KEBAJIKAN ( De 德 ) - Masih ingatkah perasaan ketika pertama kali berpacaran dan bergandengan tangan? ……..pada saat pasangan Anda mengalami kegagalan dan masa sulit, peganglah erat tangannya agar ia merasakan saling mendukung diantara suami istri.
4. Hobi bersama tapi perbedaan boleh eksis
Masa pacaran, sejoli hanya bisa melihat kelebihan pihak lain dan merasakan kontak batin satu sama lain. Ketika gairah pacaran berlalu, mungkin akan merasakan interaksi yang berkurang dan seiring dengan berlalunya waktu, dirasakan sepertinya satu sama yang lain tidak memiliki kegemaran yang sama. Pada saat seperti itu, keduanya harus saling memelihara hobi bersama, itu bisa menambah keintiman di antara suami istri.
Keputusan penting dalam kehidupan lebih baik diputuskan bersama setelah dirundingkan secara seksama. Contoh, apakah rumah butuh menambah perabot baru, anak pada usia berapa masuk TK, setelah anak tumbuh dewasa haruskah mendapatkan bantuan keuangan dan lain-lain. Acapkali keputusan seperti ini tidak ada salah dan benar, yang paling penting semua pihak boleh mengemukakan pendapat untuk kemudian diputuskan bersama.
Pada hakekatnya pasangan suami istri adalah dua individu yang berbeda, jika dikatakan kebiasaan dan kegemaran dalam hidup sama persis seperti satu cetakan, itu jelas tidak mungkin. Itu sebabnya, pasangan harus tetap mempertahankan beberapa kegemaran dan aktivitas pribadi, masing-masing pihak mengizinkan pihak lain mempunyai ruang gerak sendiri untuk mengerjakan pekerjaan yang disenangi, ini juga sangat penting.
Diantara suami istri harus mengerti bagaimana menikmati masa-masa bersama tapi dengan kesibukan berbeda. Duduk bersama di sofa, tidak harus ada pembicaraan, suami sedang membaca majalah finansial sedangkan istri bermain HP, keduanya pun dengan aktivitas berbeda tapi saling menikmati kebersamaan.
5. Belajar memaafkan, lupakan kekhilafan pihak lain
Ketika dalam suatu topik suami dan istri tidak bisa mencapai konsensus, atau terjadi perselisihan, atau salah satu pihak melakukan kesalahan, suami istri harus saling mengalah dan memaafkan pihak lain, bukannya tidak memercayai atau tidak memaafkan. Yang penting adalah, seharusnya banyak mengingat kelebihan dan pekerjaan yang dilakukan dengan benar oleh pihak lain, bukan mengingat kekurangan atau kesalahan yang pernah dilakukan oleh pihak lain.
Harus dicamkan, jika hanya ingin mencari kesalahan atau kekurangan pihak lain, pasti bisa ditemukan, sama halnya, jika mau mencari kelebihan pihak lain, juga pasti dapat ditemukan, kuncinya terletak pada apa yang hendak kita temukan.
6. Kurangi jejaring sosial dan berpacaran dengan lawan jenis
Sebuah penelitian dari OkCupid.com ditemukan bahwa pengguna twitter (atau jejaring sosial lain) fanatik pada umumnya waktu untuk menjalin hubungan dengan pasangan hidup ternyata agak pendek. Jangan hanya memelototi HP atau layar tablet saja, luangkan lebih banyak waktu untuk memberi perhatian kepada pasangan hidup, berkomunikasilah dengannya secara tulus dan jujur, selalu jauh lebih baik daripada berada dalam dunia maya yang tidak riil.
Asosiasi Pengacara Pernikahan Italia mengatakan, mereka memiliki bukti bahwa WhatsApp telah membuat angka perceraian di Italia meningkat sebanyak 40%. Hal ini disebabkan ada banyak pria dan wanita senang berkenalan dan chatting dengan lawan jenis di situs jejaring sosial atau mereka saling curhat bahkan berpacaran. Asosiasi Pengacara Pernikahan Italia menemukan, banyak netter berchatting-ria dengan 3 - 4 pacar sekaligus. Di Inggris juga ditemukan keadaan yang serupa. Inggris juga menemukan facebook membuat angka perceraian di negara itu meningkat.
Ada yang beranggapan bahwa pacaran dengan lawan jenis dalam dunia maya, bisa menghindari kenyataan dan tanggungjawab moral, lebih-lebih tidak mudah diketahui orang lain. Akan tetapi walaupun demikian, juga merupakan ketidaksetiaan terhadap pasangan hidup, begitu diketahui, sama saja akan menimbulkan akibat yang fatal.
Sebuah puisi dalam kitab Shi Jing (詩經), “Tidak peduli hidup atau mati, sudah memastikan denganmu, aku akan menggandeng tanganmu dan bersamamu hingga hari tua”. Tiongkok pada zaman dahulu menganggap pernikahan itu sangat penting dan sakral, begitu pria dan wanita menikah, kedua pihak sama-sama bertanggungjawab dan saling mendukung satu sama lain hingga hari tua.
Di zaman Tiongkok sebelum pemerintahan komunis, pernikahan harus bersujud pada langit dan bumi, artinya sang Pencipta sebagai saksi; Di negara-negara Barat, ritual pernikahan pria dan wanita dilangsungkan di dalam gereja, dengan Tuhan sebagai saksi.
Orang zaman sekarang menikah, juga harus bersumpah di depan hakim pembuat akte perkawinan, setelah kedua orang dinyatakan telah terjalin hubungan menjadi suami istri, tak peduli miskin atau kaya dan sehat atau sakit, harus rela menjaga pihak lain seumur hidupnya.
Dari hukum modern pun, pernikahan juga merupakan janji setia yang sangat sakral. Karena itu, sebagai manusia zaman modern, tidak seharusnya dengan mudah menyatakan cerai, harus mengutamakan komitmen janji setia pada saat menikah, bagaimanapun, seharusnya mempertahankan hubungan akrab antara suami istri. Salam kebajikan
Tidak ada komentar:
Write komentar