Kebetulan, ada
seorang tukang sampah yang bertugas menjaga kebersihan di Taman Liang
melihat puisi itu dan menganggap tulisan pada dinding itu sebagai
tulisan cakar ayam. Ia cepat-cepat bertindak mau menghapus "kekotoran" itu.
Tetapi, Zong yang sudah tertarik oleh puisi itu tidak mau karya yang dianggap cemerlang itu begitu cepat dihapus. Cuma permintaannya sulit disetujui oleh si tukang sampah itu, karena dia akan gajinya akan di potong jika gagal memelihara kebersihan pada dinding dalam taman itu.
Dengan demikian, Zong yang begitu suka puisi "Liang Yuan Yin" terpaksa membeli tembok yang tertulis puisi itu dengan membayarnya seribu unit emas. Itulah asal dari pepatah "Membeli tembok dengan seribu unit emas".
Menurut catatan dari banyak buku sejarah, Zong dianggap seorang
gadis yang cantik dan berpengetahuan luas juga seorang
penganut agama Tao yang berbakti. Ia dan Li Bai memiliki kepercayaan dan minat yang hampir serupa, khususnya pada aspek kesusasteraan. Ini adalah percintaan yang sebenarnya yang pertama yang dialami Li Bai.
Namun, barang kali kepercayaan lebih penting dari percintaan, menurut pandangan Zong. Hal ini tercermin dari tindakannya pada tahun 761 Masehi ketika ia memutuskan untuk berpisah dengan Li Bai, lalu berangkat menuju ke Gunung Kuang untuk melanjutkan studinya tentang Tao.
Li Bai yang terpaksa tinggal kesendirian, merasa begitu sepi, lalu memutuskan untuk tidak berkeluarga lagi. Mungkin untuk seseorang pria, sekali saja percintaan yang sejati sudah cukup untuk sepanjang umur hidupnya.
Ketika berumah tangga dengan Li Bai, Zong telah beberapa kali
bertindak menyelamatkan Li Bai khususnya ketika suaminya terperangkap
dalam kasus tentang layanan dalam pemerintah Li Lin.
Memang tidak apa-apa rasa kesal lagi untuk Li Bai sepanjang umur
hidupnya karena mendapat seorang perempuan yang begitu memperhatikan
keselamatannya dan pernah memfokuskan segala cinta terhadapnya.
Awal tahun 725 Masehi, yaitu tahun ke-13 pemerintahan Raja Kaiyuan Dinasti Tang, Li Bai memutuskan untuk meninggalkan kampung halamannya di Shu ( Provinsi Sichuan sekarang, Tiongkok barat daya ), lalu memulai penjelajahannya ke tempat-tempat yang ia inginkan. Li Bai memilih jalan melalui Tiga Ngarai di Sungai Yangtze dengan menaiki kapal. Semua pemandangan yang dilaluinya lama-kelamaan menjadi asing belaka, karena kampung halamannya sudah jauh ditinggalkan. Yang masih mengiringi Li Bai itu hanya air sungai Yangtze saja, yang mengalir deras mendorong kapal yang ditumpanginya ke kota pertama yang beliau singgah, yaitu Jiangling.
Li Bai memang tidak mengantisipasi dapat bertemu dengan seorang tokoh ternama di kota Jiangling. Tokoh itu bernama Sima Zhen, seorang penganut agama Tao yang amat dihormati oleh tiga raja secara turun temurun ketika itu.
Sima Zhen yang tinggal di Gunung Tiantai, bukan saja hafal ilmu Tao dan
ilmu ghaib, tetapi juga cemerlang pada aspek kaligrafi dan
puisi. Puisi yang dihasilkannya bercorak romantis seolah-olah ciptaan dewa-dewi.
Raja Xuanzong yang amat menghormati Sima Zhen pernah memanggilnya ke ruang kediaman di istana untuk meminta petunjuk tentang ajaran dari Kitab Tao. Selain itu, beliau masih membangun satu kuil yang disebut "Yang Tai Guan" untuk digunakan Sima Zhen dan mengatur adik ipar perempuan beliau mengikuti beliau mempelajari kitab Tao.
Bersambung ke : Dewa Penyair Li Bai ( 李白 ) Bag.6
Tetapi, Zong yang sudah tertarik oleh puisi itu tidak mau karya yang dianggap cemerlang itu begitu cepat dihapus. Cuma permintaannya sulit disetujui oleh si tukang sampah itu, karena dia akan gajinya akan di potong jika gagal memelihara kebersihan pada dinding dalam taman itu.
Dengan demikian, Zong yang begitu suka puisi "Liang Yuan Yin" terpaksa membeli tembok yang tertulis puisi itu dengan membayarnya seribu unit emas. Itulah asal dari pepatah "Membeli tembok dengan seribu unit emas".
Namun, barang kali kepercayaan lebih penting dari percintaan, menurut pandangan Zong. Hal ini tercermin dari tindakannya pada tahun 761 Masehi ketika ia memutuskan untuk berpisah dengan Li Bai, lalu berangkat menuju ke Gunung Kuang untuk melanjutkan studinya tentang Tao.
Li Bai yang terpaksa tinggal kesendirian, merasa begitu sepi, lalu memutuskan untuk tidak berkeluarga lagi. Mungkin untuk seseorang pria, sekali saja percintaan yang sejati sudah cukup untuk sepanjang umur hidupnya.
Awal tahun 725 Masehi, yaitu tahun ke-13 pemerintahan Raja Kaiyuan Dinasti Tang, Li Bai memutuskan untuk meninggalkan kampung halamannya di Shu ( Provinsi Sichuan sekarang, Tiongkok barat daya ), lalu memulai penjelajahannya ke tempat-tempat yang ia inginkan. Li Bai memilih jalan melalui Tiga Ngarai di Sungai Yangtze dengan menaiki kapal. Semua pemandangan yang dilaluinya lama-kelamaan menjadi asing belaka, karena kampung halamannya sudah jauh ditinggalkan. Yang masih mengiringi Li Bai itu hanya air sungai Yangtze saja, yang mengalir deras mendorong kapal yang ditumpanginya ke kota pertama yang beliau singgah, yaitu Jiangling.
Raja Xuanzong yang amat menghormati Sima Zhen pernah memanggilnya ke ruang kediaman di istana untuk meminta petunjuk tentang ajaran dari Kitab Tao. Selain itu, beliau masih membangun satu kuil yang disebut "Yang Tai Guan" untuk digunakan Sima Zhen dan mengatur adik ipar perempuan beliau mengikuti beliau mempelajari kitab Tao.
Bersambung ke : Dewa Penyair Li Bai ( 李白 ) Bag.6
Tidak ada komentar:
Write komentar