KEBAJIKAN ( De 德 ) - Ketika itu memasuki awal musim dingin, cuaca masih tidak terlalu dingin, tak dinyana pada suatu hari suhu udara turun drastis bagaikan mendapatkan bantuan dari Tuhan. Yang Yanzhao lalu memerintahkan para tentara dan warga kota membawa sejumlah air untuk disiramkan ke atas tembok, dalam tempo semalam tembok kota berubah menjadi “kota besi” yang kokoh dan licin. Pasukan Liao dalam menghadapi tembok kota yang sangat mudah “diperbaiki” namun sangat sulit dipanjat, sama sekali tidak berdaya. Ini adalah “Es menjaga kota Suicheng” yang sangat terkenal dalam sejarah Tiongkok.
Menghadapi tembok kota Suicheng yang kokoh bagai baja, pasukan Liao terpaksa mengambil jalan memutar untuk menyerang Taizhou. Namun karena terhalang oleh Suicheng, suplai pangan pasukan Liao terputus. Oleh karena itu serangan pasukan Liao tidak bisa maksimal. Ketika kekuatan utama pasukan Liao sudah mundur dan kota Suicheng terlepas dari bahaya, Yang Yanzhao menghubungi Wei Neng yang berada di Liangmen dan Yang Shi yang berada di Baozhou. Tiga pihak serempak merebut peluang tanpa ragu sedikitpun menggerakkan pasukan keluar dari pertahanan kota dan dari sebelah belakang dan sebelah depan menyerang pasukan Liao pada waktu yang bersamaan.
Pasukan Liao kalah telak dan pasukannya mundur kocar-kacir sejauh ratusan km dengan korban tewas – terluka sangat besar, meninggalkan alat-alat perang seperti senjata, kuda berompi besi dan genderang perang dalam jumlah sangat banyak. Sejauh ini, invasi Negara Liao terhadap Dinasti Song Utara mengalami kekalahan total. Dengan demikian pertempuran Suicheng berakhir dengan kemenangan di pihak pasukan Song.
Setelah pertempuran ini, keperkasaan Yang Yanzhao menggetarkan perbatasan, orang-orang menyebut kota Suicheng yang dipertahankan oleh Yang Yanzhao sebagai “kota besi Suicheng”. Kaisar Song Zhenzong memanggilnya dan menanyakan strategi menangkal invasi, juga memujinya “Cerdas, berani dan trampil berperang, mengatur pasukan melindungi perbatasan mewarisi bakat sang ayah.”
Pada 1001 Masehi, pasukan Liao sekali lagi menyerbu ke selatan dan mengganggu perbatasan Song Utara. Yang Yanzhao bersama-sama dengan Yang Shi menjaga Baozhou, mengatur pasukan penghadang di Yangshan (gunung Yang) sebelah barat laut Suicheng. Begitu pasukan Liao menyerang kota, ia memimpin sendiri sedikit pasukan kavaleri memancing pasukan Liao dari arah utara, sambil berperang sambil mundur sampai di bawah Yangshan, prajurit penghadang keluar dari empat penjuru, Yang Yanzhao dan Yang Shi menyerang menjepit pasukan Liao serta menewaskan Jendral besar Negara Liao.
Akhirnya dalam peperangan ini pasukan Song meraih kemenangan total dan memusnahkan seluruh pasukan Liao. Inilah “Penghadangan Yangshan” yang sangat terkenal dalam sejarah, penduduk setempat demi memperingati kemenangan besar ini mengganti “Yangshan”menjadi “Gunung marga Yang”. Berkat jasanya, gelar jabatan Yang Yanzhao ditambah dengan Duta Pelatih Divisi Mozhou. Ia bersama Yang Shi, sang jendral perkasa penjaga perbatasan yang lain disebut dengan “Dwi marga Yang”.
