Terdapat
seorang nenek tua yang mempunyai dua anak perempuan yang menopang
kehidupan keluarganya dengan masing-masing berjualan payung dan dupa.
Anak perempuan pertama selalu mengharapkan hujan agar payungnya lebih laku. Sedangkan anak perempuan kedua mengharapkan matahari bersinar terang supaya dupanya dapat terjemur dengan kering.
Anak perempuan pertama selalu mengharapkan hujan agar payungnya lebih laku. Sedangkan anak perempuan kedua mengharapkan matahari bersinar terang supaya dupanya dapat terjemur dengan kering.
Setiap
kali hujan turun, ibunya yang sangat menyayangi kedua putrinya tersebut
selalu merisaukan putrinya yang berjualan dupa, dan mengharapkan hujan
segera berhenti.
Sebaliknya kalau matahari bersinar cerah, ibunya juga merisaukan putrinya yang berjualan payung, dan mengharapkan agar segera hujan turun. Demikianlah kerisauan ibunda ini berjalan terus setiap hari, tanpa disadarinya dia telah terlarut dalam kesedihan dan penderitaan yang diciptakan oleh pikirannya sendiri.
Sebaliknya kalau matahari bersinar cerah, ibunya juga merisaukan putrinya yang berjualan payung, dan mengharapkan agar segera hujan turun. Demikianlah kerisauan ibunda ini berjalan terus setiap hari, tanpa disadarinya dia telah terlarut dalam kesedihan dan penderitaan yang diciptakan oleh pikirannya sendiri.
Sampai
suatu hari, datanglah seorang mahabhikshu yang melewatinya dan
melihatnya sedang berkeluh-kesah. Mahabhikshu tersebut mulai
menanyakannya, “Kenapa Anda bersedih sekali, apakah telah terjadi
sesuatu yang menimpa keluarga Anda?”
Ibu yang sangat menghormati kehidupan bhikshu ini terkejut dengan teguran tersebut dan segera memberikan hormat kepada mahabhikshu, dan menceritakan kejadian yang membuatnya hatinya risau dan sedih.
Mahabhikshu yang setelah mengerti duduk perkara yang membuat ibu ini risau, maka menasehatinya, “Ibunda yang baik, mulai sekarang coba Anda memikirkan kebahagiaan putri Anda yang berjualan payung pada saat hujan, sedangkan pada saat matahari bersinar cerah pikirkanlah kebahagiaan putri Anda yang berjualan dupa. Dengan demikian Anda tidak perlu terlarut lagi dalam kesedihan.”
Ibu yang sangat menghormati kehidupan bhikshu ini terkejut dengan teguran tersebut dan segera memberikan hormat kepada mahabhikshu, dan menceritakan kejadian yang membuatnya hatinya risau dan sedih.
Mahabhikshu yang setelah mengerti duduk perkara yang membuat ibu ini risau, maka menasehatinya, “Ibunda yang baik, mulai sekarang coba Anda memikirkan kebahagiaan putri Anda yang berjualan payung pada saat hujan, sedangkan pada saat matahari bersinar cerah pikirkanlah kebahagiaan putri Anda yang berjualan dupa. Dengan demikian Anda tidak perlu terlarut lagi dalam kesedihan.”
Ibunda
tersebut menuruti nasehat mahabhikshu, dan mulai memikirkan kebahagiaan
putrinya yang berjualan payung pada saat turun hujan, sedangkan pada
saat matahari bersinar cerah dia memikirkan kebahagiaan putrinya yang
sedang menjemur dupa.
Demikianlah akhirnya ibu ini tidak lagi menderita karena kerisauan pikirannya, tetapi dapat menjalani kehidupannya dengan berbahagia karena sudut pandang positifnya sendiri.
Demikianlah akhirnya ibu ini tidak lagi menderita karena kerisauan pikirannya, tetapi dapat menjalani kehidupannya dengan berbahagia karena sudut pandang positifnya sendiri.
Tidak ada komentar:
Write komentar