KEBAJIKAN ( De 德 ) - Usia anak-anak yang duduk di sekolah menegah pertama merupakan usia yang sedang berada dalam tahap awal menuju masa remaja, dalam tahap ini, masalah dalam hal pergaulan atau hubungan dengan teman sebaya sangatlah penting. Anak-anak yang hidup di era digital sekarang, di mana topik yang dibicarakan seakan-akan tidak terpisahkan dengan game komputer.
Sekadar diketahui, 10 besar peringkat game komputer ini, sekitar 70 - 80% tergolong jenis permainan RPG (Role Playing Game-permainan peran), sementara sisanya tergolong game jenis strategi dan kekerasan. Sederhananya, “Permainan peran” adalah sebuah permainan yang para pemainnya memainkan peran tokoh-tokoh khayalan dan berkolaborasi untuk merajut sebuah cerita bersama.
Faktor utama yang menyebabkan video game begitu menggoda karena pemainnya memiliki hak kendali penuh atas game yang dimainkannya, meskipun kalah, tapi begitu menekan tombol “off”, tetap saja orang yang memainkannya itu yang “menang”. Hanyut dalam permainan game ini tidak hanya para anak dan remaja, banyak orang dewasa di bawah usia 50 tahun juga mudah hanyut dalam permainan, dan sulit untuk melepaskan diri.
Tujuan hidup dan misi jangka pendek yang dirancang dalam game-game ini selalu dengan jelas dan mudah untuk memikat para pemainnya, begitu misi itu selesai, bonus atau hadiah itu pun langsung keluar, sehingga secara emosional sangat mudah menebus penyesalan dalam kehidupan nyata. Bahaya (dampak negatif) dari game sudah tak perlu dibahas lagi, yang harus diperhatikan orangtua sebaiknya adalah bagaimana “Melepaskan diri dari game digital yang telah merasuki jiwa anak”.
Landasan apa pun yang ingin mengubah perilaku anak-anak adalah hubungan antara orangtua - anak. Sebab hubungan antara orangtua-anak yang terjalin dengan baik baru bisa membuat anak-anak benar-benar yakin menerima saran dari orang dewasa.
Memahami, menerima dan memercayai anak adalah dasar untuk menciptakan hubungan yang baik. Bagaimana orangtua dapat membantu anak-anak menjauhi game juga bisa didapat dari dalamnya, bahkan dapat meningkatkan hubungan antara orangtua-anak. Boleh dikata, hampir dalam setiap keluarga sekarang memiliki komputer, PR anak-anak sekarang juga akan menggunakan computer dan internet untuk mengumpulkan informasi.
Yang paling inten, cara yang paling ekstrem dengan mencabut steker komputer atau steker game mungkin tidak sesuai lagi dengan era sekarang. Apalagi, meskipun tidak ada komputer di rumah, anak-anak muda memiliki kemampuan gerak tingkat tinggi, bisa saja ia ke rumah temannya yang puya “rasa kesetiakawanan” untuk menggunakan komputer di sana atau di warnet sehingga dengan demikian justru lebih sulit untuk mengetahui kondisi penggunaan komputer anak-anak.
Ada sebuah contoh sukses seperti berikut : Seorang ayah yang berusia sekitar 40 tahun, karena tidak berhasil membujuk anaknya yang duduk di bangku SMP itu untuk menjauhi game komputer, dengan nada-nada yang lembut ia berkata pada anaknya: “Pasti ada yang menyenangkan dalam video game itu, ayah akan luangkan waktu untuk bermain bersama dengan kamu.” Setelah bermain bersama beberapa waktu, antar orangtua – anak pun kini punya topik yang sama.
Dengan memanfaatkan topik yang sama, sang ayah menyadari anak-anak sebelumnya punya banyak hal yang tidak sama pandangan dengan orang dewasa. Namun, karena kurangnya hubungan yang baik orangtua-dengan anak, sehingga kerap enggan untuk berkomunikasi dan memicu terjadinya kesalapahaman bahkan hubungan orangtua-anak memburuk, ini juga merupakan salah satu faktor utama yang memperparah anak-anak hanyut dalam game. Setelah sang ayah itu punya landasan tersebut, kemudian dengan sangat sabar membiarkan anaknya mengerti bahwa banyak ketrampilan yang mutlak dikuasai dalam kehidupan sehari-hari itu perlu waktu untuk dipupuk.
Sebagai contoh : memasak, mencuci piring, mencuci pakaian, dan menjalin persahabatan dengan teman-teman, membiarkan anak-anak mengerti bahwa ketrampilan yang dibutuhkan dalam kehidupan nyata itu tidak sepenuhnya bisa diperoleh melalu pembelajaran dalam game.
Sekadar diketahui, 10 besar peringkat game komputer ini, sekitar 70 - 80% tergolong jenis permainan RPG (Role Playing Game-permainan peran), sementara sisanya tergolong game jenis strategi dan kekerasan. Sederhananya, “Permainan peran” adalah sebuah permainan yang para pemainnya memainkan peran tokoh-tokoh khayalan dan berkolaborasi untuk merajut sebuah cerita bersama.
Faktor utama yang menyebabkan video game begitu menggoda karena pemainnya memiliki hak kendali penuh atas game yang dimainkannya, meskipun kalah, tapi begitu menekan tombol “off”, tetap saja orang yang memainkannya itu yang “menang”. Hanyut dalam permainan game ini tidak hanya para anak dan remaja, banyak orang dewasa di bawah usia 50 tahun juga mudah hanyut dalam permainan, dan sulit untuk melepaskan diri.
Tujuan hidup dan misi jangka pendek yang dirancang dalam game-game ini selalu dengan jelas dan mudah untuk memikat para pemainnya, begitu misi itu selesai, bonus atau hadiah itu pun langsung keluar, sehingga secara emosional sangat mudah menebus penyesalan dalam kehidupan nyata. Bahaya (dampak negatif) dari game sudah tak perlu dibahas lagi, yang harus diperhatikan orangtua sebaiknya adalah bagaimana “Melepaskan diri dari game digital yang telah merasuki jiwa anak”.
Landasan apa pun yang ingin mengubah perilaku anak-anak adalah hubungan antara orangtua - anak. Sebab hubungan antara orangtua-anak yang terjalin dengan baik baru bisa membuat anak-anak benar-benar yakin menerima saran dari orang dewasa.
Memahami, menerima dan memercayai anak adalah dasar untuk menciptakan hubungan yang baik. Bagaimana orangtua dapat membantu anak-anak menjauhi game juga bisa didapat dari dalamnya, bahkan dapat meningkatkan hubungan antara orangtua-anak. Boleh dikata, hampir dalam setiap keluarga sekarang memiliki komputer, PR anak-anak sekarang juga akan menggunakan computer dan internet untuk mengumpulkan informasi.
Yang paling inten, cara yang paling ekstrem dengan mencabut steker komputer atau steker game mungkin tidak sesuai lagi dengan era sekarang. Apalagi, meskipun tidak ada komputer di rumah, anak-anak muda memiliki kemampuan gerak tingkat tinggi, bisa saja ia ke rumah temannya yang puya “rasa kesetiakawanan” untuk menggunakan komputer di sana atau di warnet sehingga dengan demikian justru lebih sulit untuk mengetahui kondisi penggunaan komputer anak-anak.
Ada sebuah contoh sukses seperti berikut : Seorang ayah yang berusia sekitar 40 tahun, karena tidak berhasil membujuk anaknya yang duduk di bangku SMP itu untuk menjauhi game komputer, dengan nada-nada yang lembut ia berkata pada anaknya: “Pasti ada yang menyenangkan dalam video game itu, ayah akan luangkan waktu untuk bermain bersama dengan kamu.” Setelah bermain bersama beberapa waktu, antar orangtua – anak pun kini punya topik yang sama.
Dengan memanfaatkan topik yang sama, sang ayah menyadari anak-anak sebelumnya punya banyak hal yang tidak sama pandangan dengan orang dewasa. Namun, karena kurangnya hubungan yang baik orangtua-dengan anak, sehingga kerap enggan untuk berkomunikasi dan memicu terjadinya kesalapahaman bahkan hubungan orangtua-anak memburuk, ini juga merupakan salah satu faktor utama yang memperparah anak-anak hanyut dalam game. Setelah sang ayah itu punya landasan tersebut, kemudian dengan sangat sabar membiarkan anaknya mengerti bahwa banyak ketrampilan yang mutlak dikuasai dalam kehidupan sehari-hari itu perlu waktu untuk dipupuk.
Sebagai contoh : memasak, mencuci piring, mencuci pakaian, dan menjalin persahabatan dengan teman-teman, membiarkan anak-anak mengerti bahwa ketrampilan yang dibutuhkan dalam kehidupan nyata itu tidak sepenuhnya bisa diperoleh melalu pembelajaran dalam game.
Sang ayah juga menggunakan surat kabar untuk menggantikan model internet dalam mencari informasi, membaca koran bersama, membahas peristiwa-peristiwa terkini, dan secara berangsur-angsur topik pun menjadi banyak, hubungan juga terjalin dengan baik, sehingga dengan demikian, anak-anak tidak lagi bergantung pada satu-satunya game komputer. Salam kebajikan
Tidak ada komentar:
Write komentar