Perang mulut yang sengit terjadi pada pasangan suami-istri, Steve dan Danna. Masalahnya berawal dari apakah roti yang hendak mereka makan harus diiris tebal atau tipis. Dari sini merembet hingga masalah kepercayaan, dan tidak samanya pandangan dalam gaya hidup lalu saling menyalahkan, menyoroti kekurangan masing-masing, dan kata-kata kasar juga diucapkan.
Mereka bertengkar semakin hebat, wajah kedua belah pihak menjadi merah saking emosinya. Danna pun melemparkan putrinya yang berusia 6 bulan dalam pelukannya ke tangan sang suami, kemudian terus naik ke atas loteng. Tidak sampai 10 menit, terdengar suara jeritan sang anak, Danna turun dari loteng, baru mendapati sang suami sedang terengah-engah, penyakit jantungnya kumat. Keadaan semacam itu juga juga pernah terjadi, maka ketika sang suami menyuruh menghubungi dokter jaga, dalam suasana marah Danna menelepon. Setelah meletakkan telepon, dalam hatinya masih memperhitungkan ada beberapa ucapan yang lebih keras dapat membungkamnya sehingga ia diam seribu bahasa, tadi masih belum sempat diucapkan, lain kali dapat digunakan saat terjadi 'perang' lagi.
Tak tahunya, setelah ambulans membawa Steve pergi, tidak sampai 1 jam, Steve telah meninggal karena penyakit jantungnya kambuh. Ia tidak meninggalkan pesan apa pun, terus pergi meninggalkan dunia ini selamanya. Roti terlalu tebal yang ia iris masih tertinggal di atas meja makan. Kematian sang suami, membuat Danna terpukul berat. "Saya sangat menyesal," katanya sambil menangis terisak-isak. Air matanya mengalir menggenangi wajahnya.
"Dokter, apakah manusia bisa hidup sekali lagi. Seandainya saya masih punya sebuah kesempatan untuk hidup bersama Steve lagi, saya pasti tidak akan seperti dulu lagi, dan saya pasti akan menyayanginya." Kebaikan dan kelebihan sang suami, selalu muncul di dalam benaknya setelah ia pergi. Dalam penyesalan itu, Danna melihat dirinya sendiri sehari-hari biasa menuntut keras orang lain, suka mencela dan rewel, segalanya harus dilakukan menurut keinginannya sendiri, sebentar-bentar marah, begitu ada masalah terus menyalahkan orang lain.
Kini, Steve telah pergi tanpa pamit, pergi selamanya. Sampai-sampai Danna tidak pernah mengucapkan terima kasih terhadap suaminya. Sekarang, ketika ia benar-benar ingin mengucapkannya, ia selamanya tidak akan dapat mendengarnya lagi. Danna sangat menyesal hingga sulit dilukiskan.
Sejak sang suami meninggal, pertama-tama Danna mengidap penyakit depresi, kemudian mengidap Lupus erythematosus. Lupus erythematosus adalah suatu penyakit pada sistem kekebalan sendiri, penyebab dasar penyakit tersebut adalah jiwa dan raga sendiri tidak sehat. Sedih, merasa sangat menyesal, dan menyalahkan diri sendiri. Sehingga karma penyakit segumpal-gumpal tertekan masuk ke dalam tubuh. Danna semakin bingung, takut, sudah begitu, tidak tahu bagaimana caranya dapat menghilangkan penderitaan itu. Ia berobat ke dokter di mana-mana, namun dari hari ke hari penyakitnya bertambah berat.
Ilmu pengobatan tradisional Tiongkok merupakan cara sementara yang dapat menghilangkan penderitaannya saat itu. dalam keadaan tidak berdaya, ia memutuskan memilih cara pengobatan tradisional Tiongkok. Dalam proses penyembuhan, dokter bertanya kepadanya: Setelah melalui begitu banyak penderitaan, pelajaran apa yang telah Anda dapatkan? Di luar dugaan dia menjawab, "Aku telah mengenal diriku sendiri."
"Dalam seumur hidup, saya tidak pernah mau mengubah diri saya, saya hanya ingin mengubah orang lain. Saya menyadari hal-hal yang paling tidak saya sukai, justru adalah kekurangan diri saya sendiri. Saya mengatakan, ia malas, sebetulnya saya juga malas. Kukatakan bahwa ia rakus, bukankah saya sendiri juga demikian?
Saat membayangkan kembali pertengkaran kami yang sengit, saya menyadari kekurangan pada diri sendiri, sesuatu yang jahat tidak baik dalam sifat saya, mereka tersingkap sepenuhnya. Saat sedang marah, saya sedikit pun tidak dapat mengekang diri saya sendiri. Demi kelegaan diri sendiri, menelanjangi habis-habisan kesalahan orang lain. Karena bicara Steve tidak dapat mengalahkan saya, lalu dipendam dalam hati ia telah pergi lebih dulu, ia ingin meninggalkan diriku supaya saya mengubah sifat jelek, pada kehidupan yang akan datang, jika masih bisa reinkarnasi lagi, berusaha menjadi orang yang baik." Danna dengan tenang mengatakan semuanya.
Ketika bercerita tentang Xiulian kepadanya, tentang Sejati, Baik, Sabar, sepasang matanya bersinar, ekspresi wajah yang seakan kehausan itu seolah-olah ingin mendengar lebih banyak prinsip yang tidak pernah diketahuinya itu. Dari berbuat kebaikan atau kejahatan pasti ada balasannya serta hubungan sebab-akibat dalam jalur samsara, dia diberitahu sebab-musabab tentang penyakit. Dalam sekilas, ia seolah-olah mendadak telah memahami suatu prinsip, dan seketika bangkit dari kursi, seraya berkata, "Oh, saya telah mengerti!"
"Apa?"
"Sebuah hati yang tenang dan toleran."
Tidak ada komentar:
Write komentar