Setiap manusia mempunyai jalan hidupnya masing-masing. Ada yang
ditakdirkan untuk menjadi orang kaya, miskin, cantik, tampan, buruk
rupa dan sebagainya. Namun dari semua takdir yang diterimanya, manusia
masih diberi kesempatan untuk merubah nasib hidupnya dengan jalan
berusaha.
Tidak ada yang tidak bisa, namun yang ada adalah mau atau
tidak. Agar bisa menjadi orang yang “mau”, manusia harus mempunyai
harapan dalam kehidupannya. Harapan ini tentulah harapan yang baik
untuk dirinya dan orang-orang yang dicintainya.
Kehidupan manusia ditopang oleh empat hal pokok. Yaitu, kehendak
dimana didalamnya termasuk harapan, keinginan, dan sebagainya. Untuk
mewujudkan kehendak, setiap manusia harus mempunyai ide.
Setelah
mempunyai ide yang tepat, masih ada proses representasi yang juga
mencakup perencanaan serta pelaksanaan. Dan terakhir adalah hadiah dari
tiga hal tersebut, kekuasaaan. Kekuasaan disini bukan hanya yang
berupa fisik saja namun lebih bersifat kepada phsikis dimana kepuasan
menjadi ujungnya.
Namun kita acap kali hanya mempunyai kehendak untuk berkuasa tanpa
adanya ide dan representasi dari ide tersebut. Kita sering kali ingin
terbang menuju puncak gunung padahal jelas-jelas tahu bahwa untuk
sampai kepuncak, kita harus berjalan selangkah demi selangkah.
Mimpi
dan keinginan terlalu meracuni pikiran hingga pada akhirnya kita malah
akan terpaku karena sama sekali tidak ada ide untuk mewujudkan
kehendak. Tidak jarang pula diantara kita yang sudah berusaha dengan
maksimal namun hasilnya tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan.
Saat kejadian seperti ini menimpa, bagi orang-orang yang sudah terbuai
mimpi, kemungkinan besarnya ia akan kecewa dalam kadar berlebihan
hingga berujung tak bisa menerima keadaan.
Menerima keadaan dan menghadapi kenyataan adalah hal tersulit
sekaligus kunci keberhasilan dari kehendak kita untuk memperoleh
kekuasaan. Kita sering mendengar ungkapan bahwa kegagalan adalah
keberhasilan yang tertunda, itu tidak bisa disalahkan walaupun tidak
ada kesempatan kedua dalam satu peristiwa. Sebab apa yang biasa kita
sebut kesempatan kedua, terjadi pada kejadian yang sama namun bukan
pada peristiwa yang serupa.
Orang yang tidak mampu menerima keadaan apa adanya serta tak mampu
menghadapinya, cenderung akan diam dan tidak melakukan apa-apa,
walaupun secara fisik dia terlihat sangatlah aktif. Dia akan lebih
banyak hidup dalam dunia mimpi penuh warna, sementara ketika terbangun,
hanya ada hitam dan kelam didepan mata. Dia akan menjadi pemimpi
sejati dan pengeluh nomor wahid.
Tapi seperti layaknya dunia yang selalu mempunyai kontra argumentasi
untuk mempertahankan keseimbangan. Menerima keadaan apabila dimakan
mentah-mentah, kita juga akan menjadi manusia yang tak mau berusaha
secara maksimal.
Maka dari itu setelah kita bisa menerima setiap
kejadian, kita harus bisa menghadapinya untuk memunculkan sebuah
kehendak untuk memperoleh kekuasaan yang baru. Dan pada kesimpulannya,
kita harus terus menjaga kehendak dan keinginan untuk bisa bertahan
hidup. (Sumber)
Jika anda merasa artikel ini bermanfaat dan menurut Anda bisa mengilhami orang untuk menjadi baik dan berbuat
kebajikan, maka anda dipersilahkan untuk
mencetak dan mengedarkan semua artikel yang dipublikasikan pada Blog Kebajikan ( De 德 ) ini. Mengutip atau mengcopy artikel di Blog ini harus mencantumkan Kebajikan ( De 德 ) sebagai sumber artikel.
Tidak ada komentar:
Write komentar