|
Welcome To My Website Kebajikan (De 德)......KEBAJIKAN ( De 德 ) Mengucapkan Xin Nian Kuai Le (新年快乐) 2571 / 2020...Xīnnián kuàilè, zhù nǐ jiànkāng chángshòu, zhù nǐ hǎo yùn..Mohon Maaf Blog ini masih dalam perbaikan....Dalam era kebebasan informasi sekarang, hendaknya kita dapat lebih bijak memilah, mencerna dan memilih informasi yang akurat. Kami menempatkan kepentingan pembaca sebagai prioritas utama. Semangat kami adalah memberikan kontribusi bagi pembaca agar dapat meningkatkan Etika dan Moral dalam kehidupan serta meningkatkan Cinta kasih tanpa pamrih pada sesama baik dalam lingkup lingkungan sekitar maupun lingkup dunia dan menyajikan keberagaman pandangan kehidupan demi meningkatkan pemahaman dan penghargaan terhadap kehidupan. Tanpa dukungan Anda kami bukan siapa-siapa, Terima Kasih atas kunjungan Anda

Rabu, 22 Juni 2016

Menyelamatkan Istri atau Anak

 


KEBAJIKAN ( De 德 ) Seorang pria muda, bernama Zuki berjalan mondar-mandir di lorong sebuah rumah sakit. Dia merasa sangat mengkhawatirkan keadaan isterinya yang akan melahirkan anak pertama mereka. Mimik wajahnya menunjukkan kondisi batinnya yang penuh kekalutan.

Setelah menunggu cukup lama, masih belum juga terdengar tangisan bayi yang amat dinantikannya. Hatinya bertambah galau. Kecemasannya sudah mencapai ubun-ubun kepala.

Tidak berapa lama kemudian, seorang dokter berjalan tergopoh-gopoh keluar dari ruang persalinan menuju ke arah tempatnya berdiri.

Zuki bertanya dengan hati-hati : “Bagaimana keadaan anak dan isteri saya, Dok...?”

Dengan sedikit menggeleng sang dokter berkata : “Maaf Pak, kami sudah berusaha semaksimal mungkin, namun keadaannya sungguh mengkhawatirkan. Saat ini isteri bapak sudah tidak sadar diri..."

Zuki : “Oh Tuhan... Bahayakah kondisi isteriku? Bagaimana juga dengan anak saya, Dok..?”

Dokter : “Dengan berat hati saya mengatakan, kami tidak mungkin menyelamatkan keduanya, namun masih ada secercah harapan. Kami hanya memiliki satu pilihan, menyelamatkan isteri bapak atau menyelamatkan anak bapak...”

Zuki bertambah kacau, kalut, galau, kebingungan dan tidak dapat berkata-kata. Bibirnya bergetar dan matanya mulai sembab tidak mampu menahan laju air matanya. Dunia terasa gelap gulita.

Dokter menyadarkan Zuki : “Maaf, Pak... Waktu kita tinggal sedikit. Setiap waktu itu amat berharga bagi kita. Mohon Bapak segera membuat pilihan, atau kita bakal kehilangan kedua orang yang Bapak sayangi..."

Akhirnya, dengan berat hati Zuki berkata : “Dokter, sejujurnya saya sangat bingung saat ini. Mereka berdua adalah orang yang sangat berarti dalam hidupku. Saya tidak mampu untuk memilih. Saya serahkan sepenuhnya kepada dokter untuk memutuskan. Mohon dengan sangat, agar dokter dapat melakukan hal yang terbaik...."

Sang dokter mengangguk dan tidak berupaya mendesak Zuki untuk membuat keputusan. Beliau bergegas kembali ke ruang persalinan untuk segera mengambil tindakan guna menyelamatkan isteri atau anak Zuki.

Kelihatan sekali dokter ini sangat berpengalaman dalam menangani kasus-kasus darurat yang seperti demikian. Beliau sudah pasti tahu apa yang harus dilakukannya. Sebuah bentuk konfirmasi lisan dari keluarga pasien, dibutuhkan untuk memastikan tidak adanya gugatan terhadap diri dan timnya.

Akhirnya sang dokter telah usai menuntaskan pekerjaannya. Dengan penuh keyakinan, beliau memutuskan untuk menolong isteri Zuki.

Dalam pandangan agama apapun, seorang dokter harus berupaya menolong pasien. Namun kali ini, sang dokter terpaksa harus mengambil keputusan yang begitu sulit. Ini menyangkut urusan nyawa manusia.

Perbuatan dokter ini merupakan salah satu contoh, bagaimana keyakinan dan keteguhan prinsip hidup dan profesi harus diambil saat mengambil sebuah keputusan di saat-saat yang genting.

Bagi sebagian orang, menyelamatkan sang bayi adalah pilihan logisnya. Sesuai dengan keyakinan mereka, bahwa sesungguhnya, seorang anak manusia yang baru lahir, telah berlumuran dosa dan harus menebus dosanya dengan keyakinan dan percaya terhadap ajaran agama yang dianutnya.

Sementara itu, bagi sebagian orang lain, pilihan mereka adalah menyelamatkan sang isteri, sebab bayi yang baru lahir adalah sosok anak manusia yang masih suci dan belum terkontaminasi oleh dosa.

Sehingga keberadaan sang bayi yang hanya sebentar saja di dunia, belum sempat "terhubung" dengan dosa. Mereka merelakan "kepergiannya" dan berkeyakinan bahwa sang bayi akan diterima kembali di sisi-Nya di alam surgawi dalam keadaan "bersih".

Sobatku yang budiman...

Sejak bangun tidur, kita sudah dihadapkan kepada pilihan-pilihan :
1. Meneruskan tidur atau berolahraga dan membasuh tubuh?
2. Update status dan mengintip status facebuker atau melakukan perenungan diri dan merencanakan kegiatan harian ?
3. Setelah pulang kerja, memilih untuk langsung pulang ke rumah berkumpul dengan keluarga tercinta atau singgah di kafe untuk mengobrol dengan teman-teman?
4. Mengikuti nafsu keduniawian atau mengikuti jalan surgawi?
5. Menyebarkan gosip dan fitnah atau menyebarkan kalimat motivasi dan inspirasi?
6. Menyegerakan menikah atau menundanya terlebih dulu?
7. Hidup mulia di sisi Tuhan atau hidup mulia dalam pandangan manusia?
8. Dan lain sebagainya…

Pilihan yang sering kita hadapi di atas masih dapat kita tentukan dengan mudah. Tinggal menyesuaikan dengan kata hati.

Namun, jika kita dihadapkan pada pilihan-pilihan yang lebih sukar dan melibatkan perasaan yang berdampak sangat "menakutkan", maka kita akan terlihat sebagai makhluk yang lemah dan tidak berdaya.

Jika suatu saat, kita dihadapkan kepada situasi harus memilih satu diantara dua orang yang kita kasihi, mampukah kita membuat sebuah keputusan? Anak atau pasangan hidup? Orang tua atau pasangan hidup?

Semua berpulang kepada diri kita masing-masing. Semoga semua makhluk berbahagia...
Salam kebajikan #‎firmanbossini‬

Tidak ada komentar:
Write komentar