Kebajikan ( De 德 ) - Bagi mereka yang sudah menikah dan ingin tinggal di rumah sendiri, tentu tahu perjuangan untuk bisa membeli sebuah rumah. Namun ada sebuah kisah yang akan menyentuh hati Anda, tentang perjuangan untuk mendapatkan sebuah rumah.
Mengharukan, itu satu kata yang pas untuk menggambarkan pasangan suami istri
di China ini. Dalam empat tahun terakhir mereka menjalani hidup dengan
biaya kurang dari 5 yuan (sekitar Rp 10.000) per hari demi membeli
rumah.
Dalam wawancara dengan stasiun televisi CCTV seperti dikutip dari AsiaOne, dan dilansir dari detikNews, Rabu (11/2/2014), kedua pasangan ini bercerita tentang bagaimana mereka bisa bertemu. Keduanya merupakan buruh pabrik di daerah Baoding. Si wanita Hao Ranran, berasal dari Hebei, sedangkan si pria Qiu Guoying, berasal dari Mongolia.
Keduanya jatuh hati setelah Hao terkesan akan sifat Qiu yang jujur dan pekerja keras. Sayangnya, keluarga Hao tidak merestui hubungan keduanya karena Qui dianggap terlalu miskin.
Qiu Guoying adalah seorang pria biasa, namun ia sangat miskin. Ia menikahi Hao Ranran walaupun keluarga Hao tak menyetujuinya. Mereka ragu apakah Qiu bisa membahagiakan Hao Ranran karena ia sangat miskin.
Sampai suatu hari Qui mencurahkan semua perasaannya terhadap Hao dan berniat bekerja sekeras mungkin demi membahagiakan calon istrinya itu. Meski tak punya banyak uang, Qui tetap bertekad untuk menafkahi dan memberi istrinya rumah yang layak. Ia bersumpah akan membelikan rumah untuknya, tak peduli ia harus bekerja banting tulang.
"Sejak saat itu, saya tahu saya tidak akan meninggalkan dia," kata Hao dalam wawancara tersebut.
Dalam wawancara dengan stasiun televisi CCTV seperti dikutip dari AsiaOne, dan dilansir dari detikNews, Rabu (11/2/2014), kedua pasangan ini bercerita tentang bagaimana mereka bisa bertemu. Keduanya merupakan buruh pabrik di daerah Baoding. Si wanita Hao Ranran, berasal dari Hebei, sedangkan si pria Qiu Guoying, berasal dari Mongolia.
Keduanya jatuh hati setelah Hao terkesan akan sifat Qiu yang jujur dan pekerja keras. Sayangnya, keluarga Hao tidak merestui hubungan keduanya karena Qui dianggap terlalu miskin.
Qiu Guoying adalah seorang pria biasa, namun ia sangat miskin. Ia menikahi Hao Ranran walaupun keluarga Hao tak menyetujuinya. Mereka ragu apakah Qiu bisa membahagiakan Hao Ranran karena ia sangat miskin.
Sampai suatu hari Qui mencurahkan semua perasaannya terhadap Hao dan berniat bekerja sekeras mungkin demi membahagiakan calon istrinya itu. Meski tak punya banyak uang, Qui tetap bertekad untuk menafkahi dan memberi istrinya rumah yang layak. Ia bersumpah akan membelikan rumah untuknya, tak peduli ia harus bekerja banting tulang.
"Sejak saat itu, saya tahu saya tidak akan meninggalkan dia," kata Hao dalam wawancara tersebut.
Keduanya pun akhirnya sepakat untuk menikah, meski Qiu orang miskin. Yang mana saking terbatasnya perekonomian mereka, Hao dan Qiu sampai mencari-cari pinjaman baju pengantin yang bisa dipakai dalam pernikahan agar bisa menikah.
Meski pasangan ini tak punya uang, namun Qiu tak ingin menyengsarakan istrinya dan ingin membelikan rumah yang layak bagi Hao. Ia berjanji akan membeli sebuah rumah, tak peduli betapa sulitnya hal itu.
Sang istri pun menyambut niat baik Qui dan ikut berjanji tidak akan jajan, makan di luar maupun pergi berlibur. Setelah menyisihkan uang untuk bayar sewa, tabungan, dan lain-lain, dua sejoli ini hanya punya sisa uang sekitar 5 yuan atau Rp10.000 saja untuk bertahan hidup.
Qiu pun bekerja keras tanpa henti, sementara Hao berhemat habis-habisan mengatur uang rumah tangga. Tak jarang Hao harus meminta sayuran bekas yang tidak laku dari supermarket setempat supaya bisa menghemat uang.
Dana yang dibutuhkan untuk uang muka rumah mereka itu sekitar 100.000 yuan (Rp 200 juta), dan mereka bisa menabung sekitar 3.500 yuan (Rp 7 juta) tiap bulan. Setelah empat tahun lebih akhirnya dana untuk uang muka rumah terkumpul juga.
Tapi ceritanya tak berhenti sampai di situ, rumah baru tidak bisa langsung ditempati dan harus ada sedikit perombakan. Qui kemudian memutuskan untuk melakukan renovasi sendiri demi menghemat uang.
Bahkan saat pindahan pun pasangan ini mendapat bantuan perabot dari teman-temannya dan mereka juga ikut mengangkut perabotan itu ke dalam rumah. Hati Qui merasa sangat tersentuh dengan kesabaran dan kesetiaan sang istri yang mau melalui suka duka bersamanya.
Qui pun berniat memberikannya hadiah, yaitu dengan memajang beberapa foto mereka berdua sejak pertama kali bertemu yang disusun dalam beberapa bingkai kecil di dinding rumahnya dengan pesan-pesan khusus yang menyentuh hati istrinya.
Qui juga meminta maaf kepada istrinya karena harus menunggu lama sebelum ia bisa membelikan rumah. Ia kemudian menyimpan kunci rumah dalam amplop merah yang berbentuk hati dan memberikan pada istrinya, Hao Ranran.
Sampai saat ini Qui dan Hao sudah bisa menjalani hidup bahagia bersama di dalam rumah hasil perjuangan keras mereka berdua. Keduanya teringat betapa berat perjuangan yang harus mereka jalani untuk mendapatkan rumah impian itu. Bahkan Hao sempat menitikkan air mata saat mengingat, bahwa kadang ia harus meminta-minta sayuran gratis ke pedagang di pasar. Hao dan Qiu kemudian berpelukan dan saling menitikkan air mata.
Sobat kebajikan, bersyukurlah ketika Anda bisa membeli sebuah rumah baru setelah menikah. Namun lebih bersyukurlah ketika Anda memiliki pasangan yang dengan setia menemani perjuangan Anda dalam mewujudkan rumah impian tersebut.
Semoga kisah ini bisa menginspirasi kita untuk tetap tabah dan tegar dalam menjalani hidup ini, karena tidak ada hal yang tak mungkin jika kita mau berusaha. Salam kebajikan.
Jika anda merasa artikel ini bermanfaat dan menurut Anda bisa mengilhami orang untuk menjadi baik dan berbuat kebajikan, maka anda dipersilahkan untuk mencetak dan mengedarkan semua artikel yang dipublikasikan pada Blog Kebajikan ( De 德 ) ini; Mengutip atau mengcopy artikel di Blog ini harus mencantumkan Kebajikan ( De 德 ) sebagai sumber artikel.
Tidak ada komentar:
Write komentar