Kebajikan ( De 德 ) - Kue keranjang atau nian gao terbuat dari tepung ketan dan gula, serta
mempunyai tekstur kenyal dan lengket. Kue ini merupakan salah satu kue
khas perayaan tahun baru Imlek. Siapa mengira bila kue keranjang
menyimpan kisah sedih di balik rasa manisnya.
Dalam upacara tahun baru Imlek atau sebagai sesaji, kue keranjang sering disusun tinggi atau bertingkat. Semakin ke atas makin mengecil kue yang disusun, yang artinya peningkatan dalam hal rezeki atau kemakmuran. Pada zaman dahulu, banyaknya dan juga tingginya kue keranjang menandakan kemakmuran keluarga pemilik rumah.
Sesuai tradisi turun temurun, kue keranjang disusun ke atas dengan kue mangkok berwarna merah di bagian atasnya. Ini adalah sebagai simbol kehidupan manis yang kian menanjak dan mekar seperti kue mangkok.
Juru bicara Klenteng Suci Tien Kok Sie, Lian Hong Siang, mengatakan bahwa di balik mewahnya tampilan kue keranjang ternyata tersimpan sejarah yang justru sangat menyedihkan. Awal mula terciptanya kue keranjang terjadi sekitar 5.000 tahun lalu.
"Wilayah Tiongkok pada saat tahun baru mulai musim semi, salju yang menumpuk di Gunung Gobi selama berbulan-bulan itu meleleh, memenuhi aliran Sungai Kuning," kata Lian Hong Siang saat berbincang dengan Okezone di klenteng Tien Kok Sie, Solo, Jawa Tengah, Kamis (16/1/2014).
Dampak melubernya salju Gunung Goby adalah banjir yang menggenangi hampir sebagian daratan China. Akibatnya, selain menghancurkan tempat tinggal warga, persediaan makanan milik merekapun habis diterjang banjir.
Untuk mengantisipasi terjadinya bahaya kelaparan akibat banjir, wargapun memikirkan cara membuat bekal atau bahan makanan untuk waktu yang lama. Kuat, ringkas, awet, rasanya enak, serta tahan lama.
"Dan hingga saat ini, sebagai tradisi, sebagai pengingat, bahwa ada cerita sedih di balik manisnya rasa kue keranjang ini setiap pergantian tahun baru, ada kue keranjang. Maknanya kamu akan ingat sejarah nenek moyang, penderitaan nenek moyang pada saat menyambut datangnya musim semi," ungkapnya.
Namun, seiring perubahaan zaman, Lian Hong Siang mengaku tak habis pikir kalau akhirnya kue keranjang ini malah untuk pesta-pesta. Padahal, dari sepotong kue keranjang itu saja ada harta benda nenek moyang yang habis tak tersisa seperti orang dirampok akibat bencana.
"Itu sejarah kue keranjang bukan sejarah yang menyenangkan seperti rasanya yang manis, tapi menyedihkan. Sayangnya, saat ini kue keranjang justru identik dengan pesta dan simbol kekayaan. Padahal, sejarahnya sangat menyedihkan," pungkasnya. Salam kebajikan (Sumber)
Dalam upacara tahun baru Imlek atau sebagai sesaji, kue keranjang sering disusun tinggi atau bertingkat. Semakin ke atas makin mengecil kue yang disusun, yang artinya peningkatan dalam hal rezeki atau kemakmuran. Pada zaman dahulu, banyaknya dan juga tingginya kue keranjang menandakan kemakmuran keluarga pemilik rumah.
Sesuai tradisi turun temurun, kue keranjang disusun ke atas dengan kue mangkok berwarna merah di bagian atasnya. Ini adalah sebagai simbol kehidupan manis yang kian menanjak dan mekar seperti kue mangkok.
Juru bicara Klenteng Suci Tien Kok Sie, Lian Hong Siang, mengatakan bahwa di balik mewahnya tampilan kue keranjang ternyata tersimpan sejarah yang justru sangat menyedihkan. Awal mula terciptanya kue keranjang terjadi sekitar 5.000 tahun lalu.
"Wilayah Tiongkok pada saat tahun baru mulai musim semi, salju yang menumpuk di Gunung Gobi selama berbulan-bulan itu meleleh, memenuhi aliran Sungai Kuning," kata Lian Hong Siang saat berbincang dengan Okezone di klenteng Tien Kok Sie, Solo, Jawa Tengah, Kamis (16/1/2014).
Dampak melubernya salju Gunung Goby adalah banjir yang menggenangi hampir sebagian daratan China. Akibatnya, selain menghancurkan tempat tinggal warga, persediaan makanan milik merekapun habis diterjang banjir.
Untuk mengantisipasi terjadinya bahaya kelaparan akibat banjir, wargapun memikirkan cara membuat bekal atau bahan makanan untuk waktu yang lama. Kuat, ringkas, awet, rasanya enak, serta tahan lama.
"Dan hingga saat ini, sebagai tradisi, sebagai pengingat, bahwa ada cerita sedih di balik manisnya rasa kue keranjang ini setiap pergantian tahun baru, ada kue keranjang. Maknanya kamu akan ingat sejarah nenek moyang, penderitaan nenek moyang pada saat menyambut datangnya musim semi," ungkapnya.
Namun, seiring perubahaan zaman, Lian Hong Siang mengaku tak habis pikir kalau akhirnya kue keranjang ini malah untuk pesta-pesta. Padahal, dari sepotong kue keranjang itu saja ada harta benda nenek moyang yang habis tak tersisa seperti orang dirampok akibat bencana.
"Itu sejarah kue keranjang bukan sejarah yang menyenangkan seperti rasanya yang manis, tapi menyedihkan. Sayangnya, saat ini kue keranjang justru identik dengan pesta dan simbol kekayaan. Padahal, sejarahnya sangat menyedihkan," pungkasnya. Salam kebajikan (Sumber)
Jika anda merasa artikel ini bermanfaat dan menurut Anda bisa mengilhami orang untuk menjadi baik dan berbuat
kebajikan, maka anda dipersilahkan untuk
mencetak dan mengedarkan semua artikel yang dipublikasikan pada Blog Kebajikan ( De 德 ) ini, Mengutip atau mengcopy artikel di Blog ini harus mencantumkan Kebajikan ( De 德 ) sebagai sumber artikel.
Tidak ada komentar:
Write komentar