Seorang buta dan seorang juling sedang bertengkar. "Ayo kita berkelahi
di lapangan, siapa menang, dia yang benar, " kata si buta.
Si juling menjawab, "Siapa takut?"
Ketika mereka sampai di lapangan, si buta berteriak, "Hei pengecut, jangan sembunyi di tempat gelap, hadapi aku."
Tapi si juling segera menyahut, "Kau yang pengecut, kenapa kau membawa teman? Kalau kau lelaki sejati, majulah satu lawan satu." Padahal, tidak ada orang lain kecuali mereka berdua.
Si buta menganggap si juling bersembunyi, sedang si juling melihat seolah-olah ada dua lawan di hadapannya, padahal tidak.
Dalam kehidupan, kita bisa mengalami dan menyaksikan hal konyol semacam ini. Orang munafik bisa selalu menemukan kelemahan dan ketidak- beresan orang lain. Sedangkan kesalahan dan kedegilan hatinya sendiri yang lebih besar tak mampu dikenalinya.
Kita akan merasa tidak nyaman jika dekat dengan orang seperti ini. Sebab ia bisa menemukan hal-hal yang dianggapnya tidak beres, tetapi tidak mampu dan tidak mau mengakui kelemahannya sendiri.
Bagaimana menghadapi orang seperti ini? Apakah dengan menjauhinya, sebab mengurus orang seperti ini hanya menguras energi? Stop, jangan tergesa bertindak demikian. Sebab, jangan-jangan kita sendiri orang munafik itu. Introspeksi ke dalam diri dulu.
Hanya mereka yang senantiasa introspeksi diri, selalu berusaha melihat segala sesuatu dari kacamata orang lain, bukan hanya melihat memakai kacamatanya sendiri, barulah bisa memaklumi, dan memaafkan.
Hanya dengan kasih tanpa menghakimi, barulah terjalin kehormonisan dalam hubungan persaudaraan dan persahabatan. Karena itu, mari kita ubah sudut pandang kita.
Lihatlah sisi kebaikan orang lain, dan belajarlah. Jadikan sisi keburukan orang lain sebagai cermin untuk melihat diri, dan maafkanlah.
Jika anda merasa artikel ini bermanfaat, maka anda dipersilahkan untuk mencetak dan mengedarkan semua artikel yang dipublikasikan pada Blog Kebajikan ( De 德 ) ini. Mengutip atau mengcopy artikel di Blog ini harus mencantumkan Kebajikan ( De 德 ) sebagai sumber artikel.
Si juling menjawab, "Siapa takut?"
Ketika mereka sampai di lapangan, si buta berteriak, "Hei pengecut, jangan sembunyi di tempat gelap, hadapi aku."
Tapi si juling segera menyahut, "Kau yang pengecut, kenapa kau membawa teman? Kalau kau lelaki sejati, majulah satu lawan satu." Padahal, tidak ada orang lain kecuali mereka berdua.
Si buta menganggap si juling bersembunyi, sedang si juling melihat seolah-olah ada dua lawan di hadapannya, padahal tidak.
Dalam kehidupan, kita bisa mengalami dan menyaksikan hal konyol semacam ini. Orang munafik bisa selalu menemukan kelemahan dan ketidak- beresan orang lain. Sedangkan kesalahan dan kedegilan hatinya sendiri yang lebih besar tak mampu dikenalinya.
Kita akan merasa tidak nyaman jika dekat dengan orang seperti ini. Sebab ia bisa menemukan hal-hal yang dianggapnya tidak beres, tetapi tidak mampu dan tidak mau mengakui kelemahannya sendiri.
Bagaimana menghadapi orang seperti ini? Apakah dengan menjauhinya, sebab mengurus orang seperti ini hanya menguras energi? Stop, jangan tergesa bertindak demikian. Sebab, jangan-jangan kita sendiri orang munafik itu. Introspeksi ke dalam diri dulu.
Hanya mereka yang senantiasa introspeksi diri, selalu berusaha melihat segala sesuatu dari kacamata orang lain, bukan hanya melihat memakai kacamatanya sendiri, barulah bisa memaklumi, dan memaafkan.
Hanya dengan kasih tanpa menghakimi, barulah terjalin kehormonisan dalam hubungan persaudaraan dan persahabatan. Karena itu, mari kita ubah sudut pandang kita.
Lihatlah sisi kebaikan orang lain, dan belajarlah. Jadikan sisi keburukan orang lain sebagai cermin untuk melihat diri, dan maafkanlah.
Jika anda merasa artikel ini bermanfaat, maka anda dipersilahkan untuk mencetak dan mengedarkan semua artikel yang dipublikasikan pada Blog Kebajikan ( De 德 ) ini. Mengutip atau mengcopy artikel di Blog ini harus mencantumkan Kebajikan ( De 德 ) sebagai sumber artikel.
Tidak ada komentar:
Write komentar