|
Welcome To My Website Kebajikan (De 德)......KEBAJIKAN ( De 德 ) Mengucapkan Xin Nian Kuai Le (新年快乐) 2571 / 2020...Xīnnián kuàilè, zhù nǐ jiànkāng chángshòu, zhù nǐ hǎo yùn..Mohon Maaf Blog ini masih dalam perbaikan....Dalam era kebebasan informasi sekarang, hendaknya kita dapat lebih bijak memilah, mencerna dan memilih informasi yang akurat. Kami menempatkan kepentingan pembaca sebagai prioritas utama. Semangat kami adalah memberikan kontribusi bagi pembaca agar dapat meningkatkan Etika dan Moral dalam kehidupan serta meningkatkan Cinta kasih tanpa pamrih pada sesama baik dalam lingkup lingkungan sekitar maupun lingkup dunia dan menyajikan keberagaman pandangan kehidupan demi meningkatkan pemahaman dan penghargaan terhadap kehidupan. Tanpa dukungan Anda kami bukan siapa-siapa, Terima Kasih atas kunjungan Anda

Sabtu, 23 Juli 2016

Menanam Bibit Kebaikan

 


KEBAJIKAN ( De 德 ) -  Di suatu kota kecil, hiduplah seorang pemuda yang terkenal baik budi dan ramah kepada setiap orang. Zuki, begitulah panggilan orang kepadanya.

Zuki telah menikah dan dikaruniai seorang puteri yang imut dan cantik. Isteri Zuki adalah ibu rumah tangga yang cekatan dalam mengurus keluarga. Kehidupan keluarga Zuki jauh dari kata berkecukupan, namun mereka selalu mensyukuri berapapun penghasilan Zuki sebagai seorang tukang kayu.

Suatu ketika, sang isteri meminta tolong kepada Zuki untuk membeli dua kilo beras di pasar.

Isteri Zuki : "Bang, karena si kecil sedang tidak enak badan, bolehkah abang pergi ke pasar untuk membeli dua kilo beras. Kebetulan persediaan beras kita sudah habis. Saya hendak membuat bubur untuk Dora...."

Zuki : "Maaf, duitnya ada? Kebetulan saya belum gajian..."

Isteri Zuki : "Oh begitu... Saya masih ada simpanan dua puluh ribu, sisa uang gaji abang kemarin. Bentar saya ambil ke kamar dulu...."

Setelah menerima uang dua puluh ribu, Zuki segera bergegas ke pasar dengan berjalan kaki.

Sesampainya di pasar, saat sedang mencari toko yang menjual beras, tiba-tiba Zuki melihat seorang wanita sedang menangis sesegukan. Ternyata wanita muda itu adalah seorang pembantu rumah tangga yang sedang berbelanja.

Zuki : "Mbak, mengapa kamu menangis di tengah pasar? Tidak baik jika dilihat oleh banyak orang... Apakah mbak kehilangan anak..?"

Ibu muda : "Tidak tuan... Saya ini seorang pembantu yang disuruh untuk membeli sayur di pasar ini. Di tengah jalan, uang saya jatuh. Saya sudah mencarinya kemana-mana namun tidak ketemu. Saya takut dimarahi oleh nyonya yang galak. Saya takut dipukul olehnya..."

Zuki terkesiap, hatinya menjadi luluh mendengar cerita wanita itu. Mimik ketakutan terpancar dari wajah wanita yang berwajah kalem.

Zuki : "Jika boleh tahu, berapa jumlah uang yang hilang...?"

Wanita : "Dua puluh ribu, tuan..."

Zuki merasa sangat kasihan kepada wanita yang malang itu. Dia membayangkan kengerian jika nyonya yang kejam itu sampai menghajar wanita itu hanya karena uang dua puluh ribu saja.

Hati Zuki bergejolak. Dia Ingin sekali membantu wanita itu dengan menyerahkan uang pemberian isterinya. Namun, jika dia memberikan uangnya, bagaimana dengan nasib keluarganya yang sudah tidak memiliki beras untuk ditanak. Terbayang wajah puteri jelitanya yang sedang sakit.

Namun sekarang, seorang wanita malang sedang duduk ketakutan di atas tanah, menangis menantikan uluran tangan para penderma.

Akhirnya dengan penuh keyakinan dan keikhlasan, Zuki menyerahkan uang dua puluh ribu yang ada di kantongnya. Dengan muka berseri-seri, wanita itu mengucapkan terima kasih.

Setelah wanita itu berlalu dari hadapannya, tinggallah Zuki termenung seorang diri. Sejenak dia tidak tahu mau berbuat apa lagi. Terbayang olehnya, isteri tercinta bersama buah hatinya sedang menunggu di rumah.

Sekilas terbersit secercah harapan. Zuki segera melangkah menuju kediaman boss yang mempekerjakan dirinya sebagai tukang kayu. Dia berharap dapat memperoleh pinjaman uang untuk membeli beras.

Sesampainya di rumah bossnya, ternyata laki-laki itu tidak ada di rumah. Yang ada hanyalah isteri boss yang terkenal pelit dan judes.

Dengan merendahkan diri, Zuki memohon : "Nyonya, bolehkah saya meminjam uang dua puluh ribu. Nanti dipotong waktu saya gajian..."

Isteri boss : "Maaf, tidak bisa... Jika kamu mau, ambillah serbuk kayu yang ada di gudang... Itu dapat digunakan untuk menyalakan api tungku buat memasak..."

Zuki bingung, namun daripada tidak membawa apa-apa pulang ke rumah, lebih baik dia membawa sekantong serbuk kayu sisa gergajian. Karena menggunakan kantong beras, orang-orang akan menyangka Zuki sedang membawa sekantong beras.

Sepanjang perjalanan pulang, Zuki terus berdoa agar swmua upayanya tidak menjadi sia-sia. Dia berharap ada keajaiban yang terjadi.

Tiba-tiba, beberapa langkah di depan, terlihat kerumunan banyak orang di tengah jalan. Ternyata telah terjadi kecelakaan lalu lintas yang melibatkan truk pasir dan truk pengangkut beras. Seluruh beras dan pasir berceceran di atas aspal hitam. Banyak orang mengambil kesempatan untuk mencuri beras yang lebih dari separuhnya terlempar dari truk.

Terbersit niat Zuki untuk mengambil beras yang amat dibutuhkannya. Suara setan menggoda dan membujuk Zuki untuk mengambil beras yang bukan miliknya.

Suara lirih terdengar di telinganya : "Wahai anak muda... Saat ini kamu amat membutuhkan beras untuk anak dan isterimu di rumah. Ambillah sedikit saja, tentunya ini tidak akan merugikan pemilik beras."

Zuki terdiam. Nalurinya berkata lain. Yang dipikirkan olehnya bukanlah ceceran beras di atas aspal, melainkan seorang korban yang sedang terhimpit kemudi supir. Jika tidak segera ditolong, maka nyawa si pengemudi mungkin tidak akan terselamatkan.

Setelah berusaha semaksimal mungkin dan dibantu oleh masyarakat setempat, pengemudi truk beras dapat dikeluarkan. Zuki segera memanggil taxi dan mengantarkan korban ke rumah sakit terdekat. Untungnya si pengemudi masih sadar, sehingga uang taxi dapat dibayar olehnya.

Berkat pertolongan Zuki, akhirnya pengemudi yang tidak lain adalah juragan beras dapat tertolong.

Isteri juragan beras yang tiba beberapa saat kemudian berkata kepada Zuki : "Terima kasih atas bantuan bapak. Saya tidak dapat membayangkan apa yang akan terjadi jika bapak hanya berpangku tangan dan menonton peristiwa ini. Mohon sedikit bantuan ini dapat bapak terima..."

Zuki : "Maaf, bu... Saya menolong bukan untuk mencari imbalan atau hadiah. Namun semua ini ikhlas saya lakukan dari lubuk hati terdalam. Sekarang saya mau pulang ke rumah. Anak isteriku sudah menungguku..."

Isteri juragan beras : "Baiklah kalau begitu... Nanti supir saya akan mengantar bapak pulang. Mohon sekali ini jangan ditolak...."

Akhirnya Zuki tidak dapat menolak bantuan ini. Dia berpikir dengan tidak mengantongi uang, bagaimana dia dapat pulang ke rumah...

Sesampainya di rumah, sang isteri menyambut kepulangan sang suami dengan perasaan cemas. Dia sangat khawatir terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan pada Zuki.

Zuki menceritakan semua yang terjadi. Sang isteri menatapnya dengan penuh kebanggaan.

Zuki : "Isteriku, mohon maaf saya tidak dapat membawa beras pulang ke rumah...."

Isteri Zuki : "Tidak apa-apa bang... Tadi saya sudah memasak ubi yang saya ambil dari halaman rumah. Si Dora sudah kenyang dan sekarang sedang tertidur pulas. Abang makanlah dua potong ubi yang saya sisakan. Cuma itu yang dapat saya sajikan untuk makan malam hari ini..."

Zuki tidak dapat menahan rasa haru. Dipeluknya sang isteri tercinta dengan erat-erat sambil berkata lirih : "Kamu memang isteri yang baik. Saya amat berbahagia mendapatkan dirimu seutuhnya. Terima kasih atas pengorbananmu selama ini..."

Beberapa jam kemudian, saat matahari mulai tenggelam di ufuk barat, sebuah mobil box merapat ke halaman rumah Zuki.

Ternyata, yang datang berkunjung adalah isteri juragan beras yang tadi mengalami kecelakaan. Untuk mengucapkan terima kasih, juragan beras tadi menghadiahkan dua puluh goni beras untuk Zuki. Bukan itu saja, setelah mengobrol berberapa saat, akhirnya isteri juragan beras mengangkat Zuki menjadi agen beras di daerahnya.

Sobatku yang budiman...

Sungguh besar kemuliaan Sang Pencipta. Tuhan Maha Adil dan Maha Mengetahui.

Perbuatan baik yang berlandaskan keikhlasan dan ketulusan tanpa pamrih, pasti selalu berbuah hal positif yang tidak terduga.

Jika saja saat itu Zuki tergiur mencuri beras yang amat dibutuhkannya atau mengambil imbalan atas pertolongannya maka kehidupan Zuki saat ini, tentunya masih tetap sama seperti dahulu, hidup serba kekurangan. Saat ini Zuki hidup berbahagia sebagai juragan beras di daerahnya.

Kita tidak tahu kapan buah dari perbuatan baik akan dapat dipanen, namun kita harus yakin bahwa mereka yang menanam bibit kebaikan adalah mereka yang berhak memanen hasilnya.
Salam kebajikan #‎firmanbossini‬

Tidak ada komentar:
Write komentar