Dengan
senantiasa mendengar, mengamati dan merenungkan dengan sepenuh hati,
barulah ketika terjadi kondisi darurat, kita dapat mengembangkan
kebijaksanaan untuk menyelamatkan diri sendiri dan orang lain dari
kesulitan.
Puluhan tahun lalu, pada sebuah desa kecil dekat tepi laut di Jepang terjadi sebuah kisah yang sangat mengharukan orang. Pada
bulan Juli suatu tahun, vihara di bawah gunung mengadakan sebuah
upacara keagamaan dan semua penduduk desa menghadirinya, hanya ada
seorang kakek berusia 80-an dan cucunya yang tinggal di puncak gunung
tetap berada di rumah karena tidak leluasa untuk berjalan jauh.
Ketika
hampir senja, kakek ke luar dari rumah untuk jalan-jalan,
sebentar-bentar ada angin gunung menghembus datang, kakek merasa sangat
aneh sebab angin ini terasa lengket di badan dan tidak seperti biasanya.
Tiba-tiba dia merasakan ada getaran gempa, walau tidak kuat, namun
berbeda dengan gempa biasanya, gempa ini terjadi perlahan-lahan dan
bergoyang dengan perlahan-lahan pula, dia tidak pernah bertemu dengan
gempa seaneh ini.
Kemudian kakek
itu teringat akan perkataan kakeknya dulu ketika dia masih kecil, bahwa jika di
tempat jauh terjadi gempa bumi, maka di sini juga akan terasa getarannya.
Tanpa disadari dia memandang ke arah laut.... Eh! Kenapa air laut
menjadi hitam? Lagipula gelombang ombak berbeda dari biasanya, ombak
biasa datang dari jauh dan mendekat ke pantai, menghantam ke pantai dan
surut kembali ke laut, namun ombak kali ini bagaikan dinding kokoh dan
semakin lama semakin mendekat.
Gawat! Ini pasti tsunami besar yang diakibatkan oleh gempa dahsyat sebagaimana pernah dikatakan kakeknya dulu.
Kakek itu
segera memanggil cucunya untuk mengambilkan obor, tanpa ragu-ragu dia
membakar tanaman padi yang baru dipanen dan setumpuk demi setumpuk
rumput kering, seketika nyala api merambat sampai ke gudang.
Pada
saat itu, semua warga desa sedang berkumpul di tepi laut untuk
menyaksikan air laut yang berubah warna, namun begitu menyaksikan di
atas gunung terjadi kebakaran, semuanya pada berlarian ke atas gunung
untuk memadamkan api, namun kakek mencegah mereka untuk memadamkan api.
Warga desa di bawah gunung terus berdatangan ke atas gunung, sampai
semua warga di bawah gunung telah tiba, barulah kakek itu mengijinkan mereka
memadamkan api.
Warga
bertanya kepada kakek mengapa terjadi kebakaran? Mengapa pula mencegah
warga memadamkan api? Cucu yang berdiri disamping berkata dengan ketakutan, “Kakek sudah gila! Dia terus melakukan pembakaran.”
Kakek menunjuk ke arah laut dan berkata, “Coba kalian lihat!” Semua orang melihat dan seketika mereka tercekam rasa takut sampai melongo.
Air
laut lalu menerjang daerah pantai dengan dahsyat, rumah-rumah di bawah
gunung bagaikan kotak korek api mengapung di atas permukaan air. Puluhan
menit kemudian, air laut perlahan-lahan surut kembali dan semua rumah
ikut terbawa ke dalam laut.
Pada
saat itu, semua warga desa baru mengerti kalau kakek membakar semua
tanaman padi dan gudangnya untuk menyelamatkan nyawa semua orang.
Jika anda merasa artikel ini bermanfaat, maka anda dipersilahkan untuk
mencetak dan mengedarkan semua artikel yang dipublikasikan pada Blog Kebajikan ( De 德 ) ini. Mengutip atau mengcopy artikel di Blog ini harus mencantumkan Kebajikan ( De 德 ) sebagai sumber artikel.
Tidak ada komentar:
Write komentar