.
Cukup dengan menjaga baik-baik sanak keluarga yang dicintai dengan sepenuh hati. Tidak perlu bertindak melewati batas sehingga menjadi letih dan tersiksa lahir batin, bahkan saling menyiksa.
Setiap orang memiliki takdir hidup sendiri-sendiri, jadi tidak mungkin dipaksakan.
Cukup dengan menjaga baik-baik sanak keluarga yang dicintai dengan sepenuh hati. Tidak perlu bertindak melewati batas sehingga menjadi letih dan tersiksa lahir batin, bahkan saling menyiksa.
Teknologi
canggih kedokteran modern dapat mengupayakan perpanjangan hidup manusia
selama beberapa hari, dengan menyelipkan pipa, melakukan pembedahan dan
memasukkan obat-obatan, dan lain sebagainya... tentu repotnya bukan
main, penuh dengan ketakutan, ketegangan dan kegelisahan terus-menerus.
Namun
saya lebih mengagumi meninggal dunia dalam kedamaian. Datang dan pergi
lancar secara alami. Tak ada keluarga yang akan runtuh hanya karena
wafatnya seorang kakak, sebaliknya justru akan mempererat kasih sayang
sesama anggotanya, terbebas dari beban berat tak berkesudahan. Yang
telah meninggal akan tetap hidup dalam ingatan mereka yang ditinggalkan.
Dunia
semata-mata merupakan stasiun persinggahan dalam kehidupan, manusia
hanya mampu menempuh garis lintas kehidupannya masing-masing seperti
yang telah ditakdirkan, baik untuk berkumpul maupun berpisah.
Segala sesuatu ada masanya, dunia dan isinya semua telah ditentukan waktunya, kelahiran ada saatnya, kematian ada temponya ... meninggalkan juga ada waktunya.” Kehendak Tuhan tidak dapat dilanggar, setiap orang harus menanggung takdirnya sendiri. Organ orang lain memiliki informasi kehidupan orang yang bersangkutan, juga tidak boleh semaunya dipakai.
Segala sesuatu ada masanya, dunia dan isinya semua telah ditentukan waktunya, kelahiran ada saatnya, kematian ada temponya ... meninggalkan juga ada waktunya.” Kehendak Tuhan tidak dapat dilanggar, setiap orang harus menanggung takdirnya sendiri. Organ orang lain memiliki informasi kehidupan orang yang bersangkutan, juga tidak boleh semaunya dipakai.
Tentu
saja hal ini mudah diucapkan oleh orang yang tidak terlibat langsung,
namun bagi pihak yang bersangkutan, paling sulit meninggalkan kasih
sayang dalam keluarga. Namun setidaknya perlu menghadapi kematian dengan
sedikit lebih rasional dan optimis.
Kalau sudah
tak berdaya, daripada memaksakan diri lebih baik mengikhlaskan. Tidak
setiap orang mempunyai keadaan yang sama. Pada usia 76 tahun Einstein
mengalami pendarahan internal karena aortanya robek oleh tumor, sehingga
perlu segera dioperasi.
Namun ia menolak dan berkata, “Saya akan pergi kalau ingin pergi, dipaksa untuk memperpanjang usia rasanya kurang enak, saya sudah menyelesaikan dengan baik apa yang menjadi kewajiban saya, bila waktunya telah tiba saya akan pergi dengan leluasa.”
Keesokan harinya Einstein meninggal dunia, sungguh bebas leluasa ! (Chen Jing)
Namun ia menolak dan berkata, “Saya akan pergi kalau ingin pergi, dipaksa untuk memperpanjang usia rasanya kurang enak, saya sudah menyelesaikan dengan baik apa yang menjadi kewajiban saya, bila waktunya telah tiba saya akan pergi dengan leluasa.”
Keesokan harinya Einstein meninggal dunia, sungguh bebas leluasa ! (Chen Jing)
Jika anda merasa artikel ini bermanfaat, maka anda dipersilahkan untuk mencetak dan mengedarkan semua artikel yang dipublikasikan pada Blog Kebajikan ( De 德 ) ini. Mengutip atau mengcopy artikel di Blog ini harus mencantumkan Kebajikan ( De 德 ) sebagai sumber artikel.
Tidak ada komentar:
Write komentar