KEBAJIKAN ( De 德 ) - Beberapa waktu yang lalu...
Ada seorang teman bernama Andy mengalami musibah kecelakaan lalu lintas yang mengharuskan dia diopname di rumah sakit. Sebuah jarinya harus dipotong karena jari kelingking tersebut tidak dapat disembuhkan lagi.
Saat masih terbaring di rumah sakit, istri Andy menghubungiku dan menceritakan tentang keadaan suaminya. Dia merasa sangat berduka dengan musibah ini. Kekhawatiran akan masa depan keluarganya menjadi beban pikirannya.
Esoknya saya menjenguk Andy. Kondisi tubuhnya relatif stabil. Hanya psikisnya terguncang karena takut tidak dapat beraktivitas dengan wajar.
Saya mengatakan : "Jangan cemas... Tuhan pasti akan memberikan jalan keluar terbaik. Semua pasti ada solusinya. Yakinlah bahwa tangan Tuhan akan menyentuh hidupmu, baik secara langsung maupun melalui tangan orang lain. Yang paling utama saat ini, kamu harus segera pulih..."
Setelah berbincang selama berjam-jam, di akhir pertemuan, saya menganjurkan agar Andy untuk selalu berbuat kebajikan dan mengembangkan pikiran yang penuh cinta kasih kepada sesama.
Beberapa hari kemudian, Andy sudah diperbolehkan keluar dari rumah sakit. Andy datang menemuiku. Dia mengatakan bahwa saat terbaring di rumah sakit, saat merasakan kesakitan yang luar biasa dan merasa sedih karena ternyata harus kehilangan salah satu anggota tubuhnya, akan terasa sulit bagi dirinya untuk berbuat baik kepada sesama.
Andy berkata "Saya sendiri sangat membutuhkan pertolongan. Keadaan saya sangat buruk. Bagaimana mungkin saya bisa mengembangkan pikiran cinta kasih dan berbuat kebajikan kepada orang lain? Bukankah saya sendiri yang sebenarnya harus dikasihani?"
Saya tersenyum, lalu berkata, "Sejak kamu mulai memikirkan diri sendiri dan mulai menuntut, maka sejak saat itulah kamu mulai merasa menderita. Sebaliknya, sejak kamu mulai memikirkan orang lain dan mengharapkan mereka berbahagia, justru pada saat itulah kamu mulai merasa bahagia. Dengan mengembangkan pikiran cinta kasih, saya berharap semoga penderitaan yang kamu rasakan dapat berkurang."
Andy mendengarkan penjelasanku dengan seksama.
Saya melanjutkan : "Jangan berpikir jauh-jauh... Lihatlah sekelilingmu. Masih banyak orang yang dilanda kesusahan tanpa kita ketahui. Kadang mereka menyimpan rapat-rapat penderitaan yang sedang dialami".
Saya pergi ke belakang sebentar untuk mengambil minuman untuk kami.
Saya berkata lagi : "Ketika berada di rumah sakit, cobalah memberikan sebungkus nasi untuk para suster. Barangkali ada satu diantara sekian banyak suster yang sedang kelaparan, tidak punya duit untuk membeli makanan karena belum gajian. Ketika kamu menuju ke rumahku, pernahkah kamu melihat sekelilingmu? Tukang becak, pengepul barang butut, tukang sapu, tukang angkut sampah, lihatlah raut wajah mereka. Sisihkanlah uang sedikit buat mereka sekadar untuk membeli sebungkus nasi".
Saya meneguk segelas minuman, lantas berkata : "Senyum polos yang muncul dari raut wajah mereka akan membawa kebahagiaan tersendiri bagi kita. Kepuasan diri yang kita peroleh tidaklah sebanding dengan uang yang kita berikan kepada mereka".
Andy manggut-manggut dan sudah paham dengan maksud pemikiranku tentang pikiran cinta kasih.
Sobatku yang budiman...
Ketika kita masih dalam proses berpacaran, kita sangat memperhatikan pasangan masing-masing. Berbagai perhatian tulus tanpa dibuat-buat, kerap kita berikan sepanjang waktu. Pikiran kita selalu dipenuhi oleh wajah pasangan kita.
"Apakah sayang sudah makan? Jangan telat makan yah.. Mimik air putih yang banyak supaya tidak dehidrasi... Ntar pulang pakai payung karena matahari sangat terik... dan lain sebagainya."
Kita berusaha semaksimal mungkin untuk saling membahagiakan. Oleh karena ingin membahagiakan sang belahan jiwa, perasaan kita senantiasa dipenuhi "pesona" kasih sayang. Hidup kita menjadi bahagia.
Namun setelah menikah...
Banyak yang mengalami perubahan perilaku. Menganggap pasangannya sudah pasti menjadi miliknya, seutuhnya. Merasa tidak perlu lagi memberi perhatian lebih, seperti saat sedang masa-masa pacaran.
Sadarkah kita dengan yang telah kita perlakukan kepada pasangan kita?
Kita mulai banyak berharap kepada pasangan. Kita mulai menuntut pasangan untuk begini dan begitu. Padahal, ketika kita mulai memikirkan diri sendiri dan mulai banyak menuntut, pada saat itulah penderitaan mulai datang.
Penderitaan akan datang, pada saat kita menuntut orang lain untuk membahagiakan kita.
Sebaliknya, kebahagiaan datang justru saat kita membahagiakan orang lain. Salam kebajikan #firmanbossini
Tidak ada komentar:
Write komentar