Dipesisir Timur ada seorang yang amat berbaktti pada mertuanya, yakni Nyonya Tou. Ayah mertuanya telah meninggal, setiap hari merawat ibu mertuanya
dengan sepenuh hati, pada saat suaminya meninggal dunia, nyonya Tou
tetap setia pada keluarga dan tidak mau menikah lagi.
Namun ekonomi keluarga lemah dan beras tinggal sedikit. Dia mengambil sisa berasnya dan dimasak untuk makanan ibu mertuanya.
Sedangkan dirinya hanya memakan kerak dari beras dan sisa air cuci beras. Ibu mertuanya yg melihat hal demikian amat bersedih dan berkata, “Saya sudah tua, sungguh amat menyusahkan dirimu !”
Lalu mertuanya bunuh diri dengan cara gantung diri. Dengan harapan bisa meringankan beban menantunya.
Siapa tahu, anak perempuannya amat cemburu pada nyonya Tou, biasanya saja dia sudah sangat tidak setuju pada kasih sayang ibunya pada menantunya, sehingga dengan peristiwa ini segera dijadikannya kesempatan untuk mencelakakan nyonya Tou.
Di pengadilan dia mengatakan bahwa nyonya Tou telah membunuh ibu mertuanya. Karena siksaan pengadilan, nyonya Tou terpaksa mengakui perbuatan yang tidak dilakukannya.
Pada saat itu ada seorang pejabat pengadilan yang biasanya disebut kakek Yi, dia merasakan adanya ketidakadilan, karena biasanya nyonya Tou adalah seorang yang amat berbakti, bagaimana mungkin bisa melakukan perbuatan yang amat melanggar nilai-nilai bakti, pastilah nyonya Tou telah difitnah.
Segera kakek Yi meminta kasus ini diselidiki dengan lebih seksama pada hakim, bukan bermaksud untuk membela nyonya Tou, tapi menegakkan keadilan. Siapa tahu hakim sama sekali tidak mau mendengarkannya, akhirnya nyonya Tou tetap dijatuhi hukuman mati.
Pada saat hukuman dijatuhkan, daerah tersebut mengalami musim kemarau selama 3 tahun. Rakyat menderita dan menjerit pada langit.
Akhirnya hakim lama diganti oleh hakim yang baru. Kakek Yi melihat adanya kesempatan, segera menceritakan kasus nyonya Tou pada hakim baru, lalu menambahkan, “Mungkin Tuhan marah pada ketidakadilan ini, makanya daerah ini mengalami kemarau 3 tahun !”
Akhirnya hakim baru ini dengan penuh ketulusan menuju kuburan nyonya Tou, bersembahyang dan memasang dupa. Tidak lama kemudian, langit turun hujan lebat, memusnahkan 3 tahun kemarau panjang.
Perlu diketahui, hukum langit adalah adil, dengan berbagai cara menunjukkan kebenaran, keadilan dunia. Kita tidak boleh tidak tahu !
Jika anda merasa artikel ini bermanfaat, maka anda dipersilahkan untuk mencetak dan mengedarkan semua artikel yang dipublikasikan pada Blog Kebajikan ( De 德 ) ini. Mengutip atau mengcopy artikel di Blog ini harus mencantumkan Kebajikan ( De 德 ) sebagai sumber artikel.
Namun ekonomi keluarga lemah dan beras tinggal sedikit. Dia mengambil sisa berasnya dan dimasak untuk makanan ibu mertuanya.
Sedangkan dirinya hanya memakan kerak dari beras dan sisa air cuci beras. Ibu mertuanya yg melihat hal demikian amat bersedih dan berkata, “Saya sudah tua, sungguh amat menyusahkan dirimu !”
Lalu mertuanya bunuh diri dengan cara gantung diri. Dengan harapan bisa meringankan beban menantunya.
Siapa tahu, anak perempuannya amat cemburu pada nyonya Tou, biasanya saja dia sudah sangat tidak setuju pada kasih sayang ibunya pada menantunya, sehingga dengan peristiwa ini segera dijadikannya kesempatan untuk mencelakakan nyonya Tou.
Di pengadilan dia mengatakan bahwa nyonya Tou telah membunuh ibu mertuanya. Karena siksaan pengadilan, nyonya Tou terpaksa mengakui perbuatan yang tidak dilakukannya.
Pada saat itu ada seorang pejabat pengadilan yang biasanya disebut kakek Yi, dia merasakan adanya ketidakadilan, karena biasanya nyonya Tou adalah seorang yang amat berbakti, bagaimana mungkin bisa melakukan perbuatan yang amat melanggar nilai-nilai bakti, pastilah nyonya Tou telah difitnah.
Segera kakek Yi meminta kasus ini diselidiki dengan lebih seksama pada hakim, bukan bermaksud untuk membela nyonya Tou, tapi menegakkan keadilan. Siapa tahu hakim sama sekali tidak mau mendengarkannya, akhirnya nyonya Tou tetap dijatuhi hukuman mati.
Pada saat hukuman dijatuhkan, daerah tersebut mengalami musim kemarau selama 3 tahun. Rakyat menderita dan menjerit pada langit.
Akhirnya hakim lama diganti oleh hakim yang baru. Kakek Yi melihat adanya kesempatan, segera menceritakan kasus nyonya Tou pada hakim baru, lalu menambahkan, “Mungkin Tuhan marah pada ketidakadilan ini, makanya daerah ini mengalami kemarau 3 tahun !”
Akhirnya hakim baru ini dengan penuh ketulusan menuju kuburan nyonya Tou, bersembahyang dan memasang dupa. Tidak lama kemudian, langit turun hujan lebat, memusnahkan 3 tahun kemarau panjang.
Perlu diketahui, hukum langit adalah adil, dengan berbagai cara menunjukkan kebenaran, keadilan dunia. Kita tidak boleh tidak tahu !
Jika anda merasa artikel ini bermanfaat, maka anda dipersilahkan untuk mencetak dan mengedarkan semua artikel yang dipublikasikan pada Blog Kebajikan ( De 德 ) ini. Mengutip atau mengcopy artikel di Blog ini harus mencantumkan Kebajikan ( De 德 ) sebagai sumber artikel.
Tidak ada komentar:
Write komentar