Ada sebuah pepatah kuno yang mengatakan, "Hanya dengan tidak mengejar
kemuliaan dan kekayaan, seseorang bisa memiliki cita-cita yang luhur,
hanya dengan berada di dalam kedamaian hati, seseorang bisa berpikir dan
melihat jauh ke depan."
Mereka memandang ringan kemiskinan, kekayaan, dan kemuliaan, karena mereka melepaskan segala macam keinginan material dan keterikatan manusia, menjaga kedamaian hati mereka dan merasa puas serta bahagia.
Kebahagiaan mereka terwujud oleh pemahaman akan prinsip-prinsip Langit, menyelami kebenaran alam semesta dan makna hidup dan tercapainya masa depan yang cerah.
Terlepas dari situasi yang mereka hadapi, mereka teguh memegang karakter mulia mereka dan mengejar kebenaran tanpa mengendurkan diri. Mereka menjadi pelaku dan penyebar kebenaran dan prinsip-prinsip Langit, serta contoh teladan dari kultivasi diri.
Ada seorang pemuda yang melakukan kunjungan kepada seorang arif bijaksana yang telah berusia lanjut. Pemuda ini bertanya kepada orang tua yang arif ini, "Bagaimana saya bisa menjadi orang yang bisa bergembira dan pada saat yang sama juga bisa membawakan kegembiraan kepada orang lain?"
Mereka memandang ringan kemiskinan, kekayaan, dan kemuliaan, karena mereka melepaskan segala macam keinginan material dan keterikatan manusia, menjaga kedamaian hati mereka dan merasa puas serta bahagia.
Kebahagiaan mereka terwujud oleh pemahaman akan prinsip-prinsip Langit, menyelami kebenaran alam semesta dan makna hidup dan tercapainya masa depan yang cerah.
Terlepas dari situasi yang mereka hadapi, mereka teguh memegang karakter mulia mereka dan mengejar kebenaran tanpa mengendurkan diri. Mereka menjadi pelaku dan penyebar kebenaran dan prinsip-prinsip Langit, serta contoh teladan dari kultivasi diri.
Ada seorang pemuda yang melakukan kunjungan kepada seorang arif bijaksana yang telah berusia lanjut. Pemuda ini bertanya kepada orang tua yang arif ini, "Bagaimana saya bisa menjadi orang yang bisa bergembira dan pada saat yang sama juga bisa membawakan kegembiraan kepada orang lain?"
Orang arif ini memandang
pemuda itu dan berkata, "Nak, di usiamu yang masih belia ini, Anda telah
memiliki keinginan demikian adalah sungguh sangat luar biasa. Saya
menyumbangkan empat kalimat untuk Anda. Kalimat pertama adalah,
menganggap diri sendiri sebagai orang lain. Bisakah Anda mengatakan
makna dari kalimat ini?"
Pemuda itu menjawab,
"Bukankah kalimat itu berarti, ketika saya merasakan kepedihan dan
kesengsaraan, saya menganggap diri sendiri sebagai orang lain, dengan
demikian kepedihan dan kesengsaraan itu akan berkurang secara alami. Dan
ketika saya merasakan histeria kegembiraan yang berlebihan, jika saya
anggap diri sendiri sebagai orang lain, maka histeria kegembiraan itu
akan berubah menjadi ramah dan agak netral?"
Sang arif mengangguk-anggukkan kepala dan melanjutkan berkata, "Kalimat kedua, menganggap orang lain sebagai diri sendiri."
Sang arif mengangguk-anggukkan kepala dan melanjutkan berkata, "Kalimat kedua, menganggap orang lain sebagai diri sendiri."
Pemuda itu termenung
sejenak lalu berkata, "Dengan demikian baru bisa benar-benar bersimpati
atas kemalangan yang dialami oleh orang lain, mengerti dengan kebutuhan
yang dibutuhkan oleh orang lain, bisa memberikan bantuan yang sesuai di
saat orang lain membutuhkan bantuan dari kita?"
Kedua mata dari sang arif bersinar, dia melanjutkan berkata, "Kalimat yang ketiga, menjadikan orang lain sebagai orang lain."
Pemuda itu menjawab,
"Bukankah kalimat ini berarti, harus sepenuhnya menghormati kemandirian
dari setiap orang, di dalam situasi yang bagaimanapun juga tidak boleh
mengganggu gugat hak asasi orang lain?"
Sang arif tertawa terbahak-bahak dan berkata, "Bagus, bagus sekali. Anak yang dapat dibimbing!"
Kalimat yang keempat
adalah, "Membuat diri sendiri sebagai diri sendiri. Kalimat ini sangat
sulit untuk dipahami, Anda boleh perlahan-lahan mencoba memahaminya di
kemudian hari."
Pemuda itu berkata,
"Keempat kalimat itu sendiri terdapat banyak tempat yang kontradiksi,
dengan menggunakan cara apa baru bisa mempersatukan kalimat-kalimat
itu?"
Sang arif berkata,
"Sangat mudah sekali, menggunakan waktu dan pengalaman seumur hidupmu."
Pemuda itu lama sekali termenung, lalu bersujud untuk pamit.
Waktu berjalan terus, pemuda itu telah menjadi seorang paruh baya, selanjutnya berubah menjadi orang tua. Setelah waktu berjalan sekian lama, akhirnya dia pun berpulang meninggalkan dunia fana ini, namun orang-orang masih sering-sering menyebutkan namanya.
Mereka semua mengatakan bahwa dia adalah seorang arif, karena dia adalah seorang yang selalu bergembira, juga membawakan kegembiraan kepada setiap orang yang telah menjumpai dirinya.
Waktu berjalan terus, pemuda itu telah menjadi seorang paruh baya, selanjutnya berubah menjadi orang tua. Setelah waktu berjalan sekian lama, akhirnya dia pun berpulang meninggalkan dunia fana ini, namun orang-orang masih sering-sering menyebutkan namanya.
Mereka semua mengatakan bahwa dia adalah seorang arif, karena dia adalah seorang yang selalu bergembira, juga membawakan kegembiraan kepada setiap orang yang telah menjumpai dirinya.
Tidak ada komentar:
Write komentar