KEBAJIKAN ( De 德 ) - Dalam proses pertumbuhan anak laki-laki, orangtua selalu berharap yang lebih besar pada mereka, seperti misalnya harus menjadi laki-laki yang mandiri, bertanggungjawab, menjadi sosok yang hebat, harus lebih unggul dari yang lainnya, karena itu, dalam pendidikan, orangtua juga lebih ketat menerapkannya, seperti dilansir dari Secretchina.
Namun, dalam lingkup sekolah, anak-anak yang nakal, iseng, tidak mentaati aturan dan suka semaunya sendiri, nilai ujian yang tidak memuaskan, dan yang menyebabkan para wali kelasnya pusing kepala itu, mayoritas adalah anak laki-laki. Lantas mengapa tuntutan ketat dari orangtua itu, kelihatannya justru berjalan pada arah yang berlawanan, dan semakin jauh dari harapan orangtua?
Ada sebuah contoh : seorang anak laki-laki yang nakal, tidak mentaati aturan saat proses belajar mengajar. Gurunya telah berulang kali menasihati, tapi anak nakal itu tidak mendengarkan, sehingga guru itu terpaksa menghubungi orangtuanya. Mendengar laporan gurunya, ayah dari anak laki-laki nakal itu pun kemudian menegur dan memukulnya.
Ada sebuah contoh : seorang anak laki-laki yang nakal, tidak mentaati aturan saat proses belajar mengajar. Gurunya telah berulang kali menasihati, tapi anak nakal itu tidak mendengarkan, sehingga guru itu terpaksa menghubungi orangtuanya. Mendengar laporan gurunya, ayah dari anak laki-laki nakal itu pun kemudian menegur dan memukulnya.
Tapi kenakalan anak itu malah semakin menjadi-jadi di kelas, kerap berkata dengan suara keras dan memengaruhi belajar siswa lainnya, sehingga sang guru kembali menghubungi ayahnya. Dan seperti kejadian sebelumnya, sang ayah kembali memukulnya ; hingga suatu hari, ketika ayahnya hendak memukulnya lagi, anak itu ke dapur mengambil sebilah pisau, bersikap seolah- olah hendak menusuk ayahnya ......anak ini, baru berusia delapan tahun.
Secara alamiah, anak laki-laki dilahirkan dengan rasa ingin tahu dan jiwa petualang yang lebih dibandingkan anak perempuan, dan secara relatif juga lebih mudah membuat masalah. Banyak orangtua yang berpikir : “Saya justru dibesarkan dengan cara dipukul (otoriter), jadi saya juga harus mendidik anak-anak dengan cara seperti itu.”
Pendidikan dengan pola otoriter dengan cara memukul sehingga si anak tidak lagi melakukan kesalahan ; namun, tindakan seperti ini rentan menyebabkan anak-anak meredam emosi negatifnya, begitu timbul rasa benci akibat hukuman (dipukul) itu meledak, maka ia akan melakukan tindakan yang tidak hanya mencelakakan dirinya sendiri atau orang lain, tapi akan menyebabkan kejadian yang tak diharapkan.
Selain rasa ingin tahu dan jiwa petualang, masih banyak perbedaan antara anak laki-laki dengan perempuan. Dari hasil penelitian di Eropa dan Amerika disebutkan, bahwa otak mereka (laki-laki dan perempuan) memiliki setidaknya 100 perbedaan, dan tentu saja, hal ini sangat memengaruhi pemikiran dan pola perilaku mereka. Secara umum, anak perempuan lebih mudah mengembangkan karakater disiplin diri dan menjaga normanya, jadi, yang membuat sakit kepala para orangtua, sebagian besar dinominasi anak laki-laki.
Sebenarnya, masih banyak pola pendidikan yang lebih efektif untuk membantu anak laki-laki agar lebih mengerti terhadap segala hal ihwal dan memiliki pikiran yang lebih matang daripada menggunakan cara-cara otoriter yang bersifat menekan. Bahkan orangtua juga bisa secara lebih arif dari pola pendidikan itu, dan menjadi ayah/ibu yang sempurna dalam hati anak-anak.
