Kebajikan ( De 德 ) - Evie Elsaesser (kiri) seharusnya sudah meninggal dalam damai, empat tahun lalu. Ia sebenarnya diprediksi hanya bisa bertahan beberapa menit setelah dilahirkan, lantaran menderita hypophosphatasia atau kerapuhan tulang bawaan.
Namun ternyata hingga empat tahun kemudian ia masih hidup. Ini tak lain berkat terapi coba-coba yang ternyata berhasil menyelamatkan nyawanya. Dan meskipun tubuhnya lebih kecil daripada rekan-rekan sebayanya, tapi Evie membuktikan bahwa ia tak begitu saja menyerah pada takdir, karena untuk bisa hidup ia harus berjuang mati-matian.
Dr Richard Lutz, profesor pediatri di University of Nebraska Medical Center melihat Evie kejang sesaat setelah dilahirkan. Ia lantas menyadari, bayi itu kekurangan enzim yang serius. Lutz menyebut, anak dengan hypophosphatasia atau HPP, gangguan tulang turunan yang menghambat skeleton atau tulang-tulangnya terbentuk dengan sempurna sejak di dalam rahim hanya mampu bertahan maksimal setahun.
Sejak di dalam rahim, tulang-tulang Evie tak membentuk sempurna. Ia memiliki enzim alkaline phosphatase yang rendah. Itu berfungsi melindungi tulang dari pengapuran. Sehingga saat lahir, bayi Evie seperti tanpa tengkorak. Menyentuhnya, seperti memegang kantong kertas basah.
Orang tua Evie tak putus asa mendengar itu. Ibundanya, Lindsey Elsaesser mengikutkan Evie dalam sebuah terapi eksperimental. Mengejutkan, bocah mungil itu bisa bertahan hingga kini. Melalui injeksi, ia diberikan asupan enzim yang bisa membuatnya tulang-tulangnya mengeras.
Jika kini Evie menjalani sinar X, akan terlihat tulangnya seperti garis putus-putus. Artinya, masih ada kerentanan rapuh di beberapa bagian. Meski begitu, ia tetap menjalani hidup seperti biasa. Fisiknya memang lebih mungil, tapi semangatnya tidak.
“Dia anak yang periang dan pemberani,” ungkap Lindsey pada ABC News.
Evie bahkan bisa mengikuti pra sekolah tiap tiga hari seminggu. Ia seperti anak yang berusa 2 tahun, namun lingkungan memperlakukannya seperti anak normal. Meski begitu, Evie paham ia punya keterbatasan.
Saat teman-teman sekelasnya melompat-lompat, Evie harus berpegangan pada meja baru bisa melompat. Ia tak bisa bertumpu pada kakinya terlalu kuat karena khawatir membuat mereka rapuh. Evie hobi menari dan berenang. Ia juga ingin bermain basket.
“Ini luar biasa. Dia aktif secara fisik. Dia belajar berjalan, yang tak pernah terbayangkan saat ia lahir,” kata Lutz, dokter yang pernah menanganinya.
Menurut Dr Michael Whyte, peneliti dari Pusat Penyakit Metabolik Tulang dan Molekuler di RS Anak Shriners Hospitals, St Louis hypophosphatasia bisa terjadi pada satu dari 200 ribu orang. Penyakit itu punya tingkat keparahan yang berbeda.
"HPP itu beragam, bisa ringan sampai parah. Beberapa pasien dewasa pun bisa terkena penyakit itu dan biasanya mereka tidak tahu sama sekali karena tak merasakan gejala apa-apa, sampai tiba-tiba mengalami patah tulang yang tak biasa," tutur Dr Michael Whyte, direktur Center for Metabolic Bone Disease and Molecular Research, Shriners Hospitals for Children, St Louis.
Kasus Evie sendiri tergolong HPP parah karena didiagnosis sejak masih dalam kandungan, meski awalnya doktor keliru mendiagnosisnya dengan gangguan tulang mematikan lainnya.
Salam kebajikan.
Jika anda merasa artikel ini bermanfaat dan menurut Anda bisa mengilhami orang untuk menjadi baik dan berbuat kebajikan, maka anda dipersilahkan untuk mencetak dan mengedarkan semua artikel yang dipublikasikan pada Blog Kebajikan ( De 德 ) ini; Mengutip atau mengcopy artikel di Blog ini harus mencantumkan Kebajikan ( De 德 ) sebagai sumber artikel.
Tidak ada komentar:
Write komentar