Kebajikan ( De 德 ) - Hiduplah dua anak yang sangat miskin. Mereka hidup dengan meminta-minta
makanan dari satu rumah ke rumah lain di desa. Satu dari mereka buta
sejak lahir dan yang satu membantunya; setiap hari mereka berkeliling
meminta makanan.
Suatu hari anak yang buta jatuh sakit. Temannya berkata, "Kamu istirahat saja. Aku akan carikan makanan buatmu." Lalu dia pergi.
Hari itu anak tersebut cukup beruntung, dia ditraktir oleh seseorang untuk makan puding susu yang sangat lezat. Dia belum pernah mencicipi makanan semacam ini dalam hidupnya dan dia sangat menikmatinya.
Ketika anak itu pulang menemui temannya yang buta, ia menceritakan pengalamannya, "Tadi aku ditraktir makan puding susu yang sangat lezat, tapi sayang aku tidak bisa membawakannya untukmu."
Si anak buta bertanya, "Puding susu itu seperti apa sih?"
Suatu hari anak yang buta jatuh sakit. Temannya berkata, "Kamu istirahat saja. Aku akan carikan makanan buatmu." Lalu dia pergi.
Hari itu anak tersebut cukup beruntung, dia ditraktir oleh seseorang untuk makan puding susu yang sangat lezat. Dia belum pernah mencicipi makanan semacam ini dalam hidupnya dan dia sangat menikmatinya.
Ketika anak itu pulang menemui temannya yang buta, ia menceritakan pengalamannya, "Tadi aku ditraktir makan puding susu yang sangat lezat, tapi sayang aku tidak bisa membawakannya untukmu."
Si anak buta bertanya, "Puding susu itu seperti apa sih?"
Jawab temannya, "Oh, itu lho, putih-putih... susu itu putih."
Karena buta sejak lahir, dia tidak paham, "Putih itu apa?"
Karena buta sejak lahir, dia tidak paham, "Putih itu apa?"
"Kamu tidak tahu putih itu seperti apa?"
"Tidak tahu."
"Tidak tahu."
"Putih itu kebalikannya hitam."
"Hitam? Apa itu apa hitam?"
"Hitam? Apa itu apa hitam?"
"Ya, ampun... coba kamu pahami putih itu saja deh!"
Si anak buta tetap aja belum mengerti. Lantas temannya melihat seekor burung bangau putih dan menangkapnya. Ia menyerahkan bangau putih itu kepada temannya yang buta, "Nah, putih itu seperti ini."
Si anak buta menyentuh bangau itu, "O, aku tahu, putih itu lembut."
Si anak buta tetap aja belum mengerti. Lantas temannya melihat seekor burung bangau putih dan menangkapnya. Ia menyerahkan bangau putih itu kepada temannya yang buta, "Nah, putih itu seperti ini."
Si anak buta menyentuh bangau itu, "O, aku tahu, putih itu lembut."
"Bukan! Bukan! Itu tidak ada hubungannya. Putih ya putih!"
"Tapi kamu bilang putih itu seperti bangau ini. Aku merasakan bangau ini lembut. Jadi puding susu itu lembut. Putih itu lembut."
"Tapi kamu bilang putih itu seperti bangau ini. Aku merasakan bangau ini lembut. Jadi puding susu itu lembut. Putih itu lembut."
"Bukan begitu... kamu masih keliru. Coba lagi..."
Kembali si anak buta memeriksa bangau itu, dia menyapukan tangannya dari paruh, ke leher, ke badan, sampai ke ujung ekor bangau. Akhirnya dia bersorak kegirangan, "Aah, aku tahu sekarang! Putih itu bengkok! Puding susu itu bengkok!"
Dia tidak bisa memahaminya karena dia tidak punya kemampuan untuk mengalami warna putih itu seperti apa adanya. Demikian pula halnya, jika kita tidak dapat mengembangkan kemampuan untuk mengalami Kebenaran seperti apa adanya, maka... Kebenaran itu akan selalu bengkok! Salam kebajikan
Kembali si anak buta memeriksa bangau itu, dia menyapukan tangannya dari paruh, ke leher, ke badan, sampai ke ujung ekor bangau. Akhirnya dia bersorak kegirangan, "Aah, aku tahu sekarang! Putih itu bengkok! Puding susu itu bengkok!"
Dia tidak bisa memahaminya karena dia tidak punya kemampuan untuk mengalami warna putih itu seperti apa adanya. Demikian pula halnya, jika kita tidak dapat mengembangkan kemampuan untuk mengalami Kebenaran seperti apa adanya, maka... Kebenaran itu akan selalu bengkok! Salam kebajikan
Tidak ada komentar:
Write komentar