1. Dengarkan perasaannya
Ada kalanya, anak laki-laki membuat perilaku nakal, semata-mata hanya ingin menarik perhatian orang dewasa, atau dengan maksud agar ayah / ibu memahami perasaan mereka, tapi tidak tahu bagaimana cara menyampaikannya. Karena itu, orangtua harus menyingkirkan konsep pemikiran bahwa “anak yang tidak dipukul (didikan keras) tidak akan berhasil”.
Secara alamiah, anak laki-laki dilahirkan dengan rasa ingin tahu dan jiwa petualang yang lebih dibandingkan anak perempuan, dan secara relatif juga lebih mudah membuat masalah. Banyak orangtua yang berpikir : “Saya justru dibesarkan dengan cara dipukul (otoriter), jadi saya juga harus mendidik anak-anak dengan cara seperti itu.”
Pendidikan dengan pola otoriter dengan cara memukul sehingga si anak tidak lagi melakukan kesalahan ; namun, tindakan seperti ini rentan menyebabkan anak-anak meredam emosi negatifnya, begitu timbul rasa benci akibat hukuman (dipukul) itu meledak, maka ia akan melakukan tindakan yang tidak hanya mencelakakan dirinya sendiri atau orang lain, tapi akan menyebabkan kejadian yang tak diharapkan.
Selain rasa ingin tahu dan jiwa petualang, masih banyak perbedaan antara anak laki-laki dengan perempuan. Dari hasil penelitian di Eropa dan Amerika disebutkan, bahwa otak mereka (laki-laki dan perempuan) memiliki setidaknya 100 perbedaan, dan tentu saja, hal ini sangat memengaruhi pemikiran dan pola perilaku mereka. Secara umum, anak perempuan lebih mudah mengembangkan karakater disiplin diri dan menjaga normanya, jadi, yang membuat sakit kepala para orangtua, sebagian besar dinominasi anak laki-laki.
Sebenarnya, masih banyak pola pendidikan yang lebih efektif untuk membantu anak laki-laki agar lebih mengerti terhadap segala hal ihwal dan memiliki pikiran yang lebih matang daripada menggunakan cara-cara otoriter yang bersifat menekan. Bahkan orangtua juga bisa secara lebih arif dari pola pendidikan itu, dan menjadi ayah/ibu yang sempurna dalam hati anak-anak.
1. Dengarkan perasaannya
Ada kalanya, anak laki-laki membuat perilaku nakal, semata-mata hanya ingin menarik perhatian orang dewasa, atau dengan maksud agar ayah / ibu memahami perasaan mereka, tapi tidak tahu bagaimana cara menyampaikannya. Karena itu, orangtua harus menyingkirkan konsep pemikiran bahwa “anak yang tidak dipukul (didikan keras) tidak akan berhasil”.
Jadi, coba tarik lebih dekat jarak Anda dengan anak-anak, bergaul dengan mereka seperti layaknya seorang sahabat, mengobrol, dan berbagi suka atau duka bersama mereka. Manfaatkan komunikasi dan dengarkan suara hatinya, kemudian bimbing mereka dengan sabar dan sistematis, ajarkan perilaku dan pola pikir yang benar. Jika tidak menjadikan anak laki-laki itu sebagai teman saat prasekolah, maka kemugkinan ia akan menjadikan ayah / ibu sebagai musuh setelah pubertas.
2. Berilah contoh yang baik
Anak laki-laki prasekolah memiliki kemampuan meniru yang fantastis, bisa mengingat banyak perilaku dan ucapan yang tidak disadari orangtua, dan mereka akan mencoba untuk menirunya. Jika sering menunjukkan sikap yang tegang dan sibuk atau terburu-buru di depannya, akan sulit sekali mengembangkan anak-anak yang sabar ; jika terang-terangan berbohong di depannya, seperti misalnya tidak ingin mendengarkan panggilan telepon, lalu berpesan pada anak anda untuk mengatakan : “Saya tidak ada di rumah.” Jelas-jelas masih di rumah, tapi justru berkata pada temannya : “Saya dalam perjalanan, sebentar lagi sampai !”
