Menikah, adalah awal baru bagi kehidupan manusia. Berkeluarga dan membangun rumah kecil yang dihuni oleh suami, istri dan buah hati adalah sebuah impian yang di dambakan oleh setiap pasangan keluarga.
Namun tidak semua orang mampu atau bernasib baik untuk bisa membeli rumah atau apartemen.
Tak ada rotan, akar pun jadi. Mungkin pepatah ini cocok untuk mendeskripsikan kehidupan pasangan Zeng Lijun bersama keluarga kecilnya di kota Shenyang, China ini, yang tidak mampu untuk tinggal di hunian yang layak sehingga harus tinggal di dalam toilet hotel.
Kisah sedih ini bermula saat When Zeng Lingjun (33) yang terlahir dari sebuah keluarga miskin di desa Fumin, Provinsi Jilin, China. Pada 1999, dia berhasil masuk ke Institut Sains dan Teknologi Heilongjiang pada 1999.
Sayangnya, dia tak bisa duduk di bangku kuliah karena tak memiliki biaya. Akhirnya When Zeng Lingjun dengan berbekal uang 50 yuan atau tak sampai Rp 100.000, pria yang tinggal di China ini memilih untuk merantau dari kota asalnya ke kota Shenyang.
Niat When Zeng adalah untuk mencari pekerjaan yang lebih baik, agar kelak kehidupannya bisa lebih baik. Pria
berusia 33 tahun ini pun dengan sangat terpaksa, menyewa ruangan toilet
pria seluas 20 meter persegi yang sudah tak terpakai di sebuah hotel kecil yang berada di Shenyang untuk dijadikan tempat
tinggal sejak tahun 2006. Wang sehari-harinya bekerja mereparasi sepatu.
Zeng berharap
ketika menikahi Wang, dirinya bisa membiayai sewa apartemen atau rumah
kecil di pinggir kota. Namun ternyata biaya hidup di Shenyang begitu tinggi dan menyebabkan dirinya tidak mampu menyewa rumah atau apartemen sederhana untuk keluarganya.
Ketika dia menikahi Wang Zhixia pada 2010, membuat Zeng harus mengajak Wang turut serta tinggal di 'rumah toilet' itu. Zeng
bekerja sebagai tukang sepatu dan istrinya, Wang Zhixia menjadi ibu
rumah tangga.
Bahkan, ketika putra mereka lahir pada
2011, Zeng bersama
istrinya Wang Zhixia dan putri balitanya harus tetap bertahan tinggal di dalam sebuah
toilet pria yang seluas 20 meter persegi itu.
Meski memiliki tempat tinggal yang "unik", Zeng menggambarkan kediamannya itu sebagai sebuah tempat yang "Kecil tetapi lengkap," karena dia telah menyulapnya menjadi sebuah ruangan yang layak untuk ditinggali. Dia juga mengatakan sudah terbiasa dengan bau air seni di dalam toilet itu.
Di
dalam toilet itu, Zeng melengkapinya dengan tempat tidur, sebuah
televisi kecil, tempat membuang air
kecil, kamar ganti, tempat bekerja dan di sudut lain dia menempatkan lemari dan sedikit ruang
bermain untuk Devi.
Setiap hari, Wang memasak di depan pintu toilet
karena tidak memungkinkan untuk mengolah makanan di dalam toilet. Di sisi lain
dinding toilet, Zeng memasang sebuah kertas merah dengan karakter huruf
China "Hock" yang berarti kebahagiaan atau nasib baik.
"Saya puas dengan yang saya miliki sekarang. Hidup di sini jauh lebih baik," kata Zeng. Di dekat tempat tidur, di tempat yang dulunya adalah lokasi wastafel, kini menjadi dapur keluarga itu.
"Ini bukan tempat yang nyaman untuk memasak, namun saya sudah terbiasa," kata istri Zeng, yang pernah bekerja sebagai petugas kebersihan.
"Saya puas dengan yang saya miliki sekarang. Hidup di sini jauh lebih baik," kata Zeng. Di dekat tempat tidur, di tempat yang dulunya adalah lokasi wastafel, kini menjadi dapur keluarga itu.
"Ini bukan tempat yang nyaman untuk memasak, namun saya sudah terbiasa," kata istri Zeng, yang pernah bekerja sebagai petugas kebersihan.
Untuk
tinggal di toilet hotel itu, Zeng harus membayar sekitar Rp 1 juta
sebulan. Di depan hotel itu, Zeng mendapatkan lokasi gratis untuk usaha
reparasi dan semir sepatunya. Dari pekerjaannya itu, Zeng
memperoleh sekitar Rp 3,7 juta sebulan. Jumlah ini hampir dua kali lipat
dari umah minimum regional di Shenyang.
Meski menyatakan puas, Zeng mengakui tempat tinggalnya saat ini memang bukan tempat yang nyaman. Dia bahkan harus menyiram toilet berulang kali untuk menghilangkan bau menyengat yang ditinggalkan air seni.
Meski menyatakan puas, Zeng mengakui tempat tinggalnya saat ini memang bukan tempat yang nyaman. Dia bahkan harus menyiram toilet berulang kali untuk menghilangkan bau menyengat yang ditinggalkan air seni.
Zeng
mengatakan bahwa dirinya sudah mengajukan kepada Pemerintah untuk
meringankan biaya sewa rumah. Namun sayang, karena Zeng bukan warga asli
Shenyang maka dirinya tidak bisa mendapatkan keringanan itu.
Zeng tidak
menyerah, dan berusaha keras menabung agar suatu saat bisa pindah ke
hunian yang lebih layak lagi.
Putri mungil Zeng dan Wang, Devi kini menderita penyakit kulit karena tinggal di tempat yang buruk sekali kebersihan dan udaranya. Zeng sedih, namun dirinya tidak mau larut dalam kesedihan. "Saya masih muda dan saya sehat. Saya akan selalu berusaha keras agar keluarga saya bisa hidup layak" ujar Zeng dengan penuh semangat.
Hidup terkadang tidak semanis permen dan tidak seindah pelangi. Tidak mudah menyerah adalah semangat Zeng untuk mendapatkan kehidupan yang layak dan lebih baik lagi.
Putri mungil Zeng dan Wang, Devi kini menderita penyakit kulit karena tinggal di tempat yang buruk sekali kebersihan dan udaranya. Zeng sedih, namun dirinya tidak mau larut dalam kesedihan. "Saya masih muda dan saya sehat. Saya akan selalu berusaha keras agar keluarga saya bisa hidup layak" ujar Zeng dengan penuh semangat.
Hidup terkadang tidak semanis permen dan tidak seindah pelangi. Tidak mudah menyerah adalah semangat Zeng untuk mendapatkan kehidupan yang layak dan lebih baik lagi.
Realita kehidupan seperti yang dialami Zeng, hendaknya bisa membuka mata hati kita, bahwa dalam hidup ini masih banyak orang yang lebih sulit daripada kita. Syukurilah hidup kita apa adanya, jangan mudah mengeluh apalagi putus asa.
Tidak ada komentar:
Write komentar