|
Welcome To My Website Kebajikan (De 德)......KEBAJIKAN ( De 德 ) Mengucapkan Xin Nian Kuai Le (新年快乐) 2571 / 2020...Xīnnián kuàilè, zhù nǐ jiànkāng chángshòu, zhù nǐ hǎo yùn..Mohon Maaf Blog ini masih dalam perbaikan....Dalam era kebebasan informasi sekarang, hendaknya kita dapat lebih bijak memilah, mencerna dan memilih informasi yang akurat. Kami menempatkan kepentingan pembaca sebagai prioritas utama. Semangat kami adalah memberikan kontribusi bagi pembaca agar dapat meningkatkan Etika dan Moral dalam kehidupan serta meningkatkan Cinta kasih tanpa pamrih pada sesama baik dalam lingkup lingkungan sekitar maupun lingkup dunia dan menyajikan keberagaman pandangan kehidupan demi meningkatkan pemahaman dan penghargaan terhadap kehidupan. Tanpa dukungan Anda kami bukan siapa-siapa, Terima Kasih atas kunjungan Anda

Jumat, 09 Agustus 2013

Jari Telunjuk dan Bulan

 

Kalimat " Ibarat Jari Telunjuk dan Bulan yang diujarkan oleh Master Hui Neng sesepuh ke 6 dari aliran Zen di China, saat Bhikhuni Wu Jin Cang menemuinya untuk bertanya tentang Mahaparinirvana Sutra yang belum juga dapat ia mengerti walaupun telah dipelajarinya selama bertahun-tahun. 

Bhikhuni Wu Jin Cang sangat terkejut saat mengetahui bahwa Master Hui Neng buta huruf adanya. Ia bertanya bagaimana sesepuh ke 6 tersebut dapat memahami kebenaran padahal ia tidak mampu membaca. 

Dibawah inilah kalimat yang sangat bijak dan mendalam tersebut dibabarkan oleh Master Hui Neng.

Suatu hari seorang Bhikhuni menemui Master Hui Neng (salah satu patriarch Zen di Cina) sambil membawa kitab Buddha. Katanya, " Guru, saya tidak mengerti dengan sutra (ajaran Buddha) di halaman sekian."

Lalu Master Hui Neng berkata, "Bacakanlah untukku."


Si
Bhikhuni bertanya, "Bukankah guru seharusnya sudah hafal isi kitab ini di luar kepala? Jangan-jangan guru..."
 

Master Hui Neng menjawab, " Benar sekali muridku, aku buta huruf sejak kecil. Jadi tidak mungkin bagiku untuk menghafal isi sebuah kitab."

Si
Bhikhuni kaget dan marah, "Jadi selama ini aku diajarkan oleh orang yang tidak bisa membaca dan menulis? Percuma aku belajar Zen darimu, tidak ada gunanya.!"
 

Master Hui Neng menjawabnya dengan tenang, "Muridku, tenanglah. Kau tahu apa ini?', katanya sambil mengangkat telunjuknya.
 

Si murid menjawab, "Itu adalah jari telunjuk."

Master Hui Neng menunjuk bulan sambil bertanya, "Kalau itu apa?"

Jawab si murid, "Itu adalah bulan."

Master Hui Neng berkata lagi, "Kalau tidak kutunjuk dengan telunjukku, apakah kau bisa melihat bulan?" Si murid bertambah bingung.

Lanjut Hui Neng, "Telunjuk adalah kitab dan semua ajaran di dunia. Rembulan adalah kebenaran. Muridku, aku sudah bisa melihat rembulan tanpa bantuan telunjuk, bagaimana denganmu?"

Si murid pun akhirnya tersadar dan memohon maaf.
Sebenarnya kalimat yang diucapkan oleh Master Hui Neng ini sangat menarik dan memiliki makna yang sangat dalam.


Telunjuk dapat diibaratkan sebagai kitab suci atau pun segala kata-kata dan tulisan yang kita dengar, baca atau pun kita lihat. Bulan adalah ibarat kebenaran itu sendiri. 

Jari dapat menunjuk bulan dapat kita maknakan sebagai kitab suci dapat menunjukkan arah kepada kebenaran. Tapi, jangan lalu kita bersandar pada keyakinan bahwa kitab suci adalah kebenaran itu sendiri. Kebenaran adalah kebenaran. Kitab suci adalah kitab suci. Kata-kata adalah kata-kata.

Kefanatismean kita seringkali membawa kepada ketidakmajuan bahkan kemunduran batin. Apa yang kita pikir benar, mungkin karena kita dengar dari orang yang kita anggap pasti benar, menjadi sesuatu yang kita pegang erat tanpa coba kita renungkan dan buktikan. 

Jari memang dapat menunjuk bulan. Tapi bila mata kita sendiri yang salah melihat dan pikiran kita salah menafsirkan, jari menjadi kehilangan arti. Alih-alih menunjukan bulan kepada kita, bahkan langit indah yang penuh bintang pun mungkin tidak bisa kita lihat.

Dan saat kebenaran sudah benar-benar dimengerti, maka kata-kata dan kitab suci sudah kehilangan arti. Kata-kata dan kitab suci sudah menyelesaikan tugasnya. Yang kita lihat hanya kebenaran itu sendiri, hanya bulan itu sendiri. 

Bahkan saat jari itu putus, seseorang yang sudah melihat kebenaran itu tidak membutuhkannya lagi. Ia sudah menikmati indahnya bulan.

Hal ini seperti ibarat, Cangkir teh kita yang terisi penuh tentu tidak dapat diisi teh lagi bukan? Hanya pada saat kita mau menerima kenyataan bahwa “mungkin” ada teh yang lebih enak, baik dan sehat maka kita bersedia dengan suka cita untuk mengosongkan cangkir teh kita tersebut.


Jika anda merasa artikel ini bermanfaat, maka anda dipersilahkan untuk mencetak dan mengedarkan semua artikel yang dipublikasikan pada Blog Kebajikan ( De 德 ) ini. Mengutip atau mengcopy artikel di Blog ini harus mencantumkan Kebajikan ( De 德 ) sebagai sumber artikel.

Tidak ada komentar:
Write komentar