2. Berilah contoh yang baik
Anak laki-laki prasekolah memiliki kemampuan meniru yang fantastis, bisa mengingat banyak perilaku dan ucapan yang tidak disadari orangtua, dan mereka akan mencoba untuk menirunya. Jika sering menunjukkan sikap yang tegang dan sibuk atau terburu-buru di depannya, akan sulit sekali mengembangkan anak-anak yang sabar ; jika terang-terangan berbohong di depannya, seperti misalnya tidak ingin mendengarkan panggilan telepon, lalu berpesan pada anak anda untuk mengatakan : “Saya tidak ada di rumah.” Jelas-jelas masih di rumah, tapi justru berkata pada temannya : “Saya dalam perjalanan, sebentar lagi sampai !”
Hal-hal seperti ini merupakan “model pembelajaran” anak-anak. Sekadar diketahui, anak laki-laki itu sangat mudah menjadi tidak sabar, tidak fokus, dan suka berbohong karena kebohongan itu, diharapkan pada orangtua agar memerhatikan sikap dan perilakunya setiap saat, jangan karena masalah sepele yang negatif (bohong) lantas tidak memertimbangkan dampaknya terhadap anak.
3. Biarkan anak mengerjakan sendiri
Orangtua sekarang jarang melahirkan anak yang banyak, sehingga curahan kasih sayang dan perhatian lebih pada anak itu adalah fenomena yang sangat umum. Tapi jika terlalu sering / banyak membantu anak laki-laki, akan mudah mengembangkan kepribadian dependen (ketergantungan), akibatnya tidak bisa menghadapi masalah dan kegagalannya itu secara mandiri, seakan-akan tidak bisa mengerjakan apa pun selama orangtua tidak ada di sisinya.
3. Biarkan anak mengerjakan sendiri
Orangtua sekarang jarang melahirkan anak yang banyak, sehingga curahan kasih sayang dan perhatian lebih pada anak itu adalah fenomena yang sangat umum. Tapi jika terlalu sering / banyak membantu anak laki-laki, akan mudah mengembangkan kepribadian dependen (ketergantungan), akibatnya tidak bisa menghadapi masalah dan kegagalannya itu secara mandiri, seakan-akan tidak bisa mengerjakan apa pun selama orangtua tidak ada di sisinya.
Jadi, jika ingin agar anak laki-laki Anda itu kelak mampu menghadapi segala sesuatunya secara mandiri, maka “mengajarkannya” itu jauh lebih penting daripada “membantunya”. Terkadang atau bahkan tidak harus terlalu banyak bicara, cukup sedikit petunjuk saja, anak laki-laki itu akan memikirkannya sendiri dan memecahkan masalahnya, hal ini akan sangat membantunya dalam perjalannan hidupnya di kemudian hari.
4. Jangan biarkan laki-laki itu terlalu boros
Di dunia orang dewasa, kita selalu bilang “laki-laki akan berbuat semaunya jika punya uang”, jadi, dimulai dari mendidik anak laki-laki, perhatikanlah fenomena ini, sebagaimana yang disebut bahwa “mendidik anak laki-laki itu harus lebih ketat daripada anak perempuan”.
4. Jangan biarkan laki-laki itu terlalu boros
Di dunia orang dewasa, kita selalu bilang “laki-laki akan berbuat semaunya jika punya uang”, jadi, dimulai dari mendidik anak laki-laki, perhatikanlah fenomena ini, sebagaimana yang disebut bahwa “mendidik anak laki-laki itu harus lebih ketat daripada anak perempuan”.
Dibandingkan dengan anak perempuan, anak laki-laki cenderung tidak memiliki konsep uang secara tepat, jika terlalu banyak uang di tangan selalu ingin berbelanja secara royal. Ingat ! Harus sesuai dan layak dalam memberi uang saku, tidak boleh sekehendak hati, harus menanamkan konsep bahwa untuk “memenuhi kebutuhan sendiri itu harus bergantung pada usaha sendiri”, agar ia mengerti bahwa uang itu susah didapat, sehingga dengan begitu baru bisa menumbuhkan keinginan untuk maju secara proaktif dan termotivasi. Salam kebajikan
Tidak ada komentar:
Write komentar