Kata-kata
tidak bisa menyakiti Anda, tetapi penting untuk berhati-hati memilih
kata-kata yang akan Anda ucapkan.
Dalam seminar-seminar saya, selalu menyarankan untuk berkata, “Orang tua saya tidak miskin, mereka hanya tidak memiliki banyak uang.” Miskin merupakan sebuah stigma. “Kekurangan uang” dalam banyak hal bisa dianggap sebagai kondisi sementara.
Memberi stigma orang baik atau buruk sebagian besar merupakan suatu hal dari masa lalu, tapi stigma lain masih tetap bertahan. Beberapa manajer membuat kesalahan dengan memberi stigma atas sikap kerja karyawan berdasarkan asumsi perilaku yang terlihat.
Beberapa karyawan sering dicap sebagai “penyendiri”, “bukan pemain tim”, “tidak memiliki komitmen,” dan lain-lain, berdasarkan interpretasi cacat perilaku mereka. Para karyawan tersebut sering terkejut ketika mereka mengetahui bagaimana perilaku mereka sedang disalahtafsirkan.
Sebagai contoh, seorang manajer menyatakan ketidakpuasannya terhadap komitmen karyawan, mengatakan kepada saya, “Pada 17.01 dia sudah berada di tempat parkir. Dia tidak memiliki komitmen terhadap pekerjaan!”
Saya bertanya, “Apakah dia pernah mengatakan pada Anda jika dia tidak mempunyai komitmen?” “Tentu saja tidak,” jawabnya, “Tapi kadang-kadang ada pekerjaan penting yang harus dilakukan—dan dia tetap meninggalkannya.”
Penyelidikan lebih lanjut menemukan fakta bahwa dia adalah seorang orangtua tunggal yang memiliki seorang putri yang harus dijemput pada 17.30. Suatu ketika saat siang, dia diberi tugas yang harus diselesaikannya pada hari itu juga, ternyata dia tetap berada di kantor dan menyelesaikan pekerjaannya.
Bagaimana perasaan Anda tentang tingkat komitmennya sekarang? Apakah perasaan Anda berubah saat Anda menemukan kebenaran? Setelah si manajer memahami situasinya, pandangannya tentang sikap karyawan tersebut, berubah.
Periksa pikiran Anda. Apakah Anda memaknai perilaku orang lain, menyebutnya sebagai kebiasaan atau sikap mereka? (Sebagian besar dari kita umumnya melakukan).
Pikiran manusia adalah batas akhir kita. Kita bisa memilih untuk pergi ke tempat dimana pikiran telah menghilang!
Seorang teman dan saya menggunakan permainan kata terutama saat dia frustrasi terhadap tunangannya. “Dia brengsek,” katanya. “Dia bukan brengsek,” saya mengingatkannya: “Dia hanya pura-pura bertingkah seperti itu.”
Berikut adalah beberapa contoh dari penafsiran pikiran :
• Saya tidak suka sikapnya.
• Dia tidak peduli terhadap orang lain.
• Yang mereka inginkan adalah uang kita.
• Orang-orang tidak mau bekerja keras.
• Dia arogan.
• Tidak ada lagi yang peduli tentang kualitas.
• Perusahaan tidak mempedulikan pekerjanya.
• Para pekerja adalah orang-orang yang malas dan tidak mempunyai komitmen.
Tips
Ketika Anda jatuh ke dalam perangkap penafsiran pikiran, ingatkan diri Anda bahwa Anda sebenanya tidak mengetahui motif orang lain atau bagaimana kebiasaan atau sikap mereka, Anda hanya mengamati perilaku mereka.
Anda bisa menebak alasan mereka, tapi sebelum Anda melakukannya, ingatkan diri Anda sendiri seberapa sering orang lain menebak hal yang salah salah tentang maksud dan alasan Anda.
Orang-orang dapat mengubah perilaku mereka tetapi mereka tidak dapat mengubah esensi siapa diri mereka. Berkomitmen untuk melepaskan kebiasaan buruk menafsirkan apa yang orang lain pikirkan atau maksudkan dan lihat apa yang terjadi. (Dave Mather)
Jika anda merasa artikel ini bermanfaat, maka anda dipersilahkan untuk mencetak dan mengedarkan semua artikel yang dipublikasikan pada Blog Kebajikan ( De 德 ) ini. Mengutip atau mengcopy artikel di Blog ini harus mencantumkan Kebajikan ( De 德 ) sebagai sumber artikel.
