Papan reklame tradisional Tiongkok dapat
ditelurusi mulai dari masa akhir zaman dari masyarakat primitif. Di kala itu,
umat manusia telah mengalami kemajuan dari cara memancing dan berburu menjadi
bercocok tanam.
Ketika mengambil air di setiap pagi hari,
orang-orang akan membawa surplus panen mereka di sepanjang jalan menuju sumur,
untuk diperdagangkan. Inilah cikal
bakal pasar.
Menurut literatur kuno, Shennong atau Dewa Pertanian, sang legenda
bijaksana yang menemukan cara bercocok tanam dan pengobatan herbal, dalam suatu
waktu telah mengajarkan orang orang tentang cara berdagang. Kisah klasik Tionghoa
kuno “ Xi Ci Xia” di Kitab Zhou Yi dengan jelas mendokumentasikan ini :
Pada masa pemerintahan Raja Shennong, pasar dibuka pada
waktu sore hari, dimana orang -orang dari seluruh penjuru dunia bertemu dengan
membawa barang-barang mereka. Setelah transaksi dibuat, mereka meninggalkan
pasar, dan pulang ke rumah mereka masing masing.
Sampai saat ini, ini adalah bukti paling
awal ditemukannya gambaran mengenai transaksi perdagangan di masa pra-sejarah.
Pada masa awal abad kesebelas Sebelum Masehi, beberapa kota telah membentuk
sebuah sistem manajemen pasar rasional yang bersifat kekeluargaan dibawah
pengawasan dari beberapa petugas profesional. Bahkan, studi-studi arkeologi
telah membuktikan bahwa Tiongkok telah memiliki koin sebelum abad ke 13 sebelum
Masehi.
Terbukti, transaksi perdagangan yang
awal, baik melalui barter ataupun dengan mata uang, hanya bisa dimulai dengan
menunjukkan semacam selebaran. Sejak zaman primitif, cara paling sederhana ini telah
digunakan untuk berpromosi, dan masih dipergunakan secara luas di pasar-pasar
sampai sekarang karena kesederhanaan dan efektivitasnya.
Kemudian pedagang yang menetap lokasinya
mulai berpikir untuk menunjukkan barang-barang dagangannya, akhirnya mereka
mulai membuat banner reklame ( pada waktu itu semacam kaligrafi huruf mandarin )
yang memperlihatkan berbagai corak atau design.
Banner (simbol / merek) komoditi yang
pertama kali muncul saat zaman musim semi dan gugur dan pada zaman negara berperang
(770-221 SM) , yaitu banner bertulisan “ARAK”, dalam kitab karya Han Fei Zi,
sebuah buku filosofi yang ditulis pada masa akhir Zaman Negara Berperang ( 476-
221 SM ), dan buku Van Zi Chun Qiu, sebuah buku yang mencatat kata kata dan
tindakan dari Yan Ying, seorang menteri dari kerajaan Qi selama Zaman Musim Semi dan Musim Gugur (770-
476 SM), dapat di temukan kutipan-kutipan seperti ini, “Toko arak mengantungkan
banner-banner mereka dengan tinggi, dan kata-kata peringatan (kata kata di banner zaman itu
untuk menarik perhatian orang) nya cukup panjang.
Di tahun 221 SM ,Kaisar Qin Shihuang,
atau Kaisar dari Dinasti Qin, membangun kekaisaranNya, membuat China menjadi
negara feodal yang disatukan (menyatukan China daratan). Mendekati seribu tahun
setelah itu, permerintah pusat berturut-turut mengimplementasikan sebuah
kebijakan menghentikan pedagang-pedagang komersil pribadi dan mendukung pedagang
pedagang resmi.
Sebagai
konsekuensinya, sektor bisnis pribadi mendapat sejumlah halangan, sementara
pedagang resmi menerima perlakuan khusus, perdagangan di berbagai kota, hanya
dilakukan di waktu dan lokasi tertentu.
Di masa awal Dinasti Zhou (1066- 256 SM),
pasar pasar dibatasi di ibu kota, sesuai dengan peraturan dari Dinasti Zhou,
ibukota dibagi kedalam 9 daerah bagian.
Daerah bagian tengah adalah
tempat istana dari penguasa, daerah bagian didepan merupakan bagian depan dari
istana, dan pasar ditempatkan dibelakang istana, sebuah susunan tata letak yang
terkenal dengan nama ”istana didepan dan pasar di belakang”. Semasa periode
feodal Tiongkok, semua dinasti kuno harus mengikuti susunan tata letak ini,
ketika membangun ibukota mereka.
Dengan perkembangan ekonomi komoditas,
pola “ satu kota satu pasar “, berangsur-angsur ditinggalkan, beberapa
kota membuka pasar-pasar baru
diluar pasar daerah bagian belakang, sebagai contoh, Chang'an, ibukota Dinasti Tang
(618- 907 masehi), mempunyai pasar sejumlah 3 di seluruh kotanya.
Di
pasar-pasar kuno ada pintu gerbang di 4 sisinya yang dibuka
pada waktu yang telah ditentukan bagi para pedagang untuk masuk dan
memasarkan barang-barangnya, rupanya
berbagai macam papan nama
tidak merupakan sebuah keperluan utama lagi, karena memajangkan barang
dagangannya secara langsung sudah merupakan cara lebih tepat, orang-orang akan
berdatangan dan memajangkan barang-barang dagangannya untuk dijual, dan kembali
ke rumah ketika pasar-pasar ditutup.
Untuk kondisi ini, merek dagang
satu-satunya yang masih eksis sebelum abad ke 10, sesuai hasil studi-studi
sejarah, adalah menara pasar, papan nama dan banner bertulisan“arak”. Menara
pasar merupakan simbol dari pasar-pasar,sementar papan papan nama merupakan
tanda bahwa ijin diberikan kepada petugas petugas pasar, hanya banner-banner
“arak”lah yang selayaknya disebut
sebagai “ simbol” yang asli bagi pedagang.
Pertama, banner bertulisan“arak”, juga
disebut sebuah simbol dari arak, adalah sebuah kain tanpa kata-kata yang digantung
tinggi diatas kedai arak.
Sejak orang-orang telah mengenalinya, diberikanlah
sebuah nama “Wang-Zi” yang berarti “Sesuatu yang keliatan”, dan perlahan-lahan
disalah-ejakan menjadi “Huang Zi”, sebuah homonim dekat dari “Wang zi”, jadi
kita dapat menyimpulkan bahwa banner bertulisan “arak” tidak hanya merupakan
simbol tertua, tetapi juga namanya berasal dari “Wang Zi”, nama lain dari
banner bertulisan “arak”.
Kenyataaannya, semua tipe papan nama kedai (
toko/kios) di masa sekarang adalah berasal dan berkembang dari banner
bertulisan “arak” itu. Bahkan
banner banner iklan dan berbagai papan reklame besar yang tergantung diluar
toko sekarang, yang merupakan hal yang biasa dalam pemandangan di jalan-jalan
besar sekarang, adalah warisan dari banner banner bertulisan “arak” tersebut.
Tidak ada komentar:
Write komentar