Menurut
Anda, apa itu pernikahan? Apakah seperti kisah pangeran dan putri raja
yang senantiasa melewati hari-hari bahagia? Tentu bukan demikian.
Perkataan yang lebih mendekati kenyataan, seharusnya adalah, sejak saat itu sepasang pengantin tersebut memasuki tahapan percobaan hidup yang lain.
Perkataan yang lebih mendekati kenyataan, seharusnya adalah, sejak saat itu sepasang pengantin tersebut memasuki tahapan percobaan hidup yang lain.
Bahagia
tidaknya suatu pernikahan, indah atau tidak, langgeng tidaknya, semua
itu tergantung bagaimana kita menyikapi pernikahan itu. Satu hal yang
pasti, pernikahan membutuhkan toleransi tinggi dan selalu mendahulukan kepentingan
orang lain!
Beberapa
tahun lalu, ada seorang murid yang bertanya kepada saya, haruskah dia
menikah? Dia mengaku sebenarnya tergolong orang yang tidak ingin
berkeluarga, tetapi dia melihat kehidupan keluarga saya, dia merasa
sedikit kagum maka tentang hal pernikahan dia pertimbangkan kembali.
Saya
berkata kepadanya, orang yang telah menikah akan menyesal, namun orang
yang tidak menikah pun juga akan menyesal. Karena setelah menikah terus
memikirkan kebebasan ketika masih bujang. Orang yang belum menikah,
selalu merasa berkeluarga baru bisa senang dan bahagia, jadi keduanya
sama-sama akan menyesal. Saya hanya ingin dia berpikir kembali, jika
memang ingin menikah apakah dia ingin menghayati kehidupan yang lain dan
rela menerima cobaan yang lain.
Setelah
menikah, dia kembali menemui saya. Dia mengaku dirinya telah mengerti
mengapa saya mengatakan bahwa pernikahan itu semacam kultivasi. Dia
dilahirkan dalam keluarga menengah. Sejak kecil sang ibu selalu
menyiapkan segala sesuatunya, waktu kecil tidak pernah melakukan
pekerjaan dapur, juga jarang sekali mengerjakan pekerjaan rumah tangga.
Sebelum menikah, dia bebas menjadi seorang bujang. Kadang kala pulang rumah menemani ayah dan ibu, jarang sekali mengalami hal-hal yang tidak berkenan di hati. Setelah menikah, karena suaminya sangat sibuk, semua pekerjaan rumah dipikulnya sendiri.
Sebelum menikah, dia bebas menjadi seorang bujang. Kadang kala pulang rumah menemani ayah dan ibu, jarang sekali mengalami hal-hal yang tidak berkenan di hati. Setelah menikah, karena suaminya sangat sibuk, semua pekerjaan rumah dipikulnya sendiri.
Yang
menjadi tantangan baginya, sang mertua seringkali bermalam selama
beberapa hari di rumahnya. Sehingga dia harus menyediakan makanan tiga kali
sehari, terlebih lagi mereka sangat memperhatikan cita rasa makanan.
Sebelum menikah, pulang bekerja adalah waktu milik sendiri.
Setelah menikah, waktu pulang bekerja terbagi untuk melakukan pekerjaan rumah tangga, menemani suami, menjaga anak, dan akhirnya waktu yang tersisa sedikit itu barulah untuk pribadi. Dalam kurun waktu yang cukup panjang, mereka juga sering kali bertengkar. Mulai dari makanan dan hobi, kebiasaan dalam rumah, memilih tempat tinggal, hingga bagaimana melewati hari-hari libur.
Setelah mereka mempunyai anak, pertengkaran mereka semakin parah. Dia telah merasakan kesengsaraan ini selama beberapa waktu lamanya, dan sering kali bertanya pada diri sendiri, mengapa dia harus menikah.
Setelah menikah, waktu pulang bekerja terbagi untuk melakukan pekerjaan rumah tangga, menemani suami, menjaga anak, dan akhirnya waktu yang tersisa sedikit itu barulah untuk pribadi. Dalam kurun waktu yang cukup panjang, mereka juga sering kali bertengkar. Mulai dari makanan dan hobi, kebiasaan dalam rumah, memilih tempat tinggal, hingga bagaimana melewati hari-hari libur.
Setelah mereka mempunyai anak, pertengkaran mereka semakin parah. Dia telah merasakan kesengsaraan ini selama beberapa waktu lamanya, dan sering kali bertanya pada diri sendiri, mengapa dia harus menikah.
Sebelum
pertengkaran terjadi, keduanya dapat menahan diri dengan menghentikan
topik pembicaraan. Demi menjaga keutuhan keluarga, dia belajar memasak
yang akhirnya jatuh cinta dengan ketrampilan itu.
Sebagai sosok
perempuan yang bertabiat keras dan hidup santai, telah berangsur-angsur
berubah menjadi istri yang baik, tahu bagaimana membawa diri dan
mengurus segala hal dalam rumah tangga. Pernikahan itu telah membuatnya
matang dan bertanggung jawab. Membuatnya memahami bagaimana mundur
selangkah langit luas tiada batasnya, serta lebih banyak memikirkan
orang lain.
Tidak ada komentar:
Write komentar