KEBAJIKAN ( De 德 ) - Hidup ini memang penuh dengan misteri. Tak ada yang menyangka, liburan keluarga ke luar negeri dengan menumpang pesawat AirAsia QZ8501 menuju Singapura akan berakhir duka, akibat jatuhnya pesawat AirAsia QZ8501 di sekitar Selat Karimata, Kalimantan Tengah, Minggu 28/12/2014.
Berbagai kisah mengharukan dan kenangan manis dari kisah penumpang semasa hidup turut diceritakan dengan harapan doa dapat sampai kepada Almarhum sehingga mereka dapat beristirahat dengan tenang.
Tiada yang lebih bersedih dan berduka selain keluarga penumpang karena hampir sebagian besar penumpangnya adalah sekeluarga. Betapa sedihnya keluarga dan kerabat yang telah ditinggalkan sekaligus oleh beberapa orang pada saat bersamaan, yang kini hanya masih bisa berharap agar sanak saudaranya terkasih bisa ditemukan, dari sekian banyaknya korban yang masih belum ditemukan Tim Basarnas, walau dalam keadaan apapun
Setelah lama menunggu yang disertai doa dan harapan dari keluarga dan sahabat, kini penantian sejak 28 Desember 2014 terjawab sudah, setidaknya keluarga masih diberi kesempatan untuk melihat jasadnya terakhir kali, setelah jasad B059 atas nama Dona Indah Nurwatie (39) berhasil ditemukan dan dikenali dari keempat jasad yang berhasil diidentifikasi oleh Tim DVI Polda Jatim, Sabtu (31/1/2015), seperti dirangkum dari berbagai sumber.
Jasad Dona Indah Nurwatie (39) tersebut teridentifikasi berdasarkan dari metode primer pemeriksaan DNA dengan DNA pembanding ibu kandung korban yang identik 100 persen cocok, serta menggunakan analisa gigi korban yang cocok dengan data antemortem perawatan gigi korban semasa hidup. Juga menggunakan teknik superimpose yang cocok dengan titik-titik wajah korban seperti mata, mulut, hidung dengan foto korban semasa hidup.
Begitu juga dari data antropologi diketahui kesamaan usia, jenis kelamin, dan tinggi badan korban. Diperkuat dengan menggunakan properti korban seperti pakaian yang dipakai cocok dengan analisa CCTV.
Dona Indah Nurwatie (39) merupakan ibunda dari Gusti Ayu Made Keisha Putri (9) dan Gusti Ayu Putriyana Permata (16) yang sudah lebih dulu dikenali dan diserah terimakan pada keluarga di Malang, Jumat (30/1/2015) kemarin,
Donna berada di pesawat AirAsia QZ8501 nahas tersebut dengan tujuan untuk berlibur ke Singapura bersama Suaminya, Gusti Made Bobi Sidharta (43) dan kedua anaknya. Kini hanya tinggal suaminya, Gusti Made Bobi Sidharta yang hingga saat ini belum ditemukan atau belum teridentifkasi.
Dona Dimakamkan Disamping Makam Anaknya
Setelah sempat terpisah selama sebulan, akhirnya keluarga besar Dona Indah Nurwanti korban jatuhnya AirAsia QZ8501 dapat dipersatukan kembali. Jasad Dona yang berhasil diidentifikasi tim DVI Polda Jatim, kemarin Sabtu 31 Januari 2015, dikebumikan tepat di samping makam salah satu putrinya, Gusti Ayu Made Keisha Putri (9) dalam satu area pemakaman di TPU Sama'an Kota Malang, Minggu 1 Februari 2015.
"Keluarga sepakat untuk memakamkan almarhumah bersampingan dengan makam anaknya," kata Sumaryono, petugas tim Reaksi Cepat Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kota Malang kepada VIVA.co.id.
Dona dapat dipersatukan kembali dengan Gusti Ayu Made Keisha Putri setelah keduanya terpisah karena pesawat yang mereka tumpangi dari Surabaya menuju Singapura jatuh dan tenggelam di Selat Karimata, Minggu 28 Desember 2014 lalu.
Sayangnya, tidak semua keluarga besar Dona dimakamkan di tempat itu, jasad putri Dona bernama Gusti Ayu Putriyan Permata Sari (16) harus dimakamkan terpisah dari ibu dan adiknya, Gusti Ayu Putriyan Permata Sari dimakamkan di pemakaman Katolik di Madiun.
Namun, dipastikan Donna dan Keisha Putri akan dipersatukan dengan Gusti Made Bobi Sidharta suami Donna. Karena Pemerintah Kota Malang juga menyiapkan satu liang lahat di samping makam Donna.
"Jika satu korban itu ditemukan dan teridentifikasi, jasadnya akan dikebumikan di liang lahat yang satu itu," papar Sumaryono.
Sosok Dona Dimata Ayahnya
Jatuhnya pesawat AirAsia QZ8501 menyisakan duka mendalam bagi Nur Ali. Bak mimpi buruk, dalam sekejap dia harus kehilangan empat orang yang sangat dicintainya, seperti dilansir dari nyata.co.id.
Lelaki paro baya itu terlihat tak tenang. Meski pandangan kosongnya tetap fokus ke depan, beberapa kali dia harus mengubah posisi duduk. Pertanyaan yang diajukan oleh sanak saudara kerap diulang, karena hanya mendapat tanggapan dingin dari pria bernama Nur Ali itu.
”Mohon maaf, tanya apa tadi? Pikiran saya masih ndak di sini. Saya masih mikirin bagaimana nasib anak, mantu, dan cucu saya,” katanya.
Nur Ali adalah ayah dari Dona Indah Nurwatie, salah satu penumpang pesawat nahas rute Surabaya-Singapura itu.
Di mata Nur Ali, Dona adalah anak yang berbakti. Seingat dia, tidak pernah sekalipun putri sulungnya itu membantah semua perintahnya. ”Dari kecil dia anak yang pintar. Saya selalu bangga,” ujarnya, lagi-lagi masih dengan tatapan kosong.
Melihat jauh ke belakang, Nur mengatakan banyak sekali kenangan manis yang dia lewati bersama Donna. Dari pernikahannya dengan Endang, Nur dikaruniai dua orang anak. Yang pertama Donna, dan anak keduanya adalah Dimaz Ade Nurcahyo.
Hingga besar kini, Nur bersyukur kedua anaknya hidup harmonis tanpa ada masalah apapun. Bahkan, si bungsu pun tinggal bersama kakaknya di kawasan Simpang Gading, Malang. Sejak kecil, ujar Nur, kepribadian dua anaknya berbeda jauh. Dona terkenal periang dan mudah bergaul. Sedangkan Dimaz lebih suka berdiam di rumah, menyibukkan diri dengan buku-buku miliknya.
Sarapan Terakhir Nur Ali dengan Anak dan Cucu
Masih terngiang jelas kata-kata yang diucapkan Dona kepada Nur di hari terakhir mereka bertemu, pada Sabtu (27/12) atau sehari sebelum peristiwa memilukan itu terjadi. Percakapan yang terjadi di ruang makan itu membahas tentang kondisi Nur yang saat ini cepat lelah.
”Pokoknya, bapak itu jangan mikir yang berat-berat. Semua insyaallah sudah ada jalannya. Bapak jaga makan dan istirahat. Saya ndak mau lho kalau bapak sakit,” kata Nur menirukan ucapan anaknya. Kali ini tampak air mata mulai membasahi ujung mata pria 65 tahun itu.
Sabtu itu, entah kenapa Nur memang ingin selalu berdekatan dengan putrinya. Menu nasi pecel yang dibeli oleh mantunya, Bobi, tidak dia sentuh. Justru oseng tempe buatan Dona yang dia lahap dengan nasi dingin sisa semalam. ”Ternyata itu sarapan terakhir saya dengan anak cucu,” katanya terisak.
Usai sarapan, Nur Ali bergegas menuju Surabaya untuk suatu keperluan. Makanya, pada Minggu dinihari dia tidak sempat ikut mengantar Donna sekeluarga ke Bandara Juanda Surabaya. Tapi pada pukul 02.00, saat terbangun menunaikan salat tahajud, Nur sempat mengirimkan pesan singkat pada putrinya untuk membeli obat anti mabuk terlebih dahulu.
”Karena dia kan mengajak anak-anak. Takutnya di tengah jalan mereka mabuk dan muntah,” ujarnya. Pesan singkat itu langsung dibalas oleh Dona dengan ucapan terima kasih, sekaligus pamit karena saat itu Dona sekeluarga sudah berada di mobil travel yang akan membawa mereka ke bandara.
Tiga jam berselang, tepatnya pukul lima, Nur mencoba menghubungi Dona untuk menanyakan posisinya saat itu. Namun, tiga kali menelpon, tidak ada jawaban sama sekali. Pada pukul 12.00, Nur sempat menyuruh Dimaz untuk mengirimkan SMS ke Dona, lagi-lagi untuk menanyakan posisinya.
Apakah sudah sampai di lokasi atau belum? Namun, SMS itu tidak pernah berbalas. ”Baru pada pukul 13.00 saya tahu kalau pesawat yang ditumpangi anak saya hilang. Sebab, sebelumnya tidak nonton TV sama sekali. Saya benar-benar terguncang saat itu. Pikiran ini sudah kacau,” ucapnya.
Selalu Berdua
Kenangan akan sosok Dona juga terlontar dari Heny Annisa, sepupu sekaligus rekan sepermainan Donna sejak kecil. Bahkan, dulu, Heny sempat serumah dengan Dona saat masih duduk di bangku SD. ”Dia itu penurut dan lincah, tapi penakut juga. Setiap pergi pasti mengajak saudara. Termasuk saat pacaran dengan Bobi dulu,” katanya mengenang.
Donna dan Bobi sama-sama alumnus ITN (Institut Teknologi Nasional) Malang. Bedanya, Bobi jurusan Planologi sedangkan Donna Teknik Sipil. ”Mereka berdua itu pasangan yang kompak dan saling menyayangi. Kemana-mana pasti selalu berdua. Jadi, di mana ada Dona di situ ada Bobi. Termasuk sekarang ini, di mana mereka akhirnya harus ‘pergi’ secara bersamaan juga,” jelas Heny.
Sapaan Terakhir
Dimaz Ade Nurcahyo sore kemarin (28/12), berulang kali hilir mudik di rumah tetangganya, Muhammad Ridwan. Rumah keduanya berdempetan di Jalan Simpang Gading 16 RT 2 RW 6, Kelurahan Gadingkasri, Kecamatan Klojen, Kota Malang.
Beberapa kali pandangan Dede, sapaan akrab Dimaz Ade Nurcahyo, nanar memandang tayangan langsung televisi yang menyiarkan minute by minute berita hilangnya pesawat AirAsia QZ 8501 rute Surabaya–Singapura. Dalam setiap menitnya, dia terlihat gelisah. Maklum, ada empat keluarganya yang masuk dalam rombongan pesawat AirAsia yang diperkirakan hilang di atas Belitung itu.
Keluarga Dede yang ikut dalam rombongan AirAsia adalah Donna Indah Nurwatie ST MM, kakak kandung Dede. Selain itu, Ir Gusti Made Bobi Sidharta yang merupakan suami Dona atau kakak ipar Dede, juga ada dalam pesawat AirAsia.
Dua anak Made dan Dona, yakni Gusti Ayu Putriyana Permata Sidartha, siswa kelas XI SMAN 1 Malang dan Gusti Ayu Made Keisha Putri Sidharta, siswa kelas IV SDN Percobaan 1 Malang, juga ikut rombongan ke Singapura. Keduanya merupakan keponakan Dede. Selama ini, Dede yang bekerja sebagai staf Bank Jatim Malang tersebut tinggal satu rumah dengan kakaknya di Jalan Simpang Gading.
Saat melihat tayangan televisi, Dede terlihat sibuk menerima dan melakukan panggilan telepon. Pun, berulang kali dia menolak dengan halus permintaan wawancara dari wartawan yang sudah menyanggongnya sejak siang hari. Mengenakan kaus polo warna hitam dia baru berkenan memberi keterangan kepada wartawan sekitar pukul 16.01.
Dia menceritakan, sebelum keberangkatan keluarganya, tak banyak firasat yang dia rasakan. Karenanya, dia tak menyangka ada empat keluarganya yang hilang bersama AirAsia.
Dede menceritakan, pertemuan terakhir yang dia lakukan dengan empat anggota keluarganya itu terjadi pada Sabtu (27/12) malam lalu, sekitar pukul 21.00, sebelum mereka beranjak tidur. ”Saat itu hujan gerimis kan di luar. Kami semua ada di dalam rumah. Ya namanya keluarga, saya hanya sempat bilang hati-hati ya liburannya,” ucap dia.
Pria berkacamata tersebut melanjutkan, kakak perempuannya, Donna memang menyukai travelling. Dia menuturkan, tahun ini adalah liburan keluarga pertama ke luar negeri. Selain ke Singapura, sebenarnya mereka membidik destinasi wisata di Kuala Lumpur, Malaysia. ”Sebelumnya ya ke Bali, Jogja, dan Madiun,” ucap Dede.
Pria kelahiran 1982 itu kemudian menceritakan, Bobi yang merupakan kakak iparnya tidak bilang jika akan liburan ke luar negeri. Menurut Dede, Bobi hanya akan bilang ke Bali. Pamitan akan ke Bali tersebut juga dilakukan Bobi kepada para tetangganya, teman-teman kantor, hingga komunitas motor.
Bobi sendiri bekerja sebagai pengembang properti di PT Permata Gading. ”Jujur, saya sendiri lupa bertanya apa pesawatnya. Jadi tidak tahu (mereka menumpang AirAsia). Semoga saja (yang mengalami kecelakaan) bukan mereka. Semoga bukan mereka. Saya berharap bukan dia,” kata Dede.
Kali ini dia terlihat berusaha tetap tegar. Dede sendiri mengetahui jika keluarganya menjadi korban setelah melihat tayangan televisi. Adalah nama Keisha yang pertama kali dilihatnya. Setelah melihat nama keponakannya, berulang kali Dede mencoba menghubungi Donna.
Namun nomor ponsel Telkomsel milik Donna dalam kondisi tidak aktif. ”Saya belum bisa kontak. Belum ada pemberitahuan apa pun juga dari AirAsia,” sambung pria berkulit putih itu.
Ditanya tentang firasat yang dirasakannya, Dede mengatakan hampir tak ada firasat yang berarti. ”Saya hanya sempat mbatin, semoga semuanya baik-baik saja,” harapnya.
Dede juga mengatakan sempat memesan oleh-oleh dari keluarga Bobi. ”Saya pesan kemeja,” kata Dede.
Kehilangan anggota keluarga dan sahabat yang disayangi tentunya membuat kita berduka dan merasakan kehilangan juga kesedihan yang mendalam bagi yang ditinggalkan. Kita doakan semoga Almarhum Dona Indah Nurwatie mendapat tempat yang layak di sisiNya dan Suaminya serta penumpang lainnya yang lainnya dapat segera ditemukan.
Turut berduka cita untuk keluarga yang ditinggalkan dan semoga keluarga yang ditinggalkan diberikan ketabahan dan kekuatan dalam menghadapi musibah ini, karena semuanya adalah atas kehendak yang kuasa.
Sobat, Tak selamanya kita diberikan kesempatan untuk memiliki hidup di dunia ini, maka hiduplah dengan sebaik-baiknya dan buatlah menjadi bermakna, bukan hanya untuk diri Anda sendiri, tetapi juga untuk semua orang yang mengenal Anda. Supaya, suatu saat nanti jika kita sudah tiada, kenangan kebaikan kita masih akan tetap hidup di hati mereka semua. Salam kebajikan
Tidak ada komentar:
Write komentar