KEBAJIKAN ( De 德 ) - Setiap manusia pasti mempunyai orang tua. Oleh karenanya, walapun orang tua telah meninggal dunia, orang harus senantiasa mengingat, menghormat, berbakti dan menjaga nama baik orang tua / leluhur yang telah meninggal dunia dengan menjadi manusia berguna, tidak menjadi sampah masyarakat. Untuk itu, perilaku kehidupan sehari-hari harus dapat mengingat budi, mengenal budi, setia dan berbakti.
Makna membersihkan altar tidak hanya dipandang dari segi kebersihan dan keindahan saja, melainkan dari hakekat altar tersebut, yaitu agung dan mulia. Untuk itu, hakekat membersihkan altar adalah agar orang senantiasa belajar menjadi orang yang mulia dan agung.
Karenanya, belajarlah untuk senantiasa mengingat hal-hal yang baik, maka jiwa akan menjadi baik dan kekotoran batin akan berkurang. Perbuatan yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari harus berpedoman dan belajar untuk senantiasa menjadi orang yang bajik yaitu dimana pun berada, harus menjadi manusia berguna dan senantiasa memberi serta membawa keberuntungan kepada semua makhluk.
Oleh karena itu, makna membersihkan altar berarti pula senantiasa mengintrospeksi, membersihkan batin agar selalu mengingat yang baik, merenung dan memperhatikan yang baik.
Menunjukkan rasa bakti kepada leluhur merupakan sebuah ideologi yang berakar mendalam pada masyarakat Tionghoa. Dasar pemikirannya adalah kesalehan anak (孝, xiào) yang ditekankan oleh Kong Hu Cu.
Kesalehan anak adalah sebuah konsep untuk selalu mengasihi orang tua sebagai seorang anak. Dipercaya bahwa meskipun orang yang terkasih telah meninggal, hubungan yang terjadi selama ini masih tetap berlangsung, serta orang yang telah meninggal memiliki kekuatan spiritual yang lebih besar dibandingkan pada saat masih hidup.
Pengertiannya adalah para leluhur dianggap menjadi dewa yang memiliki kemampuan untuk berinteraksi dan mempengaruhi kehidupan anggota keluarga yang masih hidupTradisi bersih-bersih altar yang sudah berusia ratusan tahun ini dilakukan dengan sangat hati-hati agar altar dan berbagai perlengkapannya yang sudah berusia sangat tua itu tidak rusak dan cacat nantinya.
Inti kepercayaan terhadap pemujaan leluhur adalah bahwa masih adanya "kehidupan" setelah kematian. Dipercaya bahwa jiwa orang yang meninggal terbuat dari komponen Yin dan Yang yang disebut hun dan po. Komponen Yin, po (魄), diasosiasikan dengan makam,dan komponen Yang, hun (魂), diasosiasikan dengan papan nama leluhur yang dipajang pada altar penghormatan leluhur. (sekarang seringkali digantikan dengan memajang foto).
Po mengikuti tubuh ke dalam makam (ke pengadilan) dan hun tinggal dalam papan nama leluhur. Hun dan po tidaklah abadi dan perlu dipelihara (diberi makan) dengan persembahan, atau keduanya akan pergi ke akhirat (meskipun hun pergi ke surga terlebih dulu).
Dalam kebudayaan Tionghoa, tradisi membersihkan altar Dewa dan Leluhur biasanya dilakukan setiap Ce It dan Cap Go (Tanggal 1 dan 15 setiap bulannya menurut kalender lunar). Namun karena tradisi Tionghoa membersihkan rupang biasanya dilakukan setiap tahun sekali ketika menjelang Imlek yaitu setelah tanggal 24 (sampai akhir bulan) bulan 12 imlek, maka tentunya altar leluhur juga ikut dibersihkan di rumah masing-masing.
Pada hakekatnya ketika orang bersembahyang, tentunya perlu tempat sembahyang yang bersih dan mulia. Pembersihan altar leluhur di rumah pribadi merupakan simbol tanda bakti etnis Tionghoa kepada leluhurnya, yang dimaksudkan untuk menyiapkan tempat yang bersih untuk para Arwah leluhur, agar mereka juga dapat ikut merasakan suasana perayaan Imlek.
Dalam melakukan tradisi ini, tidak hanya membersihkan altar saja, namun hampir semua sarana peribadatan haruslah dibersihkan. Mulai dari hiolo atau tempat abu sampai gelas tak boleh ketinggalan juga ikut dibersihkan.
Yang perlu diperhatikan sebelum kita membersihkan altar dan rupang para Dewa adalah badan / tangan yang membersihkan biasanya sudah menjalani ritual yaitu tidak melakukan hal-hal kotor,
Waktu dan Tata Cara Membersihkan Altar
Bila di rumah ada tempat sembahyang leluhur/abu, maka saat membersihkannya dapat dimulai dari tanggal 25 bulan 12 Imlek dan seterusnya, sebaiknya dilakukan pada pagi hari sebelum makan pagi.
Thiam Hio (Membakar Dupa)
Sebelum memulai, terlebih dahulu thiam hio (Membakar dupa) memberitahukan, bahwa pada saat ini kami akan membersihkan altar dan papan nama leluhur yang dibersihkan ini, bagaikan kami yang senantiasa belajar membersihkan batin kami dari pikiran maupun ucapan yang jelek.
Meja altar
Meja terlebih dahulu dikosongkan, lalu dicuci dan dibersihkan dengan air bunga, kemudian dikeringkan dengan lap khusus atau yang baru untuk membersihkan altar.
Selesai membersihkan meja altar, sanak keluarga berkumpul untuk bersembahyang bersama dengan memberikan persembahan seperti buah-buahan.
Sembahyang kepada Leluhur
Sehari sebelum Sincia (Imlek), tepatnya tanggal 30 bulan 12 Imlek, diadakan upacara sembahyangan yang dikenal sebagai upacara Sembahyang Tutup Tahun. Sembahyang ini khusus diadakan untuk menghormati dan memuliakan leluhur, sebagai bagian yang tak terpisahkan dari ungkapan rasa Bhakti (Hauw) anak terhadap Orang Tua / Leluhur. Upacara ini merupakan wujud dari pelaksanaan ajaran moral Confusianis yang bersifat humanis religius dan yang berakar kuat pada penekanan konsep bakti atau disebut xiao
Perlengkapan bagi yang tidak memiliki altar leluhur :
Meja dibuat lebih tinggi dari meja makan biasa, meja paling ujung harus lebih tinggi daripada meja didepannya, meja sembahyang leluhur sebaiknya diletakkan di bagian tengah rumah yang menghadap pintu luar.
Foto/papan nama, hio lo (tempat hio), Tee liau (teh,arak, manisan), jeruk, pisang, kue ku (kura), hwat kwee (kue mangkuk), wajik, cik tai (tempat lilin) dan Nasi sayur, terserah keinginan keluarga boleh lengkap boleh sederhana boleh makanan yang disukai almarhum. Salam kebajikan
Makna membersihkan altar tidak hanya dipandang dari segi kebersihan dan keindahan saja, melainkan dari hakekat altar tersebut, yaitu agung dan mulia. Untuk itu, hakekat membersihkan altar adalah agar orang senantiasa belajar menjadi orang yang mulia dan agung.
Karenanya, belajarlah untuk senantiasa mengingat hal-hal yang baik, maka jiwa akan menjadi baik dan kekotoran batin akan berkurang. Perbuatan yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari harus berpedoman dan belajar untuk senantiasa menjadi orang yang bajik yaitu dimana pun berada, harus menjadi manusia berguna dan senantiasa memberi serta membawa keberuntungan kepada semua makhluk.
Oleh karena itu, makna membersihkan altar berarti pula senantiasa mengintrospeksi, membersihkan batin agar selalu mengingat yang baik, merenung dan memperhatikan yang baik.
Menunjukkan rasa bakti kepada leluhur merupakan sebuah ideologi yang berakar mendalam pada masyarakat Tionghoa. Dasar pemikirannya adalah kesalehan anak (孝, xiào) yang ditekankan oleh Kong Hu Cu.
Kesalehan anak adalah sebuah konsep untuk selalu mengasihi orang tua sebagai seorang anak. Dipercaya bahwa meskipun orang yang terkasih telah meninggal, hubungan yang terjadi selama ini masih tetap berlangsung, serta orang yang telah meninggal memiliki kekuatan spiritual yang lebih besar dibandingkan pada saat masih hidup.
Pengertiannya adalah para leluhur dianggap menjadi dewa yang memiliki kemampuan untuk berinteraksi dan mempengaruhi kehidupan anggota keluarga yang masih hidupTradisi bersih-bersih altar yang sudah berusia ratusan tahun ini dilakukan dengan sangat hati-hati agar altar dan berbagai perlengkapannya yang sudah berusia sangat tua itu tidak rusak dan cacat nantinya.
Inti kepercayaan terhadap pemujaan leluhur adalah bahwa masih adanya "kehidupan" setelah kematian. Dipercaya bahwa jiwa orang yang meninggal terbuat dari komponen Yin dan Yang yang disebut hun dan po. Komponen Yin, po (魄), diasosiasikan dengan makam,dan komponen Yang, hun (魂), diasosiasikan dengan papan nama leluhur yang dipajang pada altar penghormatan leluhur. (sekarang seringkali digantikan dengan memajang foto).
Po mengikuti tubuh ke dalam makam (ke pengadilan) dan hun tinggal dalam papan nama leluhur. Hun dan po tidaklah abadi dan perlu dipelihara (diberi makan) dengan persembahan, atau keduanya akan pergi ke akhirat (meskipun hun pergi ke surga terlebih dulu).
Dalam kebudayaan Tionghoa, tradisi membersihkan altar Dewa dan Leluhur biasanya dilakukan setiap Ce It dan Cap Go (Tanggal 1 dan 15 setiap bulannya menurut kalender lunar). Namun karena tradisi Tionghoa membersihkan rupang biasanya dilakukan setiap tahun sekali ketika menjelang Imlek yaitu setelah tanggal 24 (sampai akhir bulan) bulan 12 imlek, maka tentunya altar leluhur juga ikut dibersihkan di rumah masing-masing.
Pada hakekatnya ketika orang bersembahyang, tentunya perlu tempat sembahyang yang bersih dan mulia. Pembersihan altar leluhur di rumah pribadi merupakan simbol tanda bakti etnis Tionghoa kepada leluhurnya, yang dimaksudkan untuk menyiapkan tempat yang bersih untuk para Arwah leluhur, agar mereka juga dapat ikut merasakan suasana perayaan Imlek.
Dalam melakukan tradisi ini, tidak hanya membersihkan altar saja, namun hampir semua sarana peribadatan haruslah dibersihkan. Mulai dari hiolo atau tempat abu sampai gelas tak boleh ketinggalan juga ikut dibersihkan.
Yang perlu diperhatikan sebelum kita membersihkan altar dan rupang para Dewa adalah badan / tangan yang membersihkan biasanya sudah menjalani ritual yaitu tidak melakukan hal-hal kotor,
Waktu dan Tata Cara Membersihkan Altar
Bila di rumah ada tempat sembahyang leluhur/abu, maka saat membersihkannya dapat dimulai dari tanggal 25 bulan 12 Imlek dan seterusnya, sebaiknya dilakukan pada pagi hari sebelum makan pagi.
Thiam Hio (Membakar Dupa)
Sebelum memulai, terlebih dahulu thiam hio (Membakar dupa) memberitahukan, bahwa pada saat ini kami akan membersihkan altar dan papan nama leluhur yang dibersihkan ini, bagaikan kami yang senantiasa belajar membersihkan batin kami dari pikiran maupun ucapan yang jelek.
Meja altar
Meja terlebih dahulu dikosongkan, lalu dicuci dan dibersihkan dengan air bunga, kemudian dikeringkan dengan lap khusus atau yang baru untuk membersihkan altar.
Selesai membersihkan meja altar, sanak keluarga berkumpul untuk bersembahyang bersama dengan memberikan persembahan seperti buah-buahan.
Sembahyang kepada Leluhur
Sehari sebelum Sincia (Imlek), tepatnya tanggal 30 bulan 12 Imlek, diadakan upacara sembahyangan yang dikenal sebagai upacara Sembahyang Tutup Tahun. Sembahyang ini khusus diadakan untuk menghormati dan memuliakan leluhur, sebagai bagian yang tak terpisahkan dari ungkapan rasa Bhakti (Hauw) anak terhadap Orang Tua / Leluhur. Upacara ini merupakan wujud dari pelaksanaan ajaran moral Confusianis yang bersifat humanis religius dan yang berakar kuat pada penekanan konsep bakti atau disebut xiao
Perlengkapan bagi yang tidak memiliki altar leluhur :
Meja dibuat lebih tinggi dari meja makan biasa, meja paling ujung harus lebih tinggi daripada meja didepannya, meja sembahyang leluhur sebaiknya diletakkan di bagian tengah rumah yang menghadap pintu luar.
Foto/papan nama, hio lo (tempat hio), Tee liau (teh,arak, manisan), jeruk, pisang, kue ku (kura), hwat kwee (kue mangkuk), wajik, cik tai (tempat lilin) dan Nasi sayur, terserah keinginan keluarga boleh lengkap boleh sederhana boleh makanan yang disukai almarhum. Salam kebajikan
Tidak ada komentar:
Write komentar