Bersikeras Melawan dan Menolak Berdamai
Pada 1004, raja Liao dan ibu suri Xiao sekali lagi memimpin 300.000 pasukan dijadikan dua bagian menyerbu ke wilayah Song Utara, Yang Yanzhao memimpin pasukan mengalahkan pasukan Liao di bawah tembok kota Baozhou setelah itu ia menyusup ke dalam Youzhou, memaksa pasukan Liao yang menjaga Youzhou tidak berani keluar menyambut serangan itu. Menyaksikan keperkasaan dan keberanian Yang Yanzhao bahkan melebihi sang ayah, maka pasukan Liao tidak berani konfrontatif dan gerakan pasukan utama Liao terhadang di wilayah provinsi Hebei sekarang.
Ibu suri Xiao terpaksa memutari wilayah siap masuk ke Dezhou. November pasukan Liao yang lain masuk ke Chanzhou terus mendesak ibu kota, Wang Qinruo menteri utusan raja berinisiatif memindahkan ibu kota ke Jinling untuk menghindari bencana perang, Kaisar Zhenzong sempat bimbang dan ragu, Perdana Menteri Kou Zhun merekomendasikan Kaisar Zhenzong untuk memimpin sendiri pasukan perlawanan, Zhenzong pun hadir di garis depan, semangat pasukan Song bergelora.
Pasukan Liao berperang dalam jangka waktu lama tidak bisa mendapatkan kemenangan. Mereka lalu menggunakan strategi berdamai, ketika itu Yang Yanzhao menulis surat saran yang berbunyi, “Khitan (Negara Liao) berada di Chanzhou meninggalkan wilayahnya di utara berjarak lima ratusan KM, personil dan kuda mereka pada lelah, walau berjumlah banyak namun mereka mudah dikalahkan, barang rampasan pun ditaruh di atas kuda. Hamba bersedia memimpin bala tentara, mencegat jalan-jalan penting kemunduran mereka maka sebagian besar dari mereka bisa dimusnahkan, kota-kota You Zhou, Yi Zhoudan dan lainnya bisa direbut kembali.”
Pandangan Yang Yanzhao sangat cermat, jika bisa dilaksanakan akan bisa mengusir pasukan Liao keluar dari area Yanyun, namun kaisar Song Zhenzong sama sekali tidak yakin mampu mengalahkan pasukan Liao, karena itu usulan Yang Yanzhao tidak disetujui, sebaliknya malah menandatangani pakta “Aliansi Chanyuan” dengan Negara Liao.
Ketika pasukan Liao menarik mundur pasukan dan melewati kota-kota besar, melakukan perampasan harta benda rakyat setempat, Yang Yanzhao menganggap hal ini sebagai pelecehan nasional, maka ia pun menolak perintah istana agar “jangan melukai pasukan kavaleri Liao”, dan bersama-sama Zhang Ning, Shi Pu dan lainnya tetap mengejar dan menyerang pasukan berkuda Liao, sampai pasukan Liao kalah dan mundur. Ia lalu memimpin pasukannya sendiri sejumlah puluhan ribu prajurit, mengejar pasukan Liao dengan penuh semangat hingga daerah perbatasan, serta menembus kota Gucheng.
Cita-cita luhur belum terwujud, meninggal dalam penyesalan
Pasca “Aliansi Chanyuan” Yang Yanzhao naik jabatan karena berjasa dan menjadi Duta Pertahanan Mozhou, setelah itu menjadi wakil distrik bawahan kementerian Gao Yangguan (Lintasan Gao Yang), ditempatkan untuk menjaga pertahanan di Gao Yangguan, Wa Qiaoguan dan Yi Jinguan selama 9 tahun. Setelah itu Perdana Menteri Kou Zhun dilengserkan oleh kaisar Song Zhenzong dan digantikan oleh Wang Qinruo dari Kubu Damai, yang dengan getol menggunakan kas Negara mendirikan bagunan kuil agama Taoisme dan sebagainya.
