Dahulu kala, di sebuah kota hiduplah seorang saudagar yang amat kaya. Dia punya usaha yang sangat amat besar. Jabatannya pun tidak perlu
diragukan lagi. Hidupnya selalu berkecukupan, bahkan lebih dari
cukup.
Tetapi, saudagar ini memiliki sifat yang amat buruk. Saudagar ini amat sayang sekali dengan kedudukannya, bahkan rela melakukan apa saja untuk mempertahankan kedudukannya.
Saudagar ini ternyata memiliki seorang guru spiritual.
Seorang bhikkhu yang sangat amat hebat dengan 5x masa vassa. Bhikkhu
itulah yang selalu memberinya nasihat, saran, dan petunjuk bila ia
sedang terjatuh dan mengalami masalah. Gurunya ini sebenarnya tahu akan
sifat buruk dari muridnya itu. Namun, sang guru tidak pernah berhasil
mengubah sifat buruk saudagar tersebut.
Sampai suatu ketika, datanglah pembeli yang amat sangat kaya
dari negeri seberang. Pembeli ini mendatangi toko milik saudagar kaya
tersebut. Pembeli ini bermaksud membeli 3 kantong gula yang 1 kantongnya
harganya 8 ribu. Saudagar pun memberi tahu bahwa harganya 24 ribu.
Namun, sang pembeli mengelak bahwa harganya 23 ribu. Lalu, sang saudagar
bertanya pada pembelinya, "Darimana harga 23 ribu itu?"
Sang
pembeli menjawab, "Iya, 8 x 3 = 23. Oleh karena itu harga seluruhnya 23
ribu.
Lalu si saudagar berkata, "Dasar kau bodoh. 8 x 3 itu 24. Kau tidak
lulus sekolah yah?"
Lalu sang pembeli menjawab, "Hei jangan asal bicara kau, aku ini lulusan luar negeri. Kau yang tidak bisa menghitung. Baiklah begini saja, kita taruhan kalau aku salah maka kau boleh membunuhku, tapi kalau kau yang salah, kau harus melepaskan kedudukanmu."
Lalu sang pembeli menjawab, "Hei jangan asal bicara kau, aku ini lulusan luar negeri. Kau yang tidak bisa menghitung. Baiklah begini saja, kita taruhan kalau aku salah maka kau boleh membunuhku, tapi kalau kau yang salah, kau harus melepaskan kedudukanmu."
Lalu dengan langkah percaya diri, sang saudagar pergi ke
gurunya yang bijaksana. Lalu menanyakan akan soal itu ke gurunya. Sang
saudagar pun bertanya, "Guru, 8x3 sama dengan berapa?"
Sang guru pun berpikir sejenak lalu menjawab, "8x3 itu sama dengan 23." Akhirnya dengan kecewa sang saudagar pergi dan melepas kedudukannya.
Sang guru pun berpikir sejenak lalu menjawab, "8x3 itu sama dengan 23." Akhirnya dengan kecewa sang saudagar pergi dan melepas kedudukannya.
Sesampainya di rumah, sang saudagar berpikir kalau aku salah
telah berguru pada guru yang bodoh. Besok aku akan meninggalkannya.
Keesokan harinya, dia pergi ke tempat gurunya dan pamit berkata bahwa ia
ada urusan keluarga. Lalu sang guru menjawab, "Baik, jangan lama-lama
setelah itu cepat balik kemari dan jangan lupa kalau nanti hujan jangan
berteduh di bawah pohon."
Lalu sang murid berkata, "Baik guru, aku pamit." Lalu sang guru menyampaikan pesan terakhirnya, "Oh iya, satu lagi jangan sampai kau membunuh makhluk apapun."
Lalu sang saudagar pun pergi. Di tengah perjalanan hujan
deras turun. Ia hendak berteduh di bawah pohon. Namun, ia teringat akan
pesan gurunya. Lalu ia berpikir, "Mungkin baiknya aku ikuti nasihatnya
saja." Dan benar saja, setelah dia meninggalkan pohon itu, tiba-tiba
petir menyambar pohon itu dan pohon itu tumbang. Dia amat bersyukur
karena menuruti kata-kata gurunya.
Setelah itu, dia melanjutkan perjalanan. Sesampainya di rumah, ia langsung membuka kunci pintu dengan pedang yang ia bawa. Lalu ia pun bergegas menuju ke kamarnya dengan tujuan ingin menengok istrinya. Kamarnya sungguh gelap. Saat dia meraba ranjang, alangkah kagetnya dia. Dia meraba ada 3 orang yang tidur di ranjangnya.
Setelah itu, dia melanjutkan perjalanan. Sesampainya di rumah, ia langsung membuka kunci pintu dengan pedang yang ia bawa. Lalu ia pun bergegas menuju ke kamarnya dengan tujuan ingin menengok istrinya. Kamarnya sungguh gelap. Saat dia meraba ranjang, alangkah kagetnya dia. Dia meraba ada 3 orang yang tidur di ranjangnya.
Dia pun emosi dan
segera mengeluarkan pedangnya. Namun, ia teringat pesan gurunya untuk
tidak membunuh. dia pun menghentikan niatnya. Ketika ia membuka selimut,
alangkah kagetnya ia menemukan adik iparnya yang tidur disana. Ia
bersyukur tidak membunuh adik iparnya sendiri.
Keesokan harinya, dengan segera ia kembali ke tempat gurunya. Dia bertanya pada gurunya, "Guru, kenapa anda bisa tahu kalau saya akan tertimpah pohon jika saya berteduh di bawah pohon dan anda juga tahu kalau saya akan membunuh?"
Keesokan harinya, dengan segera ia kembali ke tempat gurunya. Dia bertanya pada gurunya, "Guru, kenapa anda bisa tahu kalau saya akan tertimpah pohon jika saya berteduh di bawah pohon dan anda juga tahu kalau saya akan membunuh?"
Lalu gurunya berkata, "Saya tidak tahu. Saya
hanya melihat udara sangat panas saat kau pergi, pasti setelah itu akan
terjadi huja dan biasanya saat hujan maka akan ada petir. Lalu soal
membunuh, saya melihat saat kau pergi penuh dengan luapan emosi dan
membawa sebuah pedang. oleh karena itu aku mnyarankanmu untuk tidak
membunuh.
Berpikirlah
dahulu sebelum anda bertindak. Oleh karena itu, maka anda akan terbebas
dari segala marabahaya. Selain itu, guru dalam cerita itu adalah
bagaikan orang tua kita yang selalu menasehati kita untuk melakukan
yang terbaik meskipun belum tentu kita suka dengan cara mereka namun
mereka memiliki maksud tertentu di balik semua pesannya. Oleh karena itu
janganlah suka melawan dan membantah kata-kata orang tua. (Sumber)
Jika anda merasa artikel ini bermanfaat dan menurut Anda bisa mengilhami orang untuk menjadi baik dan berbuat
kebajikan, maka anda dipersilahkan untuk
mencetak dan mengedarkan semua artikel yang dipublikasikan pada Blog Kebajikan ( De 德 ) ini. Mengutip atau mengcopy artikel di Blog ini harus mencantumkan Kebajikan ( De 德 ) sebagai sumber artikel.
Tidak ada komentar:
Write komentar