|
Welcome To My Website Kebajikan (De 德)......KEBAJIKAN ( De 德 ) Mengucapkan Xin Nian Kuai Le (新年快乐) 2571 / 2020...Xīnnián kuàilè, zhù nǐ jiànkāng chángshòu, zhù nǐ hǎo yùn..Mohon Maaf Blog ini masih dalam perbaikan....Dalam era kebebasan informasi sekarang, hendaknya kita dapat lebih bijak memilah, mencerna dan memilih informasi yang akurat. Kami menempatkan kepentingan pembaca sebagai prioritas utama. Semangat kami adalah memberikan kontribusi bagi pembaca agar dapat meningkatkan Etika dan Moral dalam kehidupan serta meningkatkan Cinta kasih tanpa pamrih pada sesama baik dalam lingkup lingkungan sekitar maupun lingkup dunia dan menyajikan keberagaman pandangan kehidupan demi meningkatkan pemahaman dan penghargaan terhadap kehidupan. Tanpa dukungan Anda kami bukan siapa-siapa, Terima Kasih atas kunjungan Anda

Senin, 13 April 2015

Pola Pendidikan Orangtua yang Memengaruhi Kecerdasan Anak

 


KEBAJIKAN ( De 德 ) Jika Anda berharap anak-anak semakin cerdas, semakin tertarik dengan studi, maka tanamkan kasih sayang dan gelora semangat ke dalam agenda harian untuk meningkatkan minat anak-anak terhadap kegiatan belajar. Dan apakah anak yang mengalami kegagalan itu pasti akan gagal selamanya? Itu tergantung dari sikap orangtuanya dalam memberikan pendidikan pada anaknya, dikutip dari efochtimes.

1. Permainan yang tidak akan pernah bisa dimenangkan

Jika kita menyuruh anak-anak memainkan sebuah game, tapi tingkat kesulitan game ini di luar kemampuan pemahamannya, sementara kita juga tidak memberikan panduan apa pun padanya, akhirnya anak-anak tidak pernah tahu bagaimana cara memainkan game itu, setiap kali mencoba selalu gagal, sehingga perasaannya akan semakin tertekan, dan akan menganggap dirinya bodoh.

Jika dalam kehidupan anak-anak, ia jarang mendapat perasaan “menang”, pada akhirnya, mungkin ia akan menjadi sesosok anak yang tampak bodoh, takut ini dan itu.

2. Mengajarkan pengetahuan terlalu dini

 
Sejumlah orangtua yang tertarik pada apa yang disebut “pengembangan intelegensi”, secara aktif menerapkan pelatihan membaca, menulis, dan menghitung terhadap anak-anak yang masih hijau. Pengetahuan-pengetahuan akademik yang tidak sesuai dengan karakteristik kognitif anak-anak, dimana meskipun anak-anak bisa menghapal dengan susah payah mengandalkan pola membeo (meniru atau mengulang kata-kata orang lain), tapi tdak mengerti, sehingga acapkali tidak bisa mendorong perkembangan intelegensi mereka, sebaliknya justru memberi tekanan belajar yang besar, menurunkan minatnya untuk belajar, dan menumpulkan kepercayaan dirinya.

3. Merasakan sukacita atas keberhasilan

 
Ketika anak-anak berhasil, dan merasakan kegembiraan itu, dalam otaknya akan melepaskan “endorphin”, zat kimia ini akan mendorong keinginan anak-anak untuk mengulangi lagi sensasi (keberhasilan) itu. Jadi, dari perspektif ini, kita dapat mengatakan bahwa “sukses itu adalah induk keberhasilan”.

Dalam suatu permainan, membuat kerajinan tangan, ikut perlombaan dan mengerjakan pekerjaan rumah tangga atau kegiatan lainnya, doronglah anak-anak untuk berani mencobanya, berikan arahan yang yang tepat, agar anak-anak bisa merasakan sukacita dari upayanya.

Ketika anak-anak ingin mencoba membantu ibu mencuci piring, jangan dianggap merepotkan, atau takut memecahkan piring lalu melarangnya, tidak ada salahnya coba pindahkan sebuah bangku yang tingginya sesuai dengannya, mengenakan celemek padanya, beritahu padanya bagaimana cara mengangkat dan meletakkan secara perlahan dan hati-hati, bagaimana cara membilas hingga bersih dan sebagainya. Ketika anak-anak selesai mencuci sebuah piring, pujilah ia, maka ia akan merasa sangat senang, dan penuh percaya diri dengan kemampuannya itu !

4. Katakan tidak apa-apa meskipun gagal

Dalam suatu pembelajaran, atau kegiatan pasti ada kegagalan dan keberhasilan, menang atau kalah, lalu bagaimana memberi penilaian kepada anak-anak itu merupakan sebuah cara. Karena anak itu sendiri tidak memiliki kemampuan mengevaluasi diri, kebanyakan bergantung pada orang lain untuk mengenali diri atas sikap pribadi.

Ketika anak-anak merasa sedih karena “kegagalan” nya, sebagai orangtua sebaiknya jangan memperlakukan mereka dengan sikap iba, atau berkeluh kesah di depan anak-anak, atau bahkan menghujaninya dengan kritikan tajam/teguran keras (marah), cara yang tepat adalah biarkan anak-anak tahu, bahwa gagal atau kesalahan itu hal yang biasa, bukan masalah besar, semua orang juga pernah mengalaminya, mereka yang berani, pintar akan belajar dari kegagalan itu untuk mengambi hikmahnya, dan terus bekerja keras.

Biarkan anak-anak mengalami kegagalan, karena ini juga merupakan suatu kepercayaan terhadap anak-anak agar bisa berhasil.

Marilah kita renungi apakah “pendidikan awal terhadap anak-anak” itu adalah kriteria yang dipastikan berhasil : coba renungkan apakah pendidikan awal itu “menyediakan landasan dan motivasi yang membantu untuk belajar secara kontinyu sepanjang hayat?” Jika ya, maka pendidikan seperti ini dapat dikatakan berhasil ; jika tidak, berarti itu adalah pendidikan yang gagal.
Salam kebajikan

Tidak ada komentar:
Write komentar