Kebajikan ( De 德 ) - Pada akhir Dinasti Han Timur (tahun 25-220) ada seorang anak kecil yang sangat pintar bernama Kong Rong (孔融). Suatu waktu Ia pergi mengikuti ayahnya pindah ke kota Luo Yang ketika berusia sepuluh tahun. Di kota tersebut, Kong Rong ingin bertemu dengan Li Yuan Li yang sangat terkenal.
Lalu pada suatu hari Kong Rong pergi seorang diri untuk menemui Li Yuan Li. Saat tiba di depan rumahnya, ia diterima oleh penjaga pintu. Melihat yang datang hanya seorang anak kecil, penjaga pintu hanya melayani sekedarnya.
Karena merasa tidak dilayani dengan baik, Kong Rong dengan gaya dan nada seakan-akan orang penting berkata, “Saya adalah keluarga Tuan Li Yuan Li.” Mendengar hal itu, tanpa banyak bertanya lagi penjaga pintu itu langsung mempersilakannya masuk.
Saat bertemu, Li Yuan Li merasa asing dan tidak mengenal Kong Rong. Ia lalu bertanya, “Anda dengan saya mempunyai hubungan keluarga apa?”
Mendengar pertanyaan ini, Kong Rong lalu menjelaskan silsilah nenek moyang mereka berdua. Ternyata memang ada hubungan di antara kedua marga tersebut beberapa ratus tahun yang lalu.
“Bukankah itu menandakan bahwa di antara kita ada hubungan keluarga?” lanjut Kong Rong. Karena Kong Rong pintar berargumentasi, Li Yuan Li pun senang dan kagum padanya.
Pada kesempatan yang sama, ada seorang pejabat terkenal yang bertandang bernama Chen Wei ke rumah Li Yuan Li. Ia turut mendengarkan cerita Kong Rong, dan mendengar bagaimana orang-orang yang ada disitu memujinya.
Chen Wei yang angkuh dan sombong hanya memandang sebelah mata kepada Kong Rong dan menganggapnya sebagai anak ingusan. Kemudian ia berkata, “Orang yang pintar sewaktu kecil, belum tentu sukses setelah dewasa (xiǎo shí liǎo liǎo dà wèi bì jiā – 小時了了大未必佳).”
Mendengar kata-kata itu, Kong Rong dengan tenang mananggapi, “Kalau begitu, Tuan saat kecilnya pasti pintar bukan?” Chen Wei terperangah, tidak bisa berkata apa-apa lagi.
Tak jarang kita melihat anak-anak yang pintar dan sukses di sekolah ternyata gagal setelah dewasa atau setelah terjun ke masyarakat. Mengapa bisa begitu?
Hal ini telah diselidiki oleh para ahli dan didapat kesimpulan bahwa untuk meraih kesuksesan seseorang tidak bisa mengandalkan IQ semata, tetapi harus pula mengembangkan EQ-nya.
Kombinasi kesuanyalah yang menjadi kunci keberhasilan seseorang. Bahkan, ada yang berpendapat bahwa untuk meraih kesuksesan dibutuhkan 20% IQ dan 80% EQ. Salam kebajikan
Orang yang pintar ketika muda
Xiǎo shí liǎo liǎo - 小時了了
Orang yang pintar sewaktu kecil, belum tentu sukses sewaktu dewasa
Pada akhir Dinasti
Han Timur (tahun 25-220) ada seorang anak kecil yang sangat pintar
bernama Kong Rong. Ia mengikuti ayahnya pindah ke kota Luo Yang ketika
berusia sepuluh tahun. Di kota tersebut, Kong Rong ingin bertemu dengan
Li Yuan Li yang sangat terkenal.
Lalu pada suatu hari
Kong Rong pergi seorang diri menemui Li Yuan Li. Saat tiba di depan
rumahnya, ia diterima oleh penjaga pintu. Melihat yang datang hanya
seorang anak kecil, penjaga pintu hanya melayani sekadarnya. Karena
merasa tidak dilayani dengan baik, Kong Rong dengan gaya dan nada
seakan-akan orang penting berkata, “Saya adalah family Tuan Li Yuan Li.”
Mendengar hal itu, tanpa banyak bertanya lagi penjaga pintu
mempersilakannya masuk.
Saat bertemu, Li
Yuan Li merasa asing dan tidak mengenal Kong Rong. Ia lalu bertanya,
“Anda dengan saya mempunyai hubungan family apa?” Mendengar pertanyaan
ini, Kong Rong lalu menjelaskan silsilah nenek moang mereka berdua.
Ternyata memang ada hubungan di antara kedua marga tersebut beberapa
ratus tahun yang lalu. “Bukankah itu menandakan bahwa di antara kita ada
hubungan keluarga?” lanjut Kong Rong. Karena Kong Rong pintar
berargumentasi, Li Yuan Li pun senang dan kagum padanya.