Dalam seminar-seminar saya, selalu menyarankan untuk berkata, “Orang tua saya tidak miskin, mereka hanya tidak memiliki banyak uang.” Miskin merupakan sebuah stigma. “Kekurangan uang” dalam banyak hal bisa dianggap sebagai kondisi sementara.
Memberi stigma orang baik atau buruk sebagian besar merupakan suatu hal dari masa lalu, tapi stigma lain masih tetap bertahan. Beberapa manajer membuat kesalahan dengan memberi stigma atas sikap kerja karyawan berdasarkan asumsi perilaku yang terlihat.
Beberapa karyawan sering dicap sebagai “penyendiri”, “bukan pemain tim”, “tidak memiliki komitmen,” dan lain-lain, berdasarkan interpretasi cacat perilaku mereka. Para karyawan tersebut sering terkejut ketika mereka mengetahui bagaimana perilaku mereka sedang disalahtafsirkan.
Sebagai contoh, seorang manajer menyatakan ketidakpuasannya terhadap komitmen karyawan, mengatakan kepada saya, “Pada 17.01 dia sudah berada di tempat parkir. Dia tidak memiliki komitmen terhadap pekerjaan!”
Saya bertanya, “Apakah dia pernah mengatakan pada Anda jika dia tidak mempunyai komitmen?” “Tentu saja tidak,” jawabnya, “Tapi kadang-kadang ada pekerjaan penting yang harus dilakukan—dan dia tetap meninggalkannya.”
Penyelidikan lebih lanjut menemukan fakta bahwa dia adalah seorang orangtua tunggal yang memiliki seorang putri yang harus dijemput pada 17.30. Suatu ketika saat siang, dia diberi tugas yang harus diselesaikannya pada hari itu juga, ternyata dia tetap berada di kantor dan menyelesaikan pekerjaannya.
Bagaimana perasaan Anda tentang tingkat komitmennya sekarang? Apakah perasaan Anda berubah saat Anda menemukan kebenaran? Setelah si manajer memahami situasinya, pandangannya tentang sikap karyawan tersebut, berubah.
Periksa pikiran Anda. Apakah Anda memaknai perilaku orang lain, menyebutnya sebagai kebiasaan atau sikap mereka? (Sebagian besar dari kita umumnya melakukan).
Pikiran manusia adalah batas akhir kita. Kita bisa memilih untuk pergi ke tempat dimana pikiran telah menghilang!
Seorang teman dan saya menggunakan permainan kata terutama saat dia frustrasi terhadap tunangannya. “Dia brengsek,” katanya. “Dia bukan brengsek,” saya mengingatkannya: “Dia hanya pura-pura bertingkah seperti itu.”
Berikut adalah beberapa contoh dari penafsiran pikiran :
• Saya tidak suka sikapnya.
• Dia tidak peduli terhadap orang lain.
• Yang mereka inginkan adalah uang kita.
• Orang-orang tidak mau bekerja keras.
• Dia arogan.
• Tidak ada lagi yang peduli tentang kualitas.
• Perusahaan tidak mempedulikan pekerjanya.
• Para pekerja adalah orang-orang yang malas dan tidak mempunyai komitmen.
Tips
Ketika Anda jatuh ke dalam perangkap penafsiran pikiran, ingatkan diri Anda bahwa Anda sebenanya tidak mengetahui motif orang lain atau bagaimana kebiasaan atau sikap mereka, Anda hanya mengamati perilaku mereka.
Anda bisa menebak alasan mereka, tapi sebelum Anda melakukannya, ingatkan diri Anda sendiri seberapa sering orang lain menebak hal yang salah salah tentang maksud dan alasan Anda.
Orang-orang dapat mengubah perilaku mereka tetapi mereka tidak dapat mengubah esensi siapa diri mereka. Berkomitmen untuk melepaskan kebiasaan buruk menafsirkan apa yang orang lain pikirkan atau maksudkan dan lihat apa yang terjadi. (Dave Mather)
Jika anda merasa artikel ini bermanfaat, maka anda dipersilahkan untuk mencetak dan mengedarkan semua artikel yang dipublikasikan pada Blog Kebajikan ( De 德 ) ini. Mengutip atau mengcopy artikel di Blog ini harus mencantumkan Kebajikan ( De 德 ) sebagai sumber artikel.
Tidak ada komentar:
Write komentar