KEBAJIKAN ( De 德 ) - Dahulu ada seorang pria ke pegunungan belajar ilmu silat. Karena dahulu dia pernah berlatih seni bela diri, sehingga sering tanpa sadar dia memasukan seni bela dirinya ke ilmu pedang yang diajarkan oleh gurunya, semua hal tersebut terlihat di mata gurunya.
Suatu hari, gurunya menunjuk ke kaki gunung ke sekelompok anak-anak yang sedang bermain, dan berkata kepadanya: "Tahukah engkau bagaimana anak-anak tersebut mulai belajar ?" Dia menggelengkan kepalanya, tidak tahu bagaimana menjawab.
Gurunya mengatakan kepadanya, “Anak-anak pertama mulai belajar adalah meniru, seperti berjalan, berbicara dan kebiasaan sehari-hari, semuanya meniru dari orang dewasa, sehingga anak yang dibesarkan dari keluarga Tiongkok anak-anaknya hanya berbicara bahasa Mandarin, tidak bisa berbicara bahasa asing; makan nasi dengan sumpit tidak bisa memakai garpu.
Suatu hari, gurunya menunjuk ke kaki gunung ke sekelompok anak-anak yang sedang bermain, dan berkata kepadanya: "Tahukah engkau bagaimana anak-anak tersebut mulai belajar ?" Dia menggelengkan kepalanya, tidak tahu bagaimana menjawab.
Gurunya mengatakan kepadanya, “Anak-anak pertama mulai belajar adalah meniru, seperti berjalan, berbicara dan kebiasaan sehari-hari, semuanya meniru dari orang dewasa, sehingga anak yang dibesarkan dari keluarga Tiongkok anak-anaknya hanya berbicara bahasa Mandarin, tidak bisa berbicara bahasa asing; makan nasi dengan sumpit tidak bisa memakai garpu.
Setelah dewasa, memiliki ide-ide dan opini mereka sendiri, baru dapat mencari jalan dan kehidupan yang mereka inginkan. Yang pertama belajar adalah mulai dari meniru, kemudian menyerap, menguasai, secara bertahap memiliki pandangan dan perbuatan yang berbeda dari mereka sendiri, agar dengan demikian mereka bisa mencapai kesuksesan dari dunia mereka sendiri."
Setelah Guru selesai berkata, dia bertanya, "Ketika seorang anak belajar berkata dengan bahasa Mandarin, apakah disela-sela pembicaraan akan memasukkan bahasa asing? Ketika belajar makan, apakah satu tangan memegang sumpit dan tangan yang satu lagi memegang garpu?."
Setelah Guru selesai berkata, dia bertanya, "Ketika seorang anak belajar berkata dengan bahasa Mandarin, apakah disela-sela pembicaraan akan memasukkan bahasa asing? Ketika belajar makan, apakah satu tangan memegang sumpit dan tangan yang satu lagi memegang garpu?."
Ketika dia mendengar kata-kata gurunya, dia tahu guru memperingatkan dia dalam tahap belajar, tidak boleh satu kaki memijak dua perahu, jika tidak dia tidak akan mendapatkan ilmu apapun dan semuanya akan sia-sia.
Dia kemudian meminta maaf kepada gurunya dan berjanji mengatakan dia akan serius belajar dan memenuhi harapan Guru. Akhirnya dia tidak lagi mencampurbaurkan ilmu bela diri dan ilmu pedang yang diajarkan gurunya, hanya berfokus untuk berlatih sesuai dengan ajaran Guru, setelah beberapa tahun belajar akhirnya dia sudah tamat belajar dan sudah boleh turun gunung.
Dia kemudian meminta maaf kepada gurunya dan berjanji mengatakan dia akan serius belajar dan memenuhi harapan Guru. Akhirnya dia tidak lagi mencampurbaurkan ilmu bela diri dan ilmu pedang yang diajarkan gurunya, hanya berfokus untuk berlatih sesuai dengan ajaran Guru, setelah beberapa tahun belajar akhirnya dia sudah tamat belajar dan sudah boleh turun gunung.
Setelah beberapa waktu, dia percaya dia telah mampu memahami esensi dari ilmu pedang gurunya, dia sudah bisa mencari jalannya sendiri. Mulai saat itu, dia tidak hanya menciptakan ilmu pedang asli yang lihai, terhadap seni bela diri juga memiliki wawasan yang cemerlang, dan akhirnya dia menjadi pendekar pedang yang terkenal. Salam kebajikan (Sumber)
Tidak ada komentar:
Write komentar