|
Welcome To My Website Kebajikan (De 德)......KEBAJIKAN ( De 德 ) Mengucapkan Xin Nian Kuai Le (新年快乐) 2571 / 2020...Xīnnián kuàilè, zhù nǐ jiànkāng chángshòu, zhù nǐ hǎo yùn..Mohon Maaf Blog ini masih dalam perbaikan....Dalam era kebebasan informasi sekarang, hendaknya kita dapat lebih bijak memilah, mencerna dan memilih informasi yang akurat. Kami menempatkan kepentingan pembaca sebagai prioritas utama. Semangat kami adalah memberikan kontribusi bagi pembaca agar dapat meningkatkan Etika dan Moral dalam kehidupan serta meningkatkan Cinta kasih tanpa pamrih pada sesama baik dalam lingkup lingkungan sekitar maupun lingkup dunia dan menyajikan keberagaman pandangan kehidupan demi meningkatkan pemahaman dan penghargaan terhadap kehidupan. Tanpa dukungan Anda kami bukan siapa-siapa, Terima Kasih atas kunjungan Anda

Senin, 18 Juli 2016

Genghis Khan dengan Amarahnya

 


KEBAJIKAN ( De 德 ) Genghis Khan, salah seorang kaisar fenomenal yang mampu mempersatukan seluruh bangsa Mongolia dan memiliki wilayah kekuasaan yang sangat luas, meliputi hampir separuh daratan Asia hingga Eropa Timur.

Genghis Khan terkenal sebagai kaisar bengis yang pemarah. Namun seiring dengan waktu, lambat laun beliau dapat mengubah sifatnya menjadi lebih bijaksana. Beberapa kejadian yang membuatnya marah besar, ternyata berhasil mengasah kemampuannya dalam mengontrol emosi.

Salah satu peristiwa yang paling berkesan, ketika Sang Kaisar harus membunuh burung elang kesayangannya karena tidak mampu mengendalikan amarahnya.

Suatu ketika, Genghis Khan membawa serta burung elang kesayangannya pergi berburu ke hutan. Beliau didampingi oleh banyak sahabat dan para pengawal. Masing-masing membawa busur dan anak panah.

Pada masa itu, burung elang unggulan milik Sang Kaisar memang mendapat pelatihan khusus untuk berburu. Mereka bergerak sesuai instruksi sang pemilik. Burung elang ini akan terbang tinggi dan berupaya mencari mangsa, seperti rusa, kancil maupun kelinci. Dengan kecepatan tinggi, burung elang itu akan menukik ke arah mangsa sebagai petunjuk arah kepada para pemburu.

Namun apes, dalam perburuan kali ini, rombongan kerajaan masih belum dapat bersenang-senang menyalurkan hobinya. Hingga menjelang gelap, tidak satupun hewan buruan dapat diperoleh. Akhirnya mereka berniat pulang kembali ke istana.

Genghis Khan, berniat mengambil jalur panjang, melewati sebuah lembah yang diapit oleh dua buah gunung, karena masih ingin menuntaskan hasrat berburunya. Sedangkan sisa rombongan pulang melalui jalan pintas.

Sementara itu, persediaan air minum Sang Kaisar sudah habis. Burung elang yang pintar itu melihat Tuannya menggoyang-goyangkan botol tempat minum, namun tiada air lagi yang bersisa. Burung elang itu segera terbang meninggalkan Genghis Khan, untuk mencari sumber air yang dapat diminum.

Sementara itu, Genghis Khan memacu kudanya dengan cepat. Beliau merasa yakin, di depan yang berjarak satu kilometer dari tempatnya berdiri ada sebuah sumber mata air yang jernih.

Namun amat disayangkan, sumber mata air itu sudah mengering karena musim panas yang berkepanjangan melanda negerinya.

Genghis Khan terus berupaya mencari. Dari kejauhan, beliau melihat ada sedikit air yang mengalir dari celah-celah bebatuan. Air tersebut mengalir perlahan, bersumber dari tebing di atasnya. Hanya itulah satu-satunya sumber air yang dapat diminumnya saat ini.

Sang kaisar melompat turun dari kuda. Beliau mengeluarkan sebuah botol minum yang terbuat dari kulit binatang. Lalu membuka penutup dan mulai menampung air. Karena aliran airnya begitu kecil, dibutuhkan waktu yang lumayan lama untuk mengisi penuh botol tempat minumnya. Setelah penuh, Genghis Khan langsung mengarahkan botol tersebut ke mulutnya.

Belum sempat air menyentuh bibirnya yang kering, tiba-tiba terdengar suara riuh dan kepakan sayang burung elang kesayangannya. Akibat kepakan sayap yang begitu kuat, botol minum terjatuh dari genggamannya dan menumpahkan seluruh isinya.

Genghis Khan : "Ada apa gerangan wahai elangku? Mengapa engkau membuatku terkejut sehingga seluruh air tumpah ke tanah..."

Burung elang itu terbang memutar di atas sumber air beberapa kali, lalu hinggap di antara bebatuan. Burung yang bersayap coklat keemasan tersebut mengepakkan sayapnya kuat-kuat, sambil berteriak kuat-kuat : "Kreaaakkkk... Kreaaaakkk..."