Pada masa itu kekuatan nasional Negara Liao juga berangsur-angsur menurun. Pada 1009, ibu suri Xiao dan perdana menteri Han Chang wafat karena sakit, tahun berikutnya melancarkan agresi ke negara Gao Li (Korea sekarang), hal ini semakin melemahkan ekonomi nasionalnya. Yang Yanzhao berkeinginan menyerang ke utara merebut kembali tanah yang masih dikuasai Liao, namun tidak ditanggapi oleh pemerintahan, sebaliknya malah ia diperintahkan untuk menumpas para penyamun. Yang pun tidak berdaya dan hanya bisa melanjutkan menjaga perbatasan dan menghibur penduduk setempat.
Pada masa itu kekuatan nasional Negara Liao juga berangsur-angsur menurun. Pada 1009, ibu suri Xiao dan perdana menteri Han Chang wafat karena sakit, tahun berikutnya melancarkan agresi ke negara Gao Li (Korea sekarang), hal ini semakin melemahkan ekonomi nasionalnya. Yang Yanzhao berkeinginan menyerang ke utara merebut kembali tanah yang masih dikuasai Liao, namun tidak ditanggapi oleh pemerintahan, sebaliknya malah ia diperintahkan untuk menumpas para penyamun. Yang pun tidak berdaya dan hanya bisa melanjutkan menjaga perbatasan dan menghibur penduduk setempat.
Kehidupan Yang Yanzhao selama di perbatasan sangat sederhana, memimpin prajurit dengan sigap, bersuka-duka bersama dengan para prajurit, musim dingin tidak memakai topi kapas (hangat), musim panas tidak membuka payung, walaupun sebagai panglima penjaga perbatasan namun hanya dikawal beberapa prajurit saja sewaktu perjalanan dinas, nyaris tidak pernah berpesta. Dalam bertempur ia cerdas dan berani, instruksinya jelas dan tegas, di medan perang ia selalu mendahului para prajurit dalam menggempur posisi musuh. Setelah kemenangan dan ketika pemberian hadiah sesuai jasa, ia selalu memberikan jasanya kepada para bawahan.
Gaji dan hadiah yang ia dapatkan semuanya dibagikan kepada para prajurit. Itu sebabnya para prajurit sangat mempercayai dan menyayanginya serta akrab bagai saudara kandung. Ia sempat menjaga perbatasan selama 20 tahun lebih dan telah mendirikan benteng pertahanan sepanjang 2000 km lebih di perbatasan Hebei, sehingga benteng perbatasan dinasti Song amat kokoh.
Gaji dan hadiah yang ia dapatkan semuanya dibagikan kepada para prajurit. Itu sebabnya para prajurit sangat mempercayai dan menyayanginya serta akrab bagai saudara kandung. Ia sempat menjaga perbatasan selama 20 tahun lebih dan telah mendirikan benteng pertahanan sepanjang 2000 km lebih di perbatasan Hebei, sehingga benteng perbatasan dinasti Song amat kokoh.
Pada tahun 1014, jendral yang keperkasaannya menggetarkan negeri Liao itu, meninggal dunia dalam usia 57 tahun di dalam kubu perbatasan dengan hati penuh kegundahan tidak bisa merebut kembali tanah milik Negara. Dimasa Yang Yanzhao menjaga perbatasan Hebei selama 15 – 16 tahun, gangguan dari tentara Liao sangat jarang terjadi, rakyat dengan cukup tenteram menjalani kehidupan.
Atas kepergian Yang Yanzhao, sang Kaisar berkabung bersama rakyat dan mengirim utusan untuk mengawal peti jenasah pulang ke kampung halaman sang pahlawan dinasti Song Utara tersebut, bahkan pihak Liao yang pernah menjadi lawan di medan pertemupuran, juga ikut berkabung memberi hormat. Pan Zuyin seorang penyair dinasti Qing menuliskan syair yang berbunyi: “Menahan kuda di pinggir sungai medan perang kuno, tombak perunggu kehijauan terkubur dalam rerimbun bunga. Hingga kini dalam syair tunanetra-desa, kisah heroik Yang menggetarkan tiga lintasan.” Salam kebajikan (Sumber)
TAMAT
Tidak ada komentar:
Write komentar