Kebajikan ( De 德 ) - Kebanyakan dari kita setuju dengan ungkapan bahwa mata manusia sering menimbulkan ilusi sehingga apa yang terlihat tidak sesuai dengan kenyataan, lalu muncul pula ungkapan dari para pelaku spiritual yang mengatakan, "Jangan percaya dengan yang Anda lihat".
Ilusi sering dikaitkan dengan
ilusi optis, yaitu ilusi yang terjadi karena kesalahan penangkapan mata
manusia. Secara konvensional ada yang beranggapan bahwa ada ilusi yang
bersifat fisiologis dan ada ilusi yang bersifat kognitif.
Ilusi
fisiologis, seperti yang terjadi pada 'afterimages' atau kesan gambar
yang terjadi setelah melihat cahaya yang sangat terang atau melihat pola
gambar tertentu dalam waktu lama. Ini diduga merupakan efek yang
terjadi pada mata atau otak setelah mendapat rangsangan tertentu.
Sedangkan
ilusi kognitif diasumsikan terjadi karena anggapan pikiran terhadap
sesuatu di luar, seperti dicontohkan dalam Vas Rubin, Kubus Necker,
ilusi dinding kafe, segitiga Penrose.
Salah
satu contoh ilusi yang tidat dapat dijelaskan adalah 'kisi-kisi'
(jaring), yang pertama kali dilaporkan oleh ahli fisiologi Jerman
Ludimar Hermann tahun 1870, yang hanya melibatkan kotak putih pada latar
belakang hitam.
Ketika Anda
menggerakan mata Anda di sekitar gambar, titik gelap dengan cepat muncul
dan menghilang di persimpangan. Namun, setiap kali Anda melihat
langsung di persimpangan manapun, titik-titik gelap itu lenyap.
Selama
bertahun-tahun secara luas diyakini bahwa ilusi bekerja karena "lateral
inhibition", suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan cara yang
kompleks di mana sel-sel di bagian belakang retina menanggapi daerah
hitam dan putih. Beberapa tahun yang lalu teori ini terbukti sama sekali tidak benar, sehingga penjelasan ilusi masih merupakan misteri.
Jika
Anda membutuhkan contoh lain untuk meyakinkan bahwa Anda tidak harus
selalu percaya apa yang Anda lihat, maka cobalah fokus pada gambar ke-2
di bawah ini.
Beberapa ilusi lebih mudah dijelaskan. Misalnya, garis horisontal dalam gambar ini tampaknya miring, tetapi dalam kenyataannya mereka sejajar satu sama lain.
Meskipun mudah untuk melihat
garis mortir antara dua ubin hitam atau dua ubin putih, namun jauh lebih
sulit untuk melihat garis mortir antara ubin putih dan hitam.
Otak
Anda mengisi kesenjangan dengan melihatnya sebagai bagian dari ubin
putih ataupun ubin hitam. Hal ini, pada gilirannya, membuat ubin
terlihat lebih lebar di salah satu ujung dari pada ujung yang lain,
menciptakan ilusi serangkaian ubin berbentuk baji/pasak, yang membuat
garis tampak miring.
Para ilmuwan
Purves, Lotto dan Nundy menulis dalam American Scientist, "Persepsi
tidak selaras dengan fitur dari stimulus retina atau sifat dari objek
yang mendasari, tetapi dengan kesamaan atau rangsangan yang serupa yang
secara khusus biasanya berhubungan dengan waktu/masa sebelumnya."
Dengan
kata lain, penglihatan kita adalah reflektif, kita melihat garis-garis
itu melengkung karena hal itulah yang menurut kita logis maka
mengharapkan otak kita menyampaikan pesan yang kita anggap logis
tersebut, sehingga kita beranggapan garis itu melengkung, padahal bukan.
Memperbincangkan
tentang ilusi, mengingatkan pada ucapan "semua yang terlihat adalah
ilusi", sehingga ada yang saling memperdebatkan tentang apa yang
terlihat, karena masing-masing menggunakan persepsinya, yang bisa jadi
tidak sama satu dengan yang lainnya. Misalnya dalam soal warna si-A
mengatakan suatu benda berwarna kelabu muda, si-B mengatakan kelabu tua,
si-C mengatakan biru.