Sang kaisar melihat sejenak ke arah elang, lalu mengambil kembali botol minum dan mulai mengisinya kembali. Setelah penuh, dengan penuh antusias, Genghis Khan membuka mulutnya lebar-lebar, dan mulai mengarahkan botol minumnya ke mulutnya kembali.

Sekali lagi, belum sempat air minum menyentuh bibirnya, burung elang itu menungkik secepat busur dan mengayunkan paruhnya untuk menjatuhkan botol air minum dari tangan Genghis Khan.

Wajah Sang Kaisar mulai memerah, menandakan emosinya mulai memuncak. Dicobanya sekali lagi untuk mengisi botol minumnya, namun lagi-lagi burung elang itu menggagalkannya.

Kemarahan Sang Kaisar sudah tidak dapat dibendung lagi. Sebilah pedang terhunus mengarah ke arah burung elang yang sedang bertengger di tebing dekat sumber air mengalir.

Genghis Khan : "Sekali lagi kamu berulah dan menggangguku, akan kutebas kepala kamu hingga copot dari badanmu..."

Untuk terakhir kali, Genghis Khan mencoba mengisi botol minumnya. Melihat hal ini, burung elang tersebut terbang secepatnya ke arah Genghis Khan.

Namun kali ini, Sang Kaisar berada dalam posisi standby dengan pedang tegak terhunus ke atas. Walaupun burung elang terlatih itu bergerak cepat, namun mata tajam Sang Kaisar dapat melihat gerakannya.

Dengan sekuat tenaga, Genghis Khan mengayunkan pedangnya ke arah burung elang yang sedang menukik ke arahnya. Sabetan pedang yang jitu telah memisahkan kepala dan badan elang malang itu.

Genghis Khan berteriak lantang : "Itulah hukuman atas kekurangajaranmu..."

Ketika mengayunkan pedangnya sekuat tenaga, secara tidak sengaja botol minumnya ikut terlempar hingga ke atas tebing. Karena tidak ingin kehilangan botol minuman yang telah menemaninya selama ini, Genghis Khan berusaha merayap ke atas tebing dengan sangat hati-hati.

Sesampainya di atas tebing, terpampanglah di hadapan beliau sebuah mata air jernih. Namun di samping sumber air tersebut, tergolek seonggok mayat ular.

Nalurinya berkata lain : "Air ini beracun... Sungguh ini sangat beracun dan amat mematikan..."

Seketika itu juga, Genghis Khan berdiri terpaku. Mulutnya sedikit menganga. Beliau lupa akan dahaganya. Yang ada dalam pikirannya, hanyalah burung kesayangannya yang malang sudah tergolek tanpa nyawa di atas tanah.

Genghis Khan berseru keras : "Saya khilaf... Saya bersalah... Saya sangat menyesal telah membunuhnya. Burung elangku berusaha menyelamatkan nyawaku... Namun ternyata saya seorang yang bodoh..."

Genghis Khan bergerak cepat menuruni tebing untuk melihat kondisi burung elang tadi. Beliau masih berharap ada secercah harapan untuk menyelamatkan burung kesayangannya.

Setiba di bawah, beliau melihat jasad burung sudah terbujur kaku. Kepalanya sudah terpisah dari tubuhnya.

Lantas beliau berseru : "Oh Tuhan... Bagaimana aku dapat membalas budinya? Dia adalah sahabat karibku. Menemaniku bertarung dan berperang ke medan laga. Dan sekarang aku malah membunuhnya".

Dengan penuh kehati-hatian, Genghis Khan mengambil tubuh burung elang dan memasukkannya ke dalam tas berburunya. Lalu, dengan memacu kudanya secepat kilat, Genghis Khan bergerak menuju ke istana.

Dengan melakukan prosesi penghormatan layaknya srorang pahlawan, Sang kaisar mengubur jasad burung elang di samping istana.

Sambil berlutut beliau berkata kepada dirinya sendiri, "Hari ini aku sudah mendapat pelajaran yang amat berharga. Sesungguhnya hatiku teramat sedih. Pengorbanan seekor burung elang telah menyelamatkan nyawaku. Ternyata, semua tindakan yang dilakukan dalam keadaan marah itu akan berakibat fatal. Ke depan, saya harus berhati-hati lagi. Terima kasih pahlawanku...."

Sobatku yang budiman...

Dari kisah Genghis Khan di atas, kita dapat mengambil pelajaran yang sangat berharga. Jangan pernah mengambil keputusan di saat sedang emosi dengan amarah yang sedang membara.

Jika amarah datang menyerang, berusahalah untuk mengendalikan diri dengan mengalihkan perhatian ke hal-hal yang lain. Diam sejenak dan redakanlah sesegera mungkin. Alternatif lain adalah dengan menghindar dari lokasi.

Pikirkan akibat yang timbul jika kita terlalu mengumbar kemarahan secara membabi buta. Pertimbangkan akibat yang bakal muncul.

Jika kita mampu mengendalikan amarah yang memuncak dalam waktu singkat, maka dipastikan kita akan terbebas dari rasa penyesalan di kemudian hari. Salam kebajikan #‎firmanbossini‬

Tidak ada komentar:
Write komentar