Pada kesempatan yang
sama bertandang pula seorang pejabat terkenal bernama Chen Wei ke rumah
Li Yuan Li. Ia turut mendengarkan cerita Kong Rong, dan mendengar
bagaimana orang-orang yang ada disitu memujinya. Chen Wei yang angkuh
dan sombong memandang sebelah mata kepada Kong Rong dan hanya
menganggapnya sebagai anak ingusan. Kemudian ia berkata, “Orang yang
pintar sewaktu kecil, belum tentu sukses setelah dewasa (xiǎo shí liǎo
liǎo dà wèi bì jiā – 小時了了大未必佳).” Mendengar kata-kata itu, Kong Rong
dengan tenang mananggapi, “Kalau begitu, Tuan saat kecilnya pasti pintar
bukan?” Chen Wei terperangah, tidak bisa berkata apa-apa lagi.
Tak jarang kita
melihat anak-anak yang pintar dan sukses di sekolah ternyata gagal
setelah dewasa atau setelah terjun ke masyarakat. Mengapa bisa begitu?
Hal ini telah diselidiki oleh para ahli dan didapat kesimpulan bahwa
untuk meraih kesuksesan seseorang tidak bisa mengandalkan IQ semata,
tetapi harus pula mengembangkan EQ-nya. Kombinasi kesuanyalah yang
menjadi kunci keberhasilan seseorang. Bahkan, ada yang berpendapat bahwa
untuk meraih kesuksesan dibutuhkan 20% IQ dan 80% EQ.
Kisah Tambahan 1:Cao Cao adalah seorang jenderal dan penguasa yang sangat terkenal di kerajaan Wei. Ia sepenuhnya mengontrol raja muda Dinasti Han pada masa Tiga Negara (sān guó) tahun 220-280.
Suatu ketika Cao Cao
menerima hadiah seekor gajah yang sangat besar. Cao Cao ingiin sekali
mengetahui beratnya, namun tidak seorangpun dari para jenderalnya yang
bisa membantu, karena timbangan yang ada pada saat itu terlalu kecil
untuk menimbang seekor gajah.
Mengetahui hal ini,
Cao Chong anak Cao Cao yang baru berusia lima tahun menawarkan jasanya
untuk membantu. Ia menyuruh pawing menaikkan gakah itu ke atas perahu.
Lalu ia membuat garis untuk menandai batas sejauh mana perahu itu masuk
ke dalam air. Selanjutnya gakah itu diturunkan lagi dari perahu.
Untuk mengetahui berat gajah, perahu itu kemudian diisi batu-batu
sampai masuk ke dalam air sebatas garis tadi. Setelah itu batu-batu
dikeluarkan dan ditimbang. Total berat semua batu sama dengan berat
gajah.Kisah Tambahan 2:
Suatu hari Cao Chong
melihat penjaga gudang duduk termenung seorang diri dan tampak sedih.
Ketika ditanya, penjaga gudang menyatakan bahwa pelana kuda kesayangan
Cao Cao, ayah Cao Chong berlubang karena digigiti tikus. Kalau hal ini
diketahui Cao Cao, penjaga gudang itu bisa dihukum berat. Cao Chong
merasa kasihan kepada penjaga gudang itu, lalu ia membisikkan sesuatu
kepadanya.
Sekembalinya di
rumah, Cao Chong mengambil bajunya dan melubanginya dengan pisau,
sehingga baju itu tampak seperti bekas digigit tikus. Lalu suatu hari,
ketika ayahnya sedang duduk-duduk santai, Cao Chong menghampiri ayahnya
sambil berkata, “Ayah…ayah…lihat! Bajuku digigit tikus.” Pada saat itu
pula, penjaga gudang membawa pelana kuda Cao Cao dan melaporkan bahwa
pelana itu berlubang karena digigiti tikus. Melihat hal itu Cao Cao
tidak marah, ia hanya berkata, “Sudahlah, tidak apa-apa. Kamu lihat,
baju anakku juga digigiti tikus.”
- See more at: http://www.cerita-rakyat.com/2012/06/orang-yang-pintar-ketika-muda/#sthash.m7iTdqX8.dpufOrang yang pintar ketika muda
Xiǎo shí liǎo liǎo - 小時了了
Orang yang pintar sewaktu kecil, belum tentu sukses sewaktu dewasa
Pada akhir Dinasti
Han Timur (tahun 25-220) ada seorang anak kecil yang sangat pintar
bernama Kong Rong. Ia mengikuti ayahnya pindah ke kota Luo Yang ketika
berusia sepuluh tahun. Di kota tersebut, Kong Rong ingin bertemu dengan
Li Yuan Li yang sangat terkenal.
Lalu pada suatu hari
Kong Rong pergi seorang diri menemui Li Yuan Li. Saat tiba di depan
rumahnya, ia diterima oleh penjaga pintu. Melihat yang datang hanya
seorang anak kecil, penjaga pintu hanya melayani sekadarnya. Karena
merasa tidak dilayani dengan baik, Kong Rong dengan gaya dan nada
seakan-akan orang penting berkata, “Saya adalah family Tuan Li Yuan Li.”
Mendengar hal itu, tanpa banyak bertanya lagi penjaga pintu
mempersilakannya masuk.
Saat bertemu, Li
Yuan Li merasa asing dan tidak mengenal Kong Rong. Ia lalu bertanya,
“Anda dengan saya mempunyai hubungan family apa?” Mendengar pertanyaan
ini, Kong Rong lalu menjelaskan silsilah nenek moang mereka berdua.
Ternyata memang ada hubungan di antara kedua marga tersebut beberapa
ratus tahun yang lalu. “Bukankah itu menandakan bahwa di antara kita ada
hubungan keluarga?” lanjut Kong Rong. Karena Kong Rong pintar
berargumentasi, Li Yuan Li pun senang dan kagum padanya.
Pada kesempatan yang
sama bertandang pula seorang pejabat terkenal bernama Chen Wei ke rumah
Li Yuan Li. Ia turut mendengarkan cerita Kong Rong, dan mendengar
bagaimana orang-orang yang ada disitu memujinya. Chen Wei yang angkuh
dan sombong memandang sebelah mata kepada Kong Rong dan hanya
menganggapnya sebagai anak ingusan. Kemudian ia berkata, “Orang yang
pintar sewaktu kecil, belum tentu sukses setelah dewasa (xiǎo shí liǎo
liǎo dà wèi bì jiā – 小時了了大未必佳).” Mendengar kata-kata itu, Kong Rong
dengan tenang mananggapi, “Kalau begitu, Tuan saat kecilnya pasti pintar
bukan?” Chen Wei terperangah, tidak bisa berkata apa-apa lagi.
Tak jarang kita
melihat anak-anak yang pintar dan sukses di sekolah ternyata gagal
setelah dewasa atau setelah terjun ke masyarakat. Mengapa bisa begitu?
Hal ini telah diselidiki oleh para ahli dan didapat kesimpulan bahwa
untuk meraih kesuksesan seseorang tidak bisa mengandalkan IQ semata,
tetapi harus pula mengembangkan EQ-nya. Kombinasi kesuanyalah yang
menjadi kunci keberhasilan seseorang. Bahkan, ada yang berpendapat bahwa
untuk meraih kesuksesan dibutuhkan 20% IQ dan 80% EQ.
Kisah Tambahan 1:Cao Cao adalah seorang jenderal dan penguasa yang sangat terkenal di kerajaan Wei. Ia sepenuhnya mengontrol raja muda Dinasti Han pada masa Tiga Negara (sān guó) tahun 220-280.
Suatu ketika Cao Cao
menerima hadiah seekor gajah yang sangat besar. Cao Cao ingiin sekali
mengetahui beratnya, namun tidak seorangpun dari para jenderalnya yang
bisa membantu, karena timbangan yang ada pada saat itu terlalu kecil
untuk menimbang seekor gajah.
Mengetahui hal ini,
Cao Chong anak Cao Cao yang baru berusia lima tahun menawarkan jasanya
untuk membantu. Ia menyuruh pawing menaikkan gakah itu ke atas perahu.
Lalu ia membuat garis untuk menandai batas sejauh mana perahu itu masuk
ke dalam air. Selanjutnya gakah itu diturunkan lagi dari perahu.
Untuk mengetahui berat gajah, perahu itu kemudian diisi batu-batu
sampai masuk ke dalam air sebatas garis tadi. Setelah itu batu-batu
dikeluarkan dan ditimbang. Total berat semua batu sama dengan berat
gajah.Kisah Tambahan 2:
Suatu hari Cao Chong
melihat penjaga gudang duduk termenung seorang diri dan tampak sedih.
Ketika ditanya, penjaga gudang menyatakan bahwa pelana kuda kesayangan
Cao Cao, ayah Cao Chong berlubang karena digigiti tikus. Kalau hal ini
diketahui Cao Cao, penjaga gudang itu bisa dihukum berat. Cao Chong
merasa kasihan kepada penjaga gudang itu, lalu ia membisikkan sesuatu
kepadanya.
Sekembalinya di
rumah, Cao Chong mengambil bajunya dan melubanginya dengan pisau,
sehingga baju itu tampak seperti bekas digigit tikus. Lalu suatu hari,
ketika ayahnya sedang duduk-duduk santai, Cao Chong menghampiri ayahnya
sambil berkata, “Ayah…ayah…lihat! Bajuku digigit tikus.” Pada saat itu
pula, penjaga gudang membawa pelana kuda Cao Cao dan melaporkan bahwa
pelana itu berlubang karena digigiti tikus. Melihat hal itu Cao Cao
tidak marah, ia hanya berkata, “Sudahlah, tidak apa-apa. Kamu lihat,
baju anakku juga digigiti tikus.”
- See more at: http://www.cerita-rakyat.com/2012/06/orang-yang-pintar-ketika-muda/#sthash.m7iTdqX8.dpufJika anda merasa artikel ini bermanfaat dan menurut Anda bisa mengilhami orang untuk menjadi baik dan berbuat kebajikan, maka anda dipersilahkan untuk mencetak dan mengedarkan semua artikel yang dipublikasikan pada Blog Kebajikan ( De 德 ) ini; Mengutip atau mengcopy artikel di Blog ini harus mencantumkan Kebajikan ( De 德 ) sebagai sumber artikel.
Tidak ada komentar:
Write komentar