Dahulu kala, di suatu tempat telah dibangun sebuah biara yang berskala sangat besar dan megah. Setelah pembangunan selesai, para penganut agama Budha yang tinggal di sekitar biara setiap hari berdoa memohon kepada Sang Budha untuk menghantarkan kepada mereka seorang ahli pahat yang paling bagus, untuk memahatkan sebuah patung Budha. Akhirnya Budha Tathagata mengutus seorang Arhat yang mahir dalam hal memahat menjelma menjadi seorang ahli pemahat yang datang ke dunia. Ahli Pahat itu memilih satu batu yang berkualitas terbaik dari dua batu yang sudah tersedia.
ketika dia mulai bekerja, dia tidak menyangka baru saja memahatnya beberapa kali saja, batu itu sudah berteriak kesakitan. Arhat yang memahat itu menasehati batu itu dengan berkata, " Jika tidak melewati pemahatan yang seksama, anda akan selamanya menjadi segumpal batu yang tidak menarik perhatian orang, maka cobalah untuk bisa bertahan ".
Tetapi, begitu tatah (alat pahat) menyentuh badan batu, tetap saja batu itu tak henti-hentinya merintih kesakitan, “Aduh, sakit sekali, saya bisa-bisa mati kesakitan. Mohon Anda, ampunilah dan bebaskan diri saya!”
Ahli pahat itu karena tidak tahan mendengar suara rintihan kesakitan yang terus menerus dari batu itu, akhirnya dia lalu menghentikan pekerjaannya.
Oleh karena itu sang Arhat terpaksa memilih batu yang lain yang kualitasnya jauh lebih jelek dan lebih kasar daripada batu pertama. Meskipun batu ini kualitasnya tidak sebaik batu yang sebelumnya, tetapi dari dalam lubuk hatinya dia sangat bersyukur karena dia bisa terpilih oleh sang Arhat.
Selain itu dia juga sangat yakin bahwa dirinya bakal bisa dipahat menjadi sebuah patung Budha yang sangat bagus. Maka, ahli pahat itu bertindak bagaimanapun, menggunakan tatah untuk mengukir ataupun menggunakan palu untuk memukul, dia tetap diam, menahan segala rasa sakit dengan ketabahan dan keteguhan hati.
Karena si ahli pahat itu juga tahu kalau kualitas batu ini agak kurang, maka demi bisa memperlihatkan teknik seni pahat yang tinggi, dia bekerja dengan mencurahkan segenap tenaga, memahat dengan lebih halus.
Tidak lama kemudian, sebuah patung Budha yang serius khidmat, agung bersemangat berdiri tegak di depan para penganut. Semua orang sangat mengagumi patung Budha itu, lalu mereka meletakkan patung itu di atas altar pemujaan.
Kuil itu mempunyai sangat banyak umat, asap dupa mengepul siang dan malam. Setiap hari orang yang datang memuja silih berganti tak ada henti-hentinya. Demi memperlancar jalannya para pemuja yang makin hari semakin bertambah, batu yang takut sakit itu dipindahkan oleh masyarakat sebagai penambal lubang jalanan.
Oleh karena pada awalnya batu itu tidak bisa menahan kesengsaraan ketika dipahat, sekarang dia terpaksa menahan penderitaan diinjak-injak oleh pejalan kaki dan dilindas oleh kendaraan yang melewati jalan itu.
Melihat patung yang sudah terpahat dengan indah dan menerima pujian dari para umat, di dalam batu yang takut sakit itu selalu merasakan sesuatu yang tidak nyaman.
Suatu ketika, dengan gusar karena diperlakukan tidak adil dia berkata kepada sang Budha yang sedang lewat di sana, “Sang Budha yang agung, ini sungguh tidak adil! Anda lihat batu itu kualitasnya sangat jelek jika dibandingkan dengan saya, tetapi sekarang dia sedang menikmati penghormatan dan pujian dari orang-orang di seluruh dunia, sedangkan saya setiap hari menderita penghinaan terinjak-injak, terjemur oleh sinar matahari dan terguyur oleh hujan, mengapa Anda begitu pilih kasih?”
Dengan tersenyum simpul Sang Budha berkata, “Kualitas batu itu mungkin tidak sebaik kualitas diri Anda, tetapi kemuliaan batu itu datang dari sakit pahatan yang telah diderita olehnya! Karena Anda tidak bisa menahan kesengsaraan pahatan, maka akhirnya Anda hanya bisa mendapatkan nasib yang demikian ini!”
Saya pikir, kita setiap orang seperti sebuah bahan batu yang berada di samping kaki Tuhan. Ketika Anda bercita-cita ingin melakukan sesuatu, ingin berhasil di salah satu bidang itu, Tuhan bisa melihatnya. Tuhan akan menyediakan setumpuk kesengsaraan yang perlu Anda alami dan diletakkan di depan jalan yang harus Anda lewati.
Ketika Anda bisa menahan kesengsaraan satu demi satu, melewati penempaan diri secara terus-menerus, melangkah maju menuju ke tujuan yang hendak Anda capai, pisau pahat dari Tuhan sebenarnya sedang mengukir di atas tubuh Anda. Anda jangan mengeluh, karena Tuhan sedang mengabulkan cita-cita Anda!
Tentunya guna mewujudkan semua ini, segala sesuatunya ada di tangan Tuhan, maka kita seharusnya menerima dan menahan dengan tenang semua tantangan yang harus kita hadapi. Tetapi sebaliknya jika mencari sendiri ekstra kesengsaraan, mencari penderitaan hanya demi menderita, maka hal ini tidak akan memiliki makna yang sesungguhnya.
Menurut catatan dokumen, Wang Yizhi giat berlatih kaligrafi selama 20 tahun, telah menghabiskan 18 tempayan air.
Beethoven ketika konsentrasi berlatih piano, jari-jari tangannya yang berada di atas tuts piano menjadi panas. Agar ia bisa melanjutkan bermain piano dalam waktu panjang, ia akan merendam jari-jari tangannya di dalam air dingin lalu melanjutkan lagi untuk berlatih…
Mereka yang mempunyai kesuksesan besar tidak peduli dari dalam atau luar negeri, tidak ada satu pun yang tidak mengalami kesengsaraan sebelumnya, bahkan ada yang pernah mengalami penderitaan yang hebat.
Orang kuno berkata, “Karena Langit ingin menuaikan tugas yang besar pada orang itu, maka orang itu harus lebih dulu mengalami kesengsaraan hati, dan bersusah payah, dilaparkan badannya, dikosongkan tubuhnya……”
Ombak besar mendulang pasir, yang tersaring adalah emas murni, pahatan bisa membuat benda-benda giok menjadi lebih sempurna, menahan penderitaan pahatan akan membuat seseorang menjadi sukses.
Maka suatu kehidupan yang pernah mengalami kesengsaraan dan melalui penempaan diri pasti bisa merekahkan sinar cahaya yang berkilau.
Tidak ada komentar:
Write komentar