|
Welcome To My Website Kebajikan (De 德)......KEBAJIKAN ( De 德 ) Mengucapkan Xin Nian Kuai Le (新年快乐) 2571 / 2020...Xīnnián kuàilè, zhù nǐ jiànkāng chángshòu, zhù nǐ hǎo yùn..Mohon Maaf Blog ini masih dalam perbaikan....Dalam era kebebasan informasi sekarang, hendaknya kita dapat lebih bijak memilah, mencerna dan memilih informasi yang akurat. Kami menempatkan kepentingan pembaca sebagai prioritas utama. Semangat kami adalah memberikan kontribusi bagi pembaca agar dapat meningkatkan Etika dan Moral dalam kehidupan serta meningkatkan Cinta kasih tanpa pamrih pada sesama baik dalam lingkup lingkungan sekitar maupun lingkup dunia dan menyajikan keberagaman pandangan kehidupan demi meningkatkan pemahaman dan penghargaan terhadap kehidupan. Tanpa dukungan Anda kami bukan siapa-siapa, Terima Kasih atas kunjungan Anda

Minggu, 23 Oktober 2016

Kasih Sayang yang Menjerumuskan

 


KEBAJIKAN ( De 德 ) -  Ada satu kisah seperti berikut ini : Suatu hari pada musim gugur, sekelompok angsa tiba di sebuah pulau danau Angsa. Mereka terbang dari ujung utara yang jauh, berencana melewati musim dingin mereka di selatan.

Di pulau itu tinggalah seorang nelayan tua bersama istrinya, suami istri ini tampak sangat senang dengan kedatangan sekelompok angsa ini, mereka mengambil makannan untuk ayam dan ikan hasil tangkapan mereka dan diberikan kepada angsa-angsa tersebut. Saat tiba musim dingin, kerumunan angsa ini ternyata tidak melanjutkan perjalanannya ke selatan. 
Permukaan danau membeku, sehingga mereka tidak bisa mendapatkan makanan, pasangan suami istri yang sudah senja itu kemudian membuka pondok mereka membiarkan angsa-angsa itu masuk ke dalam untuk menghangatkan badan dan memberi mereka makanan, sampai tibanya musim semi permukaan danau pun mencair.

Hari demi hari berlalu, tahun berganti tahun, setiap musim dingin, pasangan suami istri tua itu terus mencurahkan kasih sayang mereka. Sampai pada suatu ketika, mereka sudah tua, meninggalkan pulau itu, dan sejak itu angsa-angsa itu juga menghilang. Namun, mereka bukan terbang ke selatan, tetapi mati kelaparan semasa danau membeku pada tahun kedua.

Nelayan dalam kisah tersebut seperti sosok orang tua yang mencurahkan cinta dan kasih sayangnya pada angsa-angsa itu, mengasuh dan merawat mereka layaknya terhadap anak-anak sendiri, makan dan hidup ditanggung sepenuhnya. Curahan cinta dan kasih sayang itu berlangsung dari hari ke hari, tahun demi tahun, sehingga kita pun mendesah dan menggumam : “Pasangan suami istri yang sangat baik hati, betapa beruntung dan bahagianya angsa-angsa itu !” 
Namun, angsa yang berakhir tragis itu memberi pesan kepada kita, bahwa curahan kasih sayang yang berlebihan dari suami istri nelayan itu, menyebabkan angsa-angsa tersebut larut dalam kehidupan yang serba enak dan nyaman, sehingga mengembangkan sifat malas, kehilangan kemampuan diri untuk bisa bertahan hidup, akibatnya tidak mampu lagi beradaptasi dengan lingkungan, hingga akhirnya ditelan oleh perubahan lingkungan yang tidak pernah dihadapinya.

Dalam kehidupan nyata sehari-hari, ada berapa banyak orang tua yang menciptakan sarang kasih sayang yang serba enak dan nyaman untuk anak-anaknya. Saat Anak-anak masih kecil, kalau diraup dalam genggaman takut jatuh, kulum dimulut takut lumer, apabila anak-anak mau minta ini atau itu selalu dituruti. Tidak membolehkan anak-anak melakukan sedikitpun pekerjaan rumah tangga, tidak membolehkan anak-anak merasakan kesusahan atau lelah sedikitpun. 
Membiarkan anak melewati hari-harinya dengan serba nyaman seperti tuan besar, mau “pakai baju tinggal menjulurkan tangan,” “makan tinggal membuka mulut.” Ketika anak-anak mulai dewasa, para orang tua lagi-lagi harus sibuk mencarikan pekerjaan yang enak tidak menyusahkan untuk mereka, dan bahkan menyiapkan atau meninggalkan warisan yang melimpah untuk mereka, meski orang tua sendiri harus bersusah payah dan menderita karena itu, tapi mereka rela melakukanya demi anak-anak yan mereka sayangi.

Inilah tipikal orang tua model “pasangan nelayan” dengan curahan kasih sayangnya yang tak terkendali seperti cerita tersebut di atas. Namun, coba renungkan akhir yang tragis dari angsa-angsa itu. Apa curahan kasih sayang seperti masih menjadikan kita perasaan hormat dan kagum ? 
Sebenarnya, curahan kasih sayang yang tak “bercela”, rasa cinta dan sayang yang membabi buta menciptakan kehidupan yang serba enak dan nyaman ini, justru merupakan “perangkap”. Mereka yang terperosok ke dalam “perangkap” ini, selain ketergantungan dan sifat malas, mereka tidak punya apa-apa. Begitu menghadapi “danau membeku” (kesulitan) dalam kehidupan sehari-hari, maka akhir mereka tidak akan pernah lebih baik dari akhir tragis yang dialami angsa-angsa itu.

Memang semua orang membutuhkan cinta dan kasih sayang, namun, ketika cinta dan kasih sayang ini berubah menjadi pemberian yang menyenangkan, perlindungan yang meliputi segala-galanya, maka ia bukan lagi cinta dan kasih sayang, tapi menjadi sebilah pisau lembut yang mematikan!  Salam kebajikan (Sumber)

Tidak ada komentar:
Write komentar