Banyak orang tahu apa itu kultivasi? Sehingga timbul tekad untuk
berkultivasi. Timbulnya niat pikiran kultivasi sangat gampang, tetapi dapat bertahan
dalam berkultivasi terus bukanlah suatu hal yang gampang.
Bhiksu
tua dan muridnya sedang melakukan perjalanan dengan jalan kaki,
walaupun melalui jalan hutan dan naik gunung, bhiksu tua berjalan dengan
santai di depan dan muridnya memikul bekal mereka yang berat dengan
terseret-seret mengikuti dibelakang gurunya.
Bhiksu kecil sambil berjalan berpikir, didalam kehidupan manusia yang
singkat ini, selalu harus melalui siklus dilahirkan, sakit, tua dan
meninggal, begitu banyak penderitaan, tetapi setelah memilih jalan
kultivasi, maka harus seperti Sang Sadar harus cepat menyelamatkan
orang, tidak boleh kendur, harus gigih maju.
Setelah berpikir sampai disana, bhiksu tua yang berjalan didepannya
menghentikan langkah kakinya, membalikkan badannya dengan wajah
tersenyum berkata, “Mari, biar saya yang memikul bekal itu, kamu yang
jalan didepan saya.” Bhiksu kecil merasa heran, tetapi sesuai dengan
instruksi gurunya, dia memberikan bekal kepada gurunya dan dia berjalan
didepan gurunya.
Setelah berjalan beberapa saat, bhiksu kecil ini merasa sangat bebas
dan santai, sambil berpikir didalam kitab suci dikatakan, Sang Sadar
menyelamatkan mahluk hidup,” Ini terlalu sulit! Begitu banyak mahluk
hidup sampai kapan bisa menyelamatkan semuanya? Lebih enak tidak usah
kultivasi, lebih nyaman hidup santai dan bebas saja!”
Setelah niat pikiran ini timbul, dia mendengar gurunya bhiksu tua
dengan suara serius membentaknya, “Anda segera berhenti!” Bhiksu kecil
membalikkan badannya, dia melihat wajah bhiksu tua dengan serius
memandangnya, dia sangat terkejut, bhiksu tua sambil melemparkan bekal
dari pikulannya berkata, “Bawa bekal ini, sekarang ikuti saya!”
Bhiksu kecil berpikir lagi, sangat susah menjadi manusia! beberapa saat
yang lalu masih dalam keadaan gembira, sekejap mata sudah berubah
menjadi susah, suasana hati manusia sungguh gampang berubah dan tidak
stabil, “Hati manusia biasa gampang berubah, lebih bagus berkultivasi
mencapai kesempurnaan, dengan demikian saya dapat menyelamatkan manusia
dan mengurangi kesusahan hidup manusia”
Setelah timbul niat tersebut, gurunya yang berjalan didepannya
membalikkan badannya dan tersenyum mengambil bebannya dan berjalan
dibelakangnya. Kejadian ini berulang kali terjadi karena bhiksu kecil ini hatinya tidak
stabil antara ingin berkultivasi dan ingin bebas, ketika ketiga kalinya
timbul niat ingin bebas, bhiksu tua dengan suara keras dan wajah serius
menghadapinya.
Bhiksu kecil akhirnya tidak dapat menahan perasaan penasaran didalam hatinya, lalu bertanya kepada gurunya kenapa hari ini gurunya bersikap bolak balik demikian, pada suatu saat baik dan di lain saat berubah menjadi keras “Guru, kenapa hari ini engkau sebentar menginginkan saya mengikuti belakangmu, tetapi dalam sekejap ingin saya berjalan didepan, kenapa hal ini terjadi berulang kali?”
Bhiksu kecil akhirnya tidak dapat menahan perasaan penasaran didalam hatinya, lalu bertanya kepada gurunya kenapa hari ini gurunya bersikap bolak balik demikian, pada suatu saat baik dan di lain saat berubah menjadi keras “Guru, kenapa hari ini engkau sebentar menginginkan saya mengikuti belakangmu, tetapi dalam sekejap ingin saya berjalan didepan, kenapa hal ini terjadi berulang kali?”
Bhiksu tua berkata, “Walaupun engkau mempunyai niat untuk berkultivasi,
tetapi hati kultivasimu sangat labil. Ketika saya merasa terharu timbul
niatmu untuk berkultivasi, tetapi sebentar lagi pikiranmu sudah berubah. Jika demikian
terus maju mundur, sampai kapan engkau baru bisa mencapai buah status?.”
Setelah mendapat teguran dari gurunya, bhiksu kecil merasa sangat
menyesal, maka timbul kembali niat pikiran untuk tetap berkultivasi,
pada saat ini gurunya ingin dia berjalan didepan, tetapi dia menolak dan
berkata, “Guru, mulai saat ini saya bertekad dengan niat pikiran yang
bulat saya akan berkultivasi seperti mendirikan sebuah menara yang
tinggi, yang dimulai dari bawah, setahap demi setahap mencapai puncak
saya juga akan berjalan selangkah demi selangkah.”
Setelah mendengar perkataannya bhiksu tua sangat gembira, didalam
hatinya sangat kagum kepada murid kecilnya, mereka berdua meneruskan
berjalan sambil bercanda dan sepanjang jalan saling membantu.
Tidak ada komentar:
Write komentar