KEBAJIKAN ( De 德 ) - Sepasang suami isteri terlibat dalam percakapan serius, membahas mengenai sisi kehidupan manusia dan permasalahannya.
Isteri : "Mas, saya heran melihat tetangga sebelah, dengan hanya memiliki gaji kecil namun mereka dapat hidup dengan baik, isterinya tidak pernah mengeluh dan mereka jarang sekali terlibat pertengkaran..."
Suami : "Kamu melihat hidup mereka begitu nikmat dan berbahagia, itu disebabkan mereka mampu menutupi kekurangannya tanpa perlu berkeluh kesah...."
Isteri : "Berarti saya tidak boleh berkeluh kesah ketika penghasilan suami tidak mencukupi kebutuhan hidup keluarga?"
Suami : "Apa gunanya kamu berkeluh kesah, toh suamimu adalah pilihan hidupmu. Berilah semangat kepada suamimu untuk bekerja lebih giat dan berupaya mencari penghasilan tambahan. Bila perlu, seorang isteri juga dimungkinkan untuk ikut membantu mencari nafkah, asalkan tidak mengabaikan urusan keluarga dan kodratnya..."
Isteri : "Temanku si Ani, baru saja kehilangan pekerjaan karena perusahaannya bangkrut, namun dia tidak menampakkan raut wajah kesedihan...."
Suami : "Kamu melihat hidup temanmu tidak menyimpan duka atau kesedihan, itu dikarenakan dia pandai menutupi kepedihannya dengan mensyukuri apa yang telah terjadi sebagai suatu pembelajaran hidup. Dia akan bangkit dan berjaya kembali karena sikapnya yang tidak pernah putus asa...."
Isteri : "Begitu yah... Berarti jika suatu saat suamiku terpaksa harus kehilangan pekerjaan, saya tidak boleh bersedih?"
Suami : "Apakah dengan bersedih dan meratapi nasib akan dapat menyelesaikan masalah? Berjuanglah bersama-sama untuk mencari nafkah. Jika suami dan isteri mau bekerjasama, semua masalah pasti dapat diselesaikan. Jangan saling merecoki. Itu saja...."
Sang isteri mendengar nasehat suaminya dengan seksama. Dia merenung dan membandingkan kehidupan teman dan tetangganya dengan kehidupan yang dijalaninya saat ini bersama suami tercinta.
Isteri : "Mas, ada lagi nih... Saya melihat hidup si Bedu begitu tenang bagaikan tidak memiliki ujian hidup..."
Suami : "Sebulan lalu si Bedu baru saja kehilangan motornya. Dia tidak menunjukkan ekspresi marah yang berlebihan. Kamu tahu penyebabnya? Ternyata si Bedu sedang menikmati badai ujian dalam hidupnya. Dia berprinsip, jika tidak ada motor, masih ada angkot yang mengantarnya pergi bekerja. Mungkin karena keikhlasannya, boss Bedu meminjamkan motornya yang tidak terpakai untuk digunakan oleh Bedu...."
Isteri : "Oh ya... Sungguh beruntung nasib si Bedu...."
Suami : "Bedu beruntung mendapat bantuan dari orang lain karena keikhlasannya...."
Isteri : "Satu lagi, saya mendengar tetangga baru kita begitu beruntung dan bernasib baik. Dia selalu mendapat hadiah undian yang tidak terduga dari pameran atau perusahaan yang menyelenggarakan undian. Mengapa dia dapat bernasib baik seperti itu...?"
Suami : "Saya mendengar tetangga baru kita sering kali memberi sedekah kepada orang-orang yang berkekurangan dengan penuh ketulusan. Tanpa pamrih dan tidak pandang bulu. Mungkin inilah salah satu penyebab dia memiliki nasib baik...."
Isteri : "Jika bisa seberuntung dia, mulai hari ini kita harus banyak bersedekah kepada orang lain. Mana tahu kita bisa memperoleh hadiah mobil..."
Suami : "Kamu tidak boleh berpikiran seperti itu... Perbuatan baik dan beramal itu harus dilakukan dengan ikhlas tanpa mengharapkan balasan. Percayalah, Tuhan Maha Mengetahui dan pasti akan memberi imbalan atas perbuatan kita, di waktu dan kesempatan yang tidak terduga..."
Isteri : "Iya... Mas... Saya salah..."
Suami : "Beramal yang baik jika kita melakukannya dengan tanpa perencanaan. Misalnya, saat kita hendak membeli sebungkus nasi, lalu melihat pengemis, tukang becak, pemulung, pegawai rendahan atau mereka yang kita rasa hidup dalam kesusahan, juga sedang membeli nasi bungkus, lantas kita membayarkan nasi bungkus mereka dan segera pergi menjauh tanpa mengharapkan ucapan terima kasih dari mereka. Seperti inilah contoh perbuatan baik yang mulia. Sederhana namun bernilai tinggi..."
Isteri : "Terima kasih atas wejangannya guru kehidupanku. Saya semakin mengerti arti kehidupan. Saya merasa sangat bangga memiliki suami yang sangat bijaksana. Yang terakhir, kamu harus berjanji untuk tidak menduakan cinta kita..."
Suami : "Maaf saya tidak bisa..."
Sang isteri merasa terkejut mendengar penuturan suaminya. Seketika air mata mulai mengalir dari pelupuk matanya.
Sang suami memeluk isterinya dengan erat sambil mengelus perut isterinya yang besar, tempat dimana hasil buah cinta mereka sedang berlindung.
Suami : "Saya akan selamanya mencintai dirimu dan puteri kita. Saya berjanji akan merawat dan melindungi kalian sepenuh hatiku..."
Isteri : "Terima kasih suamiku. Tadi saya sempat berpikir kamu berniat untuk berpoligami..."
Sobatku yang budiman...
Kadang kita melihat hidup orang lain begitu berbahagia, namun ternyata mereka mampu menikmati kebahagiaan dengan "menjadi apa adanya". Padahal sesungguhnya hidup mereka jauh lebih berkekurangan dibandingkan kita.
Kita tidak perlu merasa iri dan dengki dengan rezeki orang lain, sebaliknya bersyukurlah dengan apa yang telah ada dan memanfaatkan sebaik-baiknya untuk kemuliaan hidup.
Kita tidak tahu dimana rezeki kita bersembunyi, namun rezeki kita tahu persis dimana diri kita berada. Mereka akan segera mampir di saat-saat kita membutuhkannya.
Kadang kita keliru dalam pemikiran bahwa rezeki itu adalah buah hasil kerja. Sesungguhnya bekerja itu adalah ibadah dan rezeki itu adalah urusan Tuhan.
Kita lupa bahwa hakekat rezeki bukan dilihat dari sederetan angka-angka, namun seberapa mampu kita untuk menikmati hasilnya, untuk kita dan untuk orang lain yang membutuhkannya.
Dan di akhir perjalanan hidup, kita akan ditanya : "Darimana asal rezekimu dan sudah kamu gunakan untuk apa saja." Sebab rezeki itu hanyalah hak pakai, bukan hak milik yang dapat kita bawa hingga menghadap Sang Pencipta.
#firmanbossini
Tidak ada komentar:
Write komentar