|
Welcome To My Website Kebajikan (De 德)......KEBAJIKAN ( De 德 ) Mengucapkan Xin Nian Kuai Le (新年快乐) 2571 / 2020...Xīnnián kuàilè, zhù nǐ jiànkāng chángshòu, zhù nǐ hǎo yùn..Mohon Maaf Blog ini masih dalam perbaikan....Dalam era kebebasan informasi sekarang, hendaknya kita dapat lebih bijak memilah, mencerna dan memilih informasi yang akurat. Kami menempatkan kepentingan pembaca sebagai prioritas utama. Semangat kami adalah memberikan kontribusi bagi pembaca agar dapat meningkatkan Etika dan Moral dalam kehidupan serta meningkatkan Cinta kasih tanpa pamrih pada sesama baik dalam lingkup lingkungan sekitar maupun lingkup dunia dan menyajikan keberagaman pandangan kehidupan demi meningkatkan pemahaman dan penghargaan terhadap kehidupan. Tanpa dukungan Anda kami bukan siapa-siapa, Terima Kasih atas kunjungan Anda

Jumat, 03 Agustus 2012

Pernikahan Itu Seperti Kultivasi

 

Menurut Anda, apa itu pernikahan? Apakah seperti kisah pangeran dan putri raja yang senantiasa melewati hari-hari bahagia? Tentu bukan demikian. 

Perkataan yang lebih mendekati kenyataan, seharusnya adalah, sejak saat itu sepasang pengantin tersebut memasuki tahapan percobaan hidup yang lain.

Bahagia tidaknya suatu pernikahan, indah atau tidak, langgeng tidaknya, semua itu tergantung bagaimana kita menyikapi pernikahan itu. Satu hal yang pasti, pernikahan membutuhkan toleransi tinggi dan selalu mendahulukan kepentingan orang lain! 

Beberapa tahun lalu, ada seorang murid yang bertanya kepada saya, haruskah dia menikah? Dia mengaku sebenarnya tergolong orang yang tidak ingin berkeluarga, tetapi dia melihat kehidupan keluarga saya, dia merasa sedikit kagum maka tentang hal pernikahan dia pertimbangkan kembali.

Saya berkata kepadanya, orang yang telah menikah akan menyesal, namun orang yang tidak menikah pun juga akan menyesal. Karena setelah menikah terus memikirkan kebebasan ketika masih bujang. Orang yang belum menikah, selalu merasa berkeluarga baru bisa senang dan bahagia, jadi keduanya sama-sama akan menyesal. Saya hanya ingin dia berpikir kembali, jika memang ingin menikah apakah dia ingin menghayati kehidupan yang lain dan rela menerima cobaan yang lain.

Setelah menikah, dia kembali menemui saya. Dia mengaku dirinya telah mengerti mengapa saya mengatakan bahwa pernikahan itu semacam kultivasi. Dia dilahirkan dalam keluarga menengah. Sejak kecil sang ibu selalu menyiapkan segala sesuatunya, waktu kecil tidak pernah melakukan pekerjaan dapur, juga jarang sekali mengerjakan pekerjaan rumah tangga. 

Sebelum menikah, dia bebas menjadi seorang bujang. Kadang kala pulang rumah menemani ayah dan ibu, jarang sekali mengalami hal-hal yang tidak berkenan di hati. Setelah menikah, karena suaminya sangat sibuk, semua pekerjaan rumah dipikulnya sendiri.

Yang menjadi tantangan baginya, sang mertua seringkali bermalam selama beberapa hari di rumahnya. Sehingga dia harus menyediakan makanan tiga kali sehari, terlebih lagi mereka sangat memperhatikan cita rasa makanan. Sebelum menikah, pulang bekerja adalah waktu milik sendiri. 

Setelah menikah, waktu pulang bekerja terbagi untuk melakukan pekerjaan rumah tangga, menemani suami, menjaga anak, dan akhirnya waktu yang tersisa sedikit itu barulah untuk pribadi. Dalam kurun waktu yang cukup panjang, mereka juga sering kali bertengkar. Mulai dari makanan dan hobi, kebiasaan dalam rumah, memilih tempat tinggal, hingga bagaimana melewati hari-hari libur. 

Setelah mereka mempunyai anak, pertengkaran mereka semakin parah. Dia telah merasakan kesengsaraan ini selama beberapa waktu lamanya, dan sering kali bertanya pada diri sendiri, mengapa dia harus menikah. 

Tapi beberapa tahun belakangan ini, berangsur-angsur dia sudah bisa mengimbangi suami dan anaknya, serta bagaimana bersikap terhadap sanak keluarga dari pihak suami. Ada hal-hal tertentu sang suami yang mengambil keputusan, dan dia mematuhi keputusan ini. Ada pula beberapa hal suaminya tahu dia pasti akan mempertahankan pendapat, maka suaminya akan membiarkannya mengambil keputusan itu sendiri.

Sebelum pertengkaran terjadi, keduanya dapat menahan diri dengan menghentikan topik pembicaraan. Demi menjaga keutuhan keluarga, dia belajar memasak yang akhirnya jatuh cinta dengan ketrampilan itu. 

Sebagai sosok perempuan yang bertabiat keras dan hidup santai, telah berangsur-angsur berubah menjadi istri yang baik, tahu bagaimana membawa diri dan mengurus segala hal dalam rumah tangga. Pernikahan itu telah membuatnya matang dan bertanggung jawab. Membuatnya memahami bagaimana mundur selangkah langit luas tiada batasnya, serta lebih banyak memikirkan orang lain.

Tidak ada komentar:
Write komentar