Menentang berbuat kejam terhadap hewan, dasar titik tolaknya adalah menyayangi jenis kehidupan yang telah tercipta sekian miliaran tahun oleh jagad raya dan melindungi keseimbangan ekologi yang pada akhirnya adalah melindungi kehidupan umat manusia itu sendiri.
Selain didasari pertimbangan manfaatnya, juga atas perasaan simpati dan belas kasih manusia.
Perasaan tersebut toh pada akhirnya juga akan melindungi manusia sendiri. Manusia yang kejam terhadap hewan, mutlak diragukan apakah orang tersebut memiliki belas kasih terhadap sesama manusia, ini adalah sebuah logika, juga suatu kenyataan dalam pengalaman kehidupan manusia. Oleh karena itu melindungi hewan terhindar dari tindakan brutal, berarti juga melindungi kita sendiri agar terhindar dari kekejaman.
Sekarang ini bermacam-macam tragedi manusia yang mengguncangkan hati kerap bermunculan di Tiongkok, itu bukan terbentuk dalam satu hari. Memboikot pengambilan cairan empedu Beruang hidup, adalah melindungi hati nurani kita sendiri.
Untuk menjerat beruang di alam liar, para pemburu beruang akan memangsa berbagai macam perangkap. Setelah beruang terjerat, kemungkinan besar empat buah telapaknya akan dipotong untuk dijual.
Ada pula sebagian beruang yang tertangkap lalu ditempatkan di dalam kandang yang berukuran sangat kecil, beruang-beruang ini bahkan akan lebih menderita, mereka disiksa secara kejam diluar batas kemanusiaan.
Dalam
proses pengambilan cairan empedu maka pada bagian perut beruang dibuat
sebuah lubang yang akan dipasangkan sebuah pipa menembus empedu
sehingga cairan empedu beruang dapat menetes keluar pipa tersebut;
setiap hari setetes demi setetes selama kurang lebih 25 tahun.
Dalam
proses pemasangan pipa, darah segar menetes dari tubuh beruang, rasa
sakit yang dirasakan beruang tersebut sungguh sulit dibayangkan, beruang
meraung keras sambil meronta kesakitan; suaranya terdengar sangat
memilukan dan mengiris hati.
Seluruh proses dilakukan
tanpa menggunakan obat bius dengan tujuan untuk menghemat biaya. Rasa
sakitnya sungguh luar biasa, para beruang bahkan tidak dapat menahan
rasa sakit tersebut hingga mereka ingin bunuh diri dengan cara merobek
perut mereka sendiri; akan tetapi manusia dengan akal liciknya
memakaikan sebuah jubah besi yang membuat mereka sulit untuk bergerak
sehingga tindakan bunuh diri pun tidak bisa dilakukan.
Kisah Nyata
Saya
diminta seorang teman untuk menjaga "Villa Beruang" selama beberapa
hari, villa ini terletak di sebuah desa terpencil dari kaki gunung di
sebelah barat laut kota X. Villa milik teman saya ini berfungsi sebagai
peternakan beruang.
Pada hari itu, ketika malam hampir menjelang fajar,
entah mengapa saya belum juga bisa tertidur. Saya mendengar hembusan
angin pegunungan, seolah sedang menghantarkan suara seseorang yang
sedang menjerit dalam kesedihan, kesakitan dan putus asa.
Tak lama
kemudian terdengar suara seperti ada orang yang berjalan di depan pintu
kamar saya disertai degan suara nafas yang berat. Saya bergegas berdiri
dan menghidupkan lampu. "Siapa yang d luar?" Sunyi. Tidak ada yang
menjawab.
Kemudian saya mengambil sebuah sapu lalu membuka pintu dengan
perlahan. Ternyata seekor anak beruang sedang meringkuk di depan pintu.
Tubuhnya gempal dan bulu badannya tampak halus serta masih kemerahan.
Beruang kecil itu tampak sangat ketakutan.
Tubuhnya bergetar hebat, ia
menatap saya kemudian saya memanggilnya dengan suara selembut mungkin, "Beruang kecil, kemarilah" kataku sambil membuka kedua tangan saya
seolah hendak menyambutnya ke pelukan saya.
Sesaat ia terlihat ragu,
namun tak lama kemudian ia pun merangkak terseok-seok, perlahan
menghampiri saya, kemudian ia meletakkan telapak kecil di tangan saya
lalu degan lidahnya yang hangat ia mulai menjilati tangan saya.
Tindakannya membuat hati saya tersentuh.
Beberapa saat
kemudian terdengar keributan dari arah luar, beruang kecil kembali
tampak ketakutan, ia segera berlari dan bersembunyi di bawah ranjang.
Lalu terdengar sebuah ketukan pintu dan saya membuka pintu dan
bertanya, "ada apa?".
Salah seorang pekerja berkata, "Seekor beruang
kecil telah kabur dari kandang, apakah ia kesini dan mengganggu Tuan?"
"Ohh.. mungkin itu beruang yang kalian maksud, dia ada disana," jawab
saya sambil menunjuk ke arah bawah ranjang. Para pekerja itu segera
meringkuk ke bawah ranjang, mereka langsung menyeret keluar beruang
kecil dengan paksa dan kasar.
Mereka mengikat kaki dan tangan anak
beruang dengan tambang, menggotongnya pergidengan menyelipkan sebatang
kayu panjang diantaranya. Ketika akan meninggalkan ruangan, beruang
kecil itu sempat berpaling sesaat menatap saya dengan tidak berdaya,
sebuah tatapan yang menyayat hati seolah memohon belas kasihan saya
untuk menolongnya.
Hari
menjelang pagi, salah seorang keryawan disana, Tuan Zhang membawa saya
berkeliling untuk melihat kandang beruang. Kami berjalan bersama
memasuki sebuah bangunan tinggi besar dengan luas sekitar beberapa ribu
meter persegi tetapi anehnya di dalam bangunan terlihat kosong; hanya
berisi enam kandang dan masing-masing kandang ditempati seekor beruang hitam
besar di dalamnya.
Banyak pertanyaan yang timbul dalam pikiran saya
saat melihat di tubuh setiap beruang terpasang semacam lempengan logam
mengkilat yang menyerupai jubah besi. Tuan Zhang lalu menjelaskan
kepada saya, "Jubah besi itu semacam alat yang digunakan untuk mengambil
sari empedu, sekarang satu gram empedu dihargai 300 Yuan".
Tuan
Zhang membawa saya menuju kandang yang pertama, dengan gerakan
tangannya ia hendak memberitahukan kepada saya proses pengambilan sari
empedu akan dimulai. Saya melihat dua orang pekerja dengan sigap
mengikat dan menarik tubuh beruang dengan katrol yang dibuat secara
khusus.
Lalu saya melihat tubuh beruang mulai bereaksi saat mereka mulai
menariknya, kemudian dari dua sisi lempengan besi yang menyerupai
jubah tersebut dikeluarkanlah sebuah selang yang agak tebal, beruang
tersebut terlihat seperti menarik nafas yang dalam seolah menahan rasa
sakit.
Bersambung ke : Bagian 3
Tidak ada komentar:
Write komentar