Ilusi
berhubungan dengan kemampuan mata memandang, yang kemudian terhubung
dengan persepsi seseorang. Sementara kondisi fisik mata juga bisa tidak
sama setiap orangnya, ada yang buta warna sebagian, ada yang buta warna
total, ada yang juling, silindris, maupun minus atau plus, bahkan antara
mata kiri dan kanan juga bisa berbeda.
Jika
penglihatan dihubungkan dengan kemampuan melihat dimensi lain, suatu
kemampuan yang hanya dipunyai oleh seseorang yang sudah terbuka "mata
ketiga" nya, akan lebih tidak masuk akal bagi sebagian besar orang yang
tidak mempunyai kemampuan tersebut. Sedangkan tingkat melihat dimensi
lain juga berbeda-beda, maka di antara mereka yang sudah terbuka mata
ketiganya pun juga akan saling menyangkal.
Di
dalam aliran Budha percaya bahwa setiap benda mempunyai "jiwa". Bagi
yang sudah mempunyai kemampuan melihat di ruang dimensi keberadaan jiwa
dari benda tersebut, mereka akan memperlakukan setiap benda dengan
hati-hati, agar tidak mudah rusak, karena rusak atau pecahnya benda
tersebut berarti telah membunuh "jiwa" dari benda tersebut, sedangkan
membunuh sudah berarti karma.
Bagi
yang mata ketiganya terbuka hingga mampu melihat bahwa setiap batu,
bukit dan pohon juga mempunyai "jiwa", bahkan bisa menyapanya, maka
orang tersebut akan berhati-hati dalam menjaga alam dan lingkungannya.
Bagi mereka yang memperlakukan alam dan lingkungannya dengan sembarangan
akan membawa bencana karena terakumulasinya karma manusia yang telah
berlaku ceroboh terhadap setiap benda yang sebenarnya mempunyai "jiwa".
Bagi
yang mata ketiganya sudah terbuka hingga tingkatannya mampu melihat
keberadaan "dosa dan pahala", maka akan semakin berhati-hati dalam
menjalani kehidupan. Mempunyai kemampuan untuk secara ketat menjaga
perbuatan yang bisa menciptakan dosa baru, karena mereka juga mampu
melihat resiko apa yang akan terjadi jika melakukan perbuatan yang tidak
bermoral. Bagi mereka, bahkan satu ucapan kasar atau cacian, yang
terlihat oleh matanya adalah terbentuknya dosa baru di tubuh pelakunya.
Bagi
manusia pada umumnya, yang belum mempunyai kemampuan melihat dimensi
lain, atau yang sudah mempunyai kemampuan melihat namun masih pada
tingkatan rendah, saat diberitahu oleh seseorang yang mempunyai
kemampuan dengan tingkatan jauh lebih tinggi tentang prinsip kebenaran
yang diketahuinya, mereka akan sulit menerimanya karena tidak sanggup
memahaminya dan menganggapnya sebagai hal yang bertentangan dengan
prinsip yang mereka ketahui.
Sedangkan
dalam alam semesta berlaku prinsip, apa yang terlihat benar ditingkatan
rendah, menjadi salah bagi tingkatan yang lebih tinggi, sedangkan
prinsip kebenaran yang berlaku di alam semesta, tingkatan semakin tinggi
semakin mendekati kebenaran.
Bagi
seseorang yang mempunyai bakat dasar yang baik dan kesadaran yang
tinggi, meskipun belum bisa melihat, mereka akan percaya dan dengan
ketat menjaga setiap perbuatannya dengan benar. Namun bagi sebagian
besar manusia dijaman sekarang, saat diberitahu bahwa dirinya telah
melakukan perbuatan tidak baik, mereka tidak akan percaya bahwa dia
telah berbuat tidak baik, karena mereka tidak bisa melihat dosa yang
telah dia kumpulkan dari hasil perbuatannya.
Menyadari
bahwa kondisi manusia sekarang yang sudah terseret jauh ke dalam
nikmatnya kilau dunia, dan semakin kaburnya nilai-nilai kebenaran yang
dapat dipahami, serta manusia yang semakin tidak percaya akan adanya
hari akhir atau hari pembalasan, serta makna akhir dharma, terasa
membawa kesedihan tersendiri, namun juga tidak perlu disedihkan karena
semua sudah menjadi pilihan masing-masing, dan setiap pilihan mempunyai
konsekuensinya sendiri. Salam kebajikan (Sumber)
Tidak ada komentar:
Write komentar