KEBAJIKAN ( De 德 ) - Uang kertas Rp 2,000,- dan Rp 100,000,- dibuat dari kertas yang sama dan diedarkan oleh Bank Indonesia (BI).
Ketika dicetak, mereka masih bersama-sama, tetapi harus berpisah di bank yang berbeda dan beredar di berbagai lapisan masyarakat luas.
Suatu ketika, mereka bertemu secara tidak sengaja di dalam dompet seorang pemuda.
Maka mereka saling bertegur sapa dan mulai mengobrol
Uang Rp 100,000,- bertanya kepada uang Rp 2,000,- ; "Kenapa badan kamu begitu lusuh, kotor dan berbau amis?"
Uang Rp 2,000,- menjawab; "Karena begitu aku keluar dari bank, langsung berpindah tangan kepada orang-orang kalangan bawah, mulai dari kalangan buruh, penjaja makanan, penjual ikan hingga jatuh ke tangan pengemis."
Lalu uang Rp 2,000,- bertanya balik kepada uang Rp 100,000,- ; "Kenapa engkau begitu baru, rapi dan masih bersih?"
Uang Rp 100,000,- menjawab; "Karena begitu aku keluar dari bank, langsung disambut perempuan cantik dan lelaki beraroma wangi, selanjutnya disimpan di dalam dompet bagus dan bermerek. Saya hanya beredar di lingkungan restoran mahal, kompleks perumahan elit, mall-mall bergengsi dan hotel-hotel berbintang".
Uang Rp 100.000,- menambahkan : "Keberadaanku selalu dijaga dan jarang sekali keluar dari dompet."
Lalu uang Rp 2,000 bertanya lagi; "Pernahkah engkau berada di tempat ibadah?"
Uang Rp 100,000,- menjawab;
"Jarang sekali, bahkan boleh dikatakan belum pernah, karena saya sendiri sudah lupa kapan terakhir berada di sana"
Uang Rp 2,000,- pun berkata kembali : "Ketahuilah walaupun nilaiku hanya Rp 2,000,- tetapi keberadaanku sangat dibutuhkan oleh banyak orang. Bayangkan saja jika aku tidak ada, bagaimana orang hendak membeli barang dengan nilai nominal kecil. Saya tidak berkecil hati walau hanya dianggap sebagai uang kembalian".
Uang Rp 2000,- menegaskan : "Ingatlah bahwa aku selalu berada di seluruh tempat ibadah, tempat yang suci dan mulia. Aku juga selalu berada di tangan anak-anak yatim piatu dan fakir miskin, orang-orang yang sangat dikasihi oleh Sang Maha Pencipta. Aku tidak dipandang sebagai sebuah nilai, tetapi adalah sebuah manfaat".
Lantas, menangislah uang Rp 100,000,- karena selama ini merasa paling besar, paling hebat dan paling tinggi tetapi tidak begitu bermanfaat bagi orang banyak.
Sobatku yang budiman...
Jangan memandang orang dari status ekonomi maupun keindahan fisiknya, karena belum tentu mereka bermanfaat bagi kita maupun lingkungan sekelilingnya.
Marilah kita menghargai dan menghormati mereka yang benar-benar telah menebarkan nilai-nilai kebaikan dan menelurkan azas kemanfaatan kepada orang lain, tanpa memandang perbedaan dan asal usulnya. Salam kebajikan #firmanbossini
Tidak ada komentar:
